Satgas Waspada Investasi Temukan Ratusan Fintech Ilegal

Senin, 16 Maret 2020 - 08:40 WIB
Satgas Waspada Investasi Temukan Ratusan Fintech Ilegal
Satgas Waspada Investasi Temukan Ratusan Fintech Ilegal
A A A
JAKARTA - Satgas Waspada Investasi (SWI) sampai dengan pertengahan Maret 2020 kembali menemukan 388 entitas fintech peer to peer lending ilegal. Sebelumnya, pada Januari 2020, SWI menemukan 120 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer to peer lending ilegal yang tidak terdaftar di OJK.

Dengan begitu, total sejak Januari–Maret 2020 fintech lending ilegal yang ditemukan mencapai 508 entitas. Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, total fintech lending ilegal yang ditangani Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018–Maret 2020 sebanyak 2.406 entitas.

“Kami tidak akan kendur untuk terus menyosialisasikan kepada masyarakat agar selalu waspada sebelum menggunakan fintech lending, mengikuti penawaran investasi, dan memanfaatkan usaha gadai swasta untuk melindungi masyarakat,” kata Tongam di Jakarta, kemarin.

Dia meminta kepada masyarakat agar terlebih dahulu memeriksa legalitas izin atau tanda terdaftar perusahaan fintech peer to peer lending, entitas penawar investasi dan gadai swasta pada OJK atau otoritas yang terkait. Masyarakat sebaiknya menanyakan terlebih dahulu ke Kontak OJK 157 atau WA 081157157157 atau email konsumen@ojk.go.id dan waspadainvestasi@ojk.go.id.

Masyarakat juga bisa melihat daftar fintech lending yang terdaftar dan berizin serta daftar perusahaan investasi ilegal di laman OJK. SWI yang terdiri dari 13 kementerian dan lembaga akan terus berupaya memberantas kegiatan fintech lending, penawaran investasi, dan gadai swasta ilegal ini dengan berbagai langkah antara lain, pertama, mengajukan blokir laman dan aplikasi secara rutin pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Kedua, memutus akses keuangan dari fintech lending ilegal, seperti menyampaikan imbauan pada perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi pada OJK untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan fintech lending ilegal.

“Meminta Bank Indonesia untuk melarang fintech payment system memfasilitasi fintech lending ilegal dan menyampaikan laporan informasi pada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum,” kata Tongam.

Kemudian peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk sosialisasi dan penanganan fintech lending ilegal. Sampai pertengahan Maret, kata dia, SWI juga sudah menemukan dan menghentikan 15 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan penawaran investasi tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat. Menurutnya, 15 entitas ini berusaha memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.

Sejumlah entitas penawaran investasi ilegal ini juga menduplikasi laman entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah laman tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin. Dari 15 entitas tersebut di antaranya melakukan kegiatan, seperti tujuh perdagangan forex tanpa izin, empat investasi uang, dan empat investasi lainnya.

Selain itu, SWI juga menemukan 25 usaha pergadaian ilegal yang dilakukan tanpa izin dari OJK sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (POJK). Dalam ketentuan POJK itu, seluruh kegiatan usaha pergadaian swasta diwajibkan untuk mendaftarkan diri pada Otoritas Jasa Keuangan dalam tenggat batas waktu dua tahun sejak POJK tersebut terbit, yaitu batas akhir Juli tahun 2019.

“Sebelumnya pada 2019, SWI telah mengumumkan 68 entitas gadai ilegal sehingga total sejak 2019 sampai dengan Maret 2020 menjadi 93 entitas gadai ilegal dan tidak menutup kemungkinan akan banyak lagi entitas gadai ilegal yang akan ditemukan SWI,” katanya.

SWI juga mengimbau kepada masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memahami hal-hal di antaranya memastikan pihak yang menawarkan investasi itu memiliki perizinan dari otoritas berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Lalu memastikan pihak yang menawarkan produk investasi memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. Kemudian memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengamat IT Heru Sutadimengatakan masih munculnyafintech ilegal karena pembuatanaplikasi yang terbilang mudahbahkan pasar untuk pinjamandi Indonesia juga masih sangatbesar.

“Tingkat literasi masya-rakat masih perlu ditingkatkansebab sekarang masyarakat ma-sih minim literasi. Ini yang men-jadi tugas OJK juga dan Komin-fo untuk memberikan literasidan sosialisasi,” kata Heru.

Menurut dia, OJK juga bisadengan terus-menerus me-mantau fintechyang ilegal dandilakukan pemblokiran secaracepat. Tapi di sisi lain, karena pe-minjam juga banyak dan di-butuhkan, sistem pendaftaranatau mendapatkan izin perludipermudah.

“Dengan tetap memperke-tat pengawasan dan sanksi yangtegas jika ada pelanggaran,”tandasnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5473 seconds (0.1#10.140)