Di WEF 2020, Luhut: Kebijakan Sawit Tidak Akan Korbankan Anak Cucu
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Pandjaitan, memperkenalkan program Inisiatif Nomor Merah Putih yang diinisiasi Profesor Saputro kepada para peserta World Economic Forum 2020 di Davos, Swiss.
Inisiatif Nomor Merah Putih dalah program atau cara yang lebih baik untuk mendukung petani kelapa sawit mandiri skala kecil, yang berkelanjutan di seluruh Indonesia.
"Saya pikir ini sangat penting bagi kami, kami memiliki 14 juta hektar lahan sawit, 41% dimiliki oleh petani sawit skala kecil, ini juga bagian dari SDG's. Sebagian besar kelapa sawit ini berada di daerah pedesaan, di Kalimantan, Sulawesi dan beberapa lainnya di Papua. Pemerintah akan selalu melindungi para petani sawit terutama yang skala kecil," ujar Luhut, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar dan salah satu komoditas yang sangat populer, selain itu lanjut Menko Luhut, dari industri kelapa sawit, Indonesia bisa mengurangi tingkat kemiskinan.
"Dari 41% yang dimiliki oleh petani kecil, saya kira itu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, dan itu karena kelapa sawit. Ketika minyak sawit turun dua tahun lalu, itu juga membawa masalah pada petani kelapa sawit skala kecil," tambahnya.
Karena itu melalui Inisiatif Nomor Merah Putih ini pula, Luhut menyatakan akan terus menerapkan diplomasi perdagangan yang "agresif", tetapi dengan tetap mengedepankan dialog dan yang tidak kalah penting adalah prinsip suistainability atau berkesinambungan dalam sektor kelapa sawit.
"Perkebunan kelapa sawit harus tetap memperhatikan aspek lingkungan agar menghasilkan petumbuhan yang berkelanjutan, beragam upaya telah dilaksanakan pemerintah Indonesia, diantaranya dengan jalan moratorium dan penanaman kembali dan menumbuhkan plasma-plasma hingga mencapai 5-6 ton per hektar," jelasnya.
Dan satu hal penting, setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak akan mengorbankan lingkungan. "Pemerintah Indonesia tidak akan membuat kebijakan yang merusak lingkungan untuk generasi mendatang dan para cucu-cucu kita semua," tegas Menko Luhut.
Dalam kesempatan tersebut, Luhut juga menjelaskan kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia, antara lain dengan perubahan dari berbasis komoditas menjadi berbasis nilai tambah.
"Sejak lima atau enam tahun yang lalu, kami mengubah ekonomi dari komoditas menjadi berbasis nilai tambah dan membuat Indonesia berbeda. Dan sekarang sedang melakukan apa yang disebut Omnibus Law untuk menyelaraskan peraturan, kita memiliki 79 hukum untuk diharmonisasikan," tandasnya.
Inisiatif Nomor Merah Putih dalah program atau cara yang lebih baik untuk mendukung petani kelapa sawit mandiri skala kecil, yang berkelanjutan di seluruh Indonesia.
"Saya pikir ini sangat penting bagi kami, kami memiliki 14 juta hektar lahan sawit, 41% dimiliki oleh petani sawit skala kecil, ini juga bagian dari SDG's. Sebagian besar kelapa sawit ini berada di daerah pedesaan, di Kalimantan, Sulawesi dan beberapa lainnya di Papua. Pemerintah akan selalu melindungi para petani sawit terutama yang skala kecil," ujar Luhut, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar dan salah satu komoditas yang sangat populer, selain itu lanjut Menko Luhut, dari industri kelapa sawit, Indonesia bisa mengurangi tingkat kemiskinan.
"Dari 41% yang dimiliki oleh petani kecil, saya kira itu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, dan itu karena kelapa sawit. Ketika minyak sawit turun dua tahun lalu, itu juga membawa masalah pada petani kelapa sawit skala kecil," tambahnya.
Karena itu melalui Inisiatif Nomor Merah Putih ini pula, Luhut menyatakan akan terus menerapkan diplomasi perdagangan yang "agresif", tetapi dengan tetap mengedepankan dialog dan yang tidak kalah penting adalah prinsip suistainability atau berkesinambungan dalam sektor kelapa sawit.
"Perkebunan kelapa sawit harus tetap memperhatikan aspek lingkungan agar menghasilkan petumbuhan yang berkelanjutan, beragam upaya telah dilaksanakan pemerintah Indonesia, diantaranya dengan jalan moratorium dan penanaman kembali dan menumbuhkan plasma-plasma hingga mencapai 5-6 ton per hektar," jelasnya.
Dan satu hal penting, setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak akan mengorbankan lingkungan. "Pemerintah Indonesia tidak akan membuat kebijakan yang merusak lingkungan untuk generasi mendatang dan para cucu-cucu kita semua," tegas Menko Luhut.
Dalam kesempatan tersebut, Luhut juga menjelaskan kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia, antara lain dengan perubahan dari berbasis komoditas menjadi berbasis nilai tambah.
"Sejak lima atau enam tahun yang lalu, kami mengubah ekonomi dari komoditas menjadi berbasis nilai tambah dan membuat Indonesia berbeda. Dan sekarang sedang melakukan apa yang disebut Omnibus Law untuk menyelaraskan peraturan, kita memiliki 79 hukum untuk diharmonisasikan," tandasnya.
(ven)