Pengetatan Impor Berhasil Tekan Defisit Transaksi Berjalan
A
A
A
JAKARTA - Ekonom dari UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, mengatakan langkah pengetatan impor dan moderasi dalam pengeluaran infrastruktur yang dilakukan pemerintah, berhasil menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Bank Indonesia pada Jumat (10/5) mengumumkan CAD kuartal I 2019 sebesar USD7,0 miliar atau 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Raihan tersebut lebih rendah dibandingkan CAD kuartal IV 2018 yang mencapai USD9,2 miliar (3,6% dari PDB).
Kendati demikian, Enrico mengingatkan bahaya dari ekonomi global, seiring perlambatan ekonomi China akibat konflik dagang Amerika Serikat dengan Negeri Tirai Bambu yang dapat memberi angin sakal bagi ekspor Indonesia.
Untuk itu, Enrico berharap pemerintah terus meningkatkan daya beli agar permintaan domestik menjadi lebih tinggi. "Paling tidak stabil, yang didorong oleh konsumsi rumah tangga," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Minggu (12/5/2019).
Enrico melanjutkan, penyempitan CAD bisa menambah kepercayaan investor usai Pemilu 2019 yang akan membawa stabilitas lebih besar. Sehingga memberi ruang bagi pertumbuhan kualitas yang lebih tinggi di periode berikutnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko, mengungkapkan penurunan defisit neraca transaksi berjalan terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang sejalan dengan peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas.
Hal ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak akhir 2018.
"Sementara itu, defisit neraca jasa mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh penurunan surplus jasa perjalanan (travel), seiring dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun sesuai dengan pola musimannya, di tengah impor jasa pengangkutan barang (freight) yang menurun," ungkap Onny.
Sementara itu, surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I 2019 tercatat sebesar USD2,4 miliar.
Sedangkan surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal I 2019 tercatat sebesar USD10,1 miliar. Hal tersebut terutama ditopang oleh aliran masuk investasi langsung yang cukup tinggi. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 menjadi sebesar USD124,5 miliar.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah, menilai perbaikan CAD disebabkan menipisnya defisit neraca perdagangan. CAD yang membaik kemudian ditutup oleh neraca modal dan financial yang surplus sekitar USD10 miliar. Sehingga secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Indonesia surplus.
"Dari gambaran ini kita bisa membaca bahwa NPI kita masih rentan. Sangat dipengaruhi oleh neraca perdagangan dan aliran modal asing," kata Piter. Ditengah pelemahan ekonomi global saat ini sulit berharap neraca perdagangan bisa kembali surplus besar.
Menurut Piter, yang bisa dilakukan utamanya adalah mengerem impor. "Bisa surplus tapi tidak bisa besar. Ini menggambarkan bahwa CAD akan tetap lebar walaupun bisa ditekan dibawah 3% PDB. Tapi tetap akan lebar dikisaran 2,6% PDB," ujar dia.
Artinya Indonesia sepenuhnya bergantung kepada neraca modal untuk menutup CAD, utamanya kepada aliran modal portfolio. Dia menuturkan, yang menjadi persoalanya adalah aliran modal akan sangat dipengaruhi oleh kondisi global yang saat ini justru dipenuhi ketidakpastian.
"Jadi kondisi NPI kita juga masih dipenuhi oleh risiko. Bisa melanjutkan perbaikan bila tidak ada shock global. Tapi bisa kembali mengulang tahun 2018 kalau ada shock misal The Fed kembali hawkish karena ekonomi AS yang membaik," beber Piter.
Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Kiryanto, menilai pemerintah bersama dengan BI harus terus mengupayakan pemeliharaan CAD maksimal di kisaran 2,5% terhadap PDB sehingga mencerminkan kesehatan ekonomi Indonesia.
Jika ini tercapai secara konsisten, akan menaikkan confidence level pasar terhadap perekonomian Indonesia sehingga berpotensi menguatkan rupiah dan IHSG sebagai resultan dari capital inflow.
"Meskipun ke depan ada risiko CAD naik ke kisaran 2,8% terhadap PDB, ada baiknya tetap diupayakan untuk dijaga di 2,5%," katanya.
Hal tersebut diantaranya dilakukan dengan caranya mengoptimalkan ekspor nonmigas, lalu mengurangi impor migas, optimalkan B20, B30 dan seterusnya. Selain itu meningkatkan utilisasi sektor jasa dari dalam negeri seperti konsultan, asuransi.
"Selanjutnya menciptakan produk produk instrumen keuangan di pasar domestik untuk menahan capital outflows serta mendorong investasi asing (PMA) untuk meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI)," ungkap dia.
