Kemenkeu Minta Pemda Perbaiki Kualitas Belanja APBD
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah pusat meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk memperbaiki kualitas belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kualitas APBD di berbagai daerah dinilai masih rendah karena sebagian besar uang APBD masih dialokasikan untuk belanja pegawai negeri.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan, sejak penerapan standar pelaporan keuangan berbasis akrual, penyerapan APBD membaik. Hal ini membuat banyak Pemda diganjar opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Tapi apa hasil dari WTP itu untuk masyarakat kalau mayoritas anggaran untuk pegawai. Setiap Rp1 harusnya untuk kesejahteraan masyarakat," kata Mardiasmo di Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Dia menambahkan, penyusunan laporan keuangan berbasis akrual sejak 2015 membuat perencanaan dan penyusunan anggaran lebih baik. Namun, dia berharap pemda kedepannya bisa lebih baik dalam memprioritaskan anggaran untuk kegiatan produktif sehingga menggerakkan perekonomian daerah. "Jadi jangan hanya fokus mendapatkan opini WTP saja," sambungnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, rata-rata porsi belanja pegawai dalam APBD 2015, baik provinsi maupun kabupaten/kota mencapai 40%. Porsi belanja pegawai di tingkat pemerintah kabupaten/kota tercatat rata-rata mencapai 46%.
Di tingkat kabupaten/kota, lima pemda tertinggi dalam hal belanja pegawai adalah Kabupaten Langkat (76,3%), Kota Pematang Siantara (71,2%), Kabupaten Tanah Karo (68,4%), Kota Ambon (68,4%), dan Kota Kendari (68,3%). Sementara di tingkat provinsi, pemda yang memiliki alokasi belanja pegawai tertinggi adalah Bengkulu (28,3%), Sulawesi Tengah (25,6%), Sulawesi Tenggara (25,5%), Gorontalo (24,2%), dan DKI Jakarta (22,8%).
Kemenkeu memiliki kebijakan untuk mengurangi porsi belanja pegawai di daerah. Hal itu dilakukan dengan cara mengurangi porsi dana alokasi umum (DAU) dan memperbesar porsi dana alokasi khusus (DAK) yang berbasis infrastruktur. Pasalnya, DAU yang diberikan pemda lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai.
Pengamat ekonomi Universitas Brawijaya Candra Fajar Ananda sebelumnya juga pernah menyebut komposisi APBD di berbagai daerah selama ini hanya mengandalkan DAU dari pemerintah pusat. Di provinsi Jawa Timur, kata dia, porsi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap APBD rata-rata hanya 13,7%.
"Di Jawa Timur hanya beberapa daerah saja yang PAD-nya di atas 20%. Sementara DAU itu minimal 80% dipakai untuk gaji pegawai. Untuk belanja modal, tidak ada yang di atas 20%. Makanya daerah ini berlomba-lomba menambah jumlah pegawai supaya DAU-nya naik," kata dia.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan, sejak penerapan standar pelaporan keuangan berbasis akrual, penyerapan APBD membaik. Hal ini membuat banyak Pemda diganjar opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Tapi apa hasil dari WTP itu untuk masyarakat kalau mayoritas anggaran untuk pegawai. Setiap Rp1 harusnya untuk kesejahteraan masyarakat," kata Mardiasmo di Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Dia menambahkan, penyusunan laporan keuangan berbasis akrual sejak 2015 membuat perencanaan dan penyusunan anggaran lebih baik. Namun, dia berharap pemda kedepannya bisa lebih baik dalam memprioritaskan anggaran untuk kegiatan produktif sehingga menggerakkan perekonomian daerah. "Jadi jangan hanya fokus mendapatkan opini WTP saja," sambungnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, rata-rata porsi belanja pegawai dalam APBD 2015, baik provinsi maupun kabupaten/kota mencapai 40%. Porsi belanja pegawai di tingkat pemerintah kabupaten/kota tercatat rata-rata mencapai 46%.
Di tingkat kabupaten/kota, lima pemda tertinggi dalam hal belanja pegawai adalah Kabupaten Langkat (76,3%), Kota Pematang Siantara (71,2%), Kabupaten Tanah Karo (68,4%), Kota Ambon (68,4%), dan Kota Kendari (68,3%). Sementara di tingkat provinsi, pemda yang memiliki alokasi belanja pegawai tertinggi adalah Bengkulu (28,3%), Sulawesi Tengah (25,6%), Sulawesi Tenggara (25,5%), Gorontalo (24,2%), dan DKI Jakarta (22,8%).
Kemenkeu memiliki kebijakan untuk mengurangi porsi belanja pegawai di daerah. Hal itu dilakukan dengan cara mengurangi porsi dana alokasi umum (DAU) dan memperbesar porsi dana alokasi khusus (DAK) yang berbasis infrastruktur. Pasalnya, DAU yang diberikan pemda lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai.
Pengamat ekonomi Universitas Brawijaya Candra Fajar Ananda sebelumnya juga pernah menyebut komposisi APBD di berbagai daerah selama ini hanya mengandalkan DAU dari pemerintah pusat. Di provinsi Jawa Timur, kata dia, porsi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap APBD rata-rata hanya 13,7%.
"Di Jawa Timur hanya beberapa daerah saja yang PAD-nya di atas 20%. Sementara DAU itu minimal 80% dipakai untuk gaji pegawai. Untuk belanja modal, tidak ada yang di atas 20%. Makanya daerah ini berlomba-lomba menambah jumlah pegawai supaya DAU-nya naik," kata dia.
(akr)