Pasar Keuangan RI Masih Tertinggal dari Negara Tetangga
A
A
A
JAKARTA - Pendalaman pasar keuangan Indonesia dinilai masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kondisi ini membuat Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan sektor jasa keuangan yang masih terbilang rendah.
"Kondisi sektor jasa keuangan Indonesia masih dinyatakan dangkal dan dalam hal ini dapat terpengaruh gejolak ekonomi dunia," ujar Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Leonard VH Tampubolon di Jakarta kemarin.
Leonard mengatakan, dari segi inklusivitas, Indonesia masih terbilang cukup rendah. Pasalnya masih banyak penduduk Indonesia yang belum menikmati layanan jasa keuangan secara formal.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan dikisaran 5% membutuhkan upaya untuk mencegah berlanjutnya pemburukan situasi. Dalam hal ini, sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting.
"Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi ke depan, sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan investasi sehingga perlu dilakukannya upaya pendalaman keuangan, baik dari pasar keuangan maupun institusi keuangan," tuturnya.
Leonard melanjutkan, upaya pendalaman keuangan tidak hanya cukup dengan meningkatkan ukurannya saja. Perlu dilakukan peningkatan kualitas yang memungkinkan sektor keuangan menjalankan fungsinya baik sebagai motor maupun penopang pertumbuhan ekonomi, tanpa memunculkan dampak negatif yang tidak terantisipasi dan teratasi.
"Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh lebih tinggi lagi. Untuk itu, sektor jasa keuangan berperan dalam merealisasi potensi tersebut melalui pembiayaan investasi, pendanaan sektor riil, dan pendorong efisiensi, alokasi, dan modal pada Republik ini," katanya.
Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani mengatakan, kondisi sektor keuangan di Indonesia yang masih dangkal dapat dilihat dari beberapa indikator seperti rasio M2 per PDB, aset dana pensiun per PDB, aset perusahaan asuransi per PDB, maupun kredit domestik sektor privat per PDB di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia kalah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
"M2 per PDB sebenarnya potensial, yaitu 60%, tetapi ternyata realisasinya hanya 38%. Di Bappenas untuk arah kebijakan kami 2020-2014 mendorong sektor keuangan, baik itu melalui institusi, literasi keuangan maupun pendalamannya," paparnya.
Dia berharap masyarakat semakin mengenal literasi keuangan selain perbankan, tetapi juga pasar modal, asuransi dan tabungan saham. "Pemerintah juga sudah mendorong tetapi animo masyarakat juga belum terbentuk kuat. Kita lakukan kolaborasi dan kerja sama antara stakeholder keuangan di Indonesia," ungkapnya.
Ekonom Universitas Katolik Parahyangan Bandung Miryam BL Wijaya mengatakan, dalam rangka pendalaman keuangan, institusi keuangan non-bank perlu ikut berperan. "Sektor keuangan itu bukan hanya perbankan, tetapi ada non-bank dan pasar keuangan. Semua itu harus bekerja bersama-sama agar sektor keuangan Indonesia semakin dalam," ujarnya.
Menurut dia, perbedaan kondisi ekonomi di setiap provinsi di Indonesia berimplikasi pada kebutuhan pendekatan perencanaan pembangunan keuangan yang beragam. "Pendalaman keuangan di setiap tempat berbeda-beda. Di Aceh dengan Papua tentu berbeda. Begitu pula dengan Jawa dan Maluku. Jadi, ketika mau mendalamkan pasar, cari bentuk peraturan kebijakan yang sesuai dengan daerahnya," katanya. (Oktiani Endarwati)
"Kondisi sektor jasa keuangan Indonesia masih dinyatakan dangkal dan dalam hal ini dapat terpengaruh gejolak ekonomi dunia," ujar Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Leonard VH Tampubolon di Jakarta kemarin.
Leonard mengatakan, dari segi inklusivitas, Indonesia masih terbilang cukup rendah. Pasalnya masih banyak penduduk Indonesia yang belum menikmati layanan jasa keuangan secara formal.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan dikisaran 5% membutuhkan upaya untuk mencegah berlanjutnya pemburukan situasi. Dalam hal ini, sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting.
"Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi ke depan, sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan investasi sehingga perlu dilakukannya upaya pendalaman keuangan, baik dari pasar keuangan maupun institusi keuangan," tuturnya.
Leonard melanjutkan, upaya pendalaman keuangan tidak hanya cukup dengan meningkatkan ukurannya saja. Perlu dilakukan peningkatan kualitas yang memungkinkan sektor keuangan menjalankan fungsinya baik sebagai motor maupun penopang pertumbuhan ekonomi, tanpa memunculkan dampak negatif yang tidak terantisipasi dan teratasi.
"Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh lebih tinggi lagi. Untuk itu, sektor jasa keuangan berperan dalam merealisasi potensi tersebut melalui pembiayaan investasi, pendanaan sektor riil, dan pendorong efisiensi, alokasi, dan modal pada Republik ini," katanya.
Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani mengatakan, kondisi sektor keuangan di Indonesia yang masih dangkal dapat dilihat dari beberapa indikator seperti rasio M2 per PDB, aset dana pensiun per PDB, aset perusahaan asuransi per PDB, maupun kredit domestik sektor privat per PDB di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia kalah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
"M2 per PDB sebenarnya potensial, yaitu 60%, tetapi ternyata realisasinya hanya 38%. Di Bappenas untuk arah kebijakan kami 2020-2014 mendorong sektor keuangan, baik itu melalui institusi, literasi keuangan maupun pendalamannya," paparnya.
Dia berharap masyarakat semakin mengenal literasi keuangan selain perbankan, tetapi juga pasar modal, asuransi dan tabungan saham. "Pemerintah juga sudah mendorong tetapi animo masyarakat juga belum terbentuk kuat. Kita lakukan kolaborasi dan kerja sama antara stakeholder keuangan di Indonesia," ungkapnya.
Ekonom Universitas Katolik Parahyangan Bandung Miryam BL Wijaya mengatakan, dalam rangka pendalaman keuangan, institusi keuangan non-bank perlu ikut berperan. "Sektor keuangan itu bukan hanya perbankan, tetapi ada non-bank dan pasar keuangan. Semua itu harus bekerja bersama-sama agar sektor keuangan Indonesia semakin dalam," ujarnya.
Menurut dia, perbedaan kondisi ekonomi di setiap provinsi di Indonesia berimplikasi pada kebutuhan pendekatan perencanaan pembangunan keuangan yang beragam. "Pendalaman keuangan di setiap tempat berbeda-beda. Di Aceh dengan Papua tentu berbeda. Begitu pula dengan Jawa dan Maluku. Jadi, ketika mau mendalamkan pasar, cari bentuk peraturan kebijakan yang sesuai dengan daerahnya," katanya. (Oktiani Endarwati)
(nfl)