Capital inflow yang meningkat juga kan memperkuat CAD dan juga cadangan devisa.
Bank Indonesia pada Jumat (10/5) mengumumkan CAD kuartal I 2019 sebesar USD7,0 miliar atau 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Raihan tersebut lebih rendah dibandingkan CAD kuartal IV 2018 yang mencapai USD9,2 miliar (3,6% dari PDB).
Kendati demikian, Enrico mengingatkan bahaya dari ekonomi global, seiring perlambatan ekonomi China akibat konflik dagang Amerika Serikat dengan Negeri Tirai Bambu yang dapat memberi angin sakal bagi ekspor Indonesia.
Untuk itu, Enrico berharap pemerintah terus meningkatkan daya beli agar permintaan domestik menjadi lebih tinggi. "Paling tidak stabil, yang didorong oleh konsumsi rumah tangga," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Minggu (12/5/2019).
Enrico melanjutkan, penyempitan CAD bisa menambah kepercayaan investor usai Pemilu 2019 yang akan membawa stabilitas lebih besar. Sehingga memberi ruang bagi pertumbuhan kualitas yang lebih tinggi di periode berikutnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko, mengungkapkan penurunan defisit neraca transaksi berjalan terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang sejalan dengan peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas.
Hal ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak akhir 2018.
"Sementara itu, defisit neraca jasa mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh penurunan surplus jasa perjalanan (travel), seiring dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun sesuai dengan pola musimannya, di tengah impor jasa pengangkutan barang (freight) yang menurun," ungkap Onny.
Sementara itu, surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I 2019 tercatat sebesar USD2,4 miliar.
Sedangkan surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal I 2019 tercatat sebesar USD10,1 miliar. Hal tersebut terutama ditopang oleh aliran masuk investasi langsung yang cukup tinggi. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 menjadi sebesar USD124,5 miliar.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah, menilai perbaikan CAD disebabkan menipisnya defisit neraca perdagangan. CAD yang membaik kemudian ditutup oleh neraca modal dan financial yang surplus sekitar USD10 miliar. Sehingga secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Indonesia surplus.
"Dari gambaran ini kita bisa membaca bahwa NPI kita masih rentan. Sangat dipengaruhi oleh neraca perdagangan dan aliran modal asing," kata Piter. Ditengah pelemahan ekonomi global saat ini sulit berharap neraca perdagangan bisa kembali surplus besar.
Menurut Piter, yang bisa dilakukan utamanya adalah mengerem impor. "Bisa surplus tapi tidak bisa besar. Ini menggambarkan bahwa CAD akan tetap lebar walaupun bisa ditekan dibawah 3% PDB. Tapi tetap akan lebar dikisaran 2,6% PDB," ujar dia.
Artinya Indonesia sepenuhnya bergantung kepada neraca modal untuk menutup CAD, utamanya kepada aliran modal portfolio. Dia menuturkan, yang menjadi persoalanya adalah aliran modal akan sangat dipengaruhi oleh kondisi global yang saat ini justru dipenuhi ketidakpastian.
"Jadi kondisi NPI kita juga masih dipenuhi oleh risiko. Bisa melanjutkan perbaikan bila tidak ada shock global. Tapi bisa kembali mengulang tahun 2018 kalau ada shock misal The Fed kembali hawkish karena ekonomi AS yang membaik," beber Piter.
Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Kiryanto, menilai pemerintah bersama dengan BI harus terus mengupayakan pemeliharaan CAD maksimal di kisaran 2,5% terhadap PDB sehingga mencerminkan kesehatan ekonomi Indonesia.
Jika ini tercapai secara konsisten, akan menaikkan confidence level pasar terhadap perekonomian Indonesia sehingga berpotensi menguatkan rupiah dan IHSG sebagai resultan dari capital inflow.
"Meskipun ke depan ada risiko CAD naik ke kisaran 2,8% terhadap PDB, ada baiknya tetap diupayakan untuk dijaga di 2,5%," katanya.
Hal tersebut diantaranya dilakukan dengan caranya mengoptimalkan ekspor nonmigas, lalu mengurangi impor migas, optimalkan B20, B30 dan seterusnya. Selain itu meningkatkan utilisasi sektor jasa dari dalam negeri seperti konsultan, asuransi.
"Selanjutnya menciptakan produk produk instrumen keuangan di pasar domestik untuk menahan capital outflows serta mendorong investasi asing (PMA) untuk meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI)," ungkap dia.
Capital inflow yang meningkat juga kan memperkuat CAD dan juga cadangan devisa.
(ven)