RI Sandang Status Negara Maju, Indef: Jangan Bangga Jika Tak Ada Manfaatnya

Rabu, 26 Februari 2020 - 17:48 WIB
RI Sandang Status Negara Maju, Indef: Jangan Bangga Jika Tak Ada Manfaatnya
RI Sandang Status Negara Maju, Indef: Jangan Bangga Jika Tak Ada Manfaatnya
A A A
JAKARTA - Status negara maju yang baru-baru ini dikeluarkan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia dinilai perlu diteliti mendalam agar tak menjadi jebakan yang merugikan perekonomian nasional. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan, bahwa sikap tegas perlu diambil agar Indonesia siap secara nyata berdaya saing.

"Jangan bangga dengan status negara maju, tapi sebenernya kita tidak dapat manfaatnya," kata Ekonom senior Indef Aviliani saat ditemui usai menghadiri acara Economic Outlook 2020 di Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, Rabu, (26/2/2020).

(Baca Juga: AS Cabut Status Negara Berkembang RI, Luhut: Tak Benar Ada Strategi Licik)

Aviliani memaparkan, bahwa kebijakan AS mengeluarkan Indonesia dari negara berkembang telah diajukan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selain Indonesia, ada juga beberapa negara lain yang dicoret dalam daftar negara berkembang oleh AS yakni India, Afrika Selatan, China dan Brasil untuk berubah statusnya menjadi negara maju.

"Sebagai negara maju yang diakui organisasi dunia, Indonesia akan kehilangan banyak fasilitas sebagai negara berkembang seperti fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS," ungkapnya.

(Baca Juga: Sri Mulyani: Dampak AS Hapus RI dari Daftar Negara Berkembang Tak Besar)

GSP merupakan sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum WTO. "Kalau saya melihatnya menjadi negara maju itu kalau kita daya saingnya udah bagus, artinya GSP itu bukan hanya bertahan untuk AS loh. Kalau sudah dilakukan WTO, berarti berlaku untuk seluruh dunia," jelas Aviliani.

Untuk menjadi negara maju lanjutnya, Indonesia masih membutuhkan waktu yang cukup panjang membenahi angka pengangguran hingga pendapatab per kapita yang baru di angka USD4 ribu. Meski dunia mengakui Indonesia memiliki potensi dan kapasitas ekonomi, Indonesia perlu berada terlebih dahulu pada posisi daya tawar ekonomi yang besar.

"Jadi kalau dilihat dari itu ya (Indonesia punya keunggulan) hanya pertumbuhan doang, kalau dibilang anggota G20 jangan lupa itu hanya melihat market, di mana-mana Indonesia jadi market dunia," imbuhnya.

Lebih lanjut Aviliani mengungkapkan tak sepakat dengan sikap pemerintah Indonesia yang dinilai santai menanggapi kebijakan yang digulirkan hanya untuk keuntungan sepihak. Indonesia dengan status sebagai negara maju mestinya sudah harus siap dari sisi industri serta pertumbuhan ekonomi yang merata. "Problemnya adalah apakah kita sudah siap, mereka tidak tergantung pada kita loh, kalau harga di kita tidak kompetitif mereka bisa mencari supply yang lain," ucap Aviliani.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5528 seconds (0.1#10.140)