Pembatasan BBM subsidi kendaraan dinas macet
A
A
A
Sindonews.com - Upaya pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah bagi kendaraan dinas, tidak berjalan mulus. Meski semua kendaraan dinas diimbau untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi, kenyataannya, hanya 28 persen yang berjalan.
Anggota Komisi VII DPR, Isma Yatun menuturkan, pemerintah saat ini kesulitan mengawasi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi. Bahkan, program agar kendaraan pemerintah dan perusahaan negara tidak mengonsumsi BBM bersubsidi tidak tercapai.
"Di Jawa dan Bali, dari target 80 persen kendaraan, hanya 23 persen saja yang tercapai, belum lagi daerah lain," katanya dalam acara diskusi mengenai kenaikan harga BBM di FEB UGM Yogyakarta, Sabtu (23/2/2013).
Menurutnya, menaikkan harga BBM menjadi pilihan yang sulit bagi pemerintah. Jika pemerintah menaikkan harga sesuai dengan harga internasional, maka harga BBM akan menjadi Rp9 ribu per liter. "Apakah pemerintah berani menaikkan hingga harga keekonomian?," katanya.
Kendati demikian, Anggota Badan Anggaran DPR ini menyarankan pemerintah untuk melakukan langkah mengurangi subsidi BBM secara betahap agar subsidi yang mencapai 2,1 dari PDB tersebut bisa dialihkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan mengurangi jumlah masyarakat miskin.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan menjelaskan, alokasi subsidi BBM dari tahun ke tahun selalu bertambah, sehingga membebani APBN. Dia menyebutkan pada 2011 subsidi BBM mencapai Rp129 triliun dan pada 2012 meningkat menjadi Rp165 triliun.
"Beban anggaran cukup besar. Selain subsidi BBM, kita masih punya utang subsidi sebesar Rp23 triliun untuk 2012. Utang tersebut belum dibayar," ungkapnya.
Anggota Komisi VII DPR, Isma Yatun menuturkan, pemerintah saat ini kesulitan mengawasi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi. Bahkan, program agar kendaraan pemerintah dan perusahaan negara tidak mengonsumsi BBM bersubsidi tidak tercapai.
"Di Jawa dan Bali, dari target 80 persen kendaraan, hanya 23 persen saja yang tercapai, belum lagi daerah lain," katanya dalam acara diskusi mengenai kenaikan harga BBM di FEB UGM Yogyakarta, Sabtu (23/2/2013).
Menurutnya, menaikkan harga BBM menjadi pilihan yang sulit bagi pemerintah. Jika pemerintah menaikkan harga sesuai dengan harga internasional, maka harga BBM akan menjadi Rp9 ribu per liter. "Apakah pemerintah berani menaikkan hingga harga keekonomian?," katanya.
Kendati demikian, Anggota Badan Anggaran DPR ini menyarankan pemerintah untuk melakukan langkah mengurangi subsidi BBM secara betahap agar subsidi yang mencapai 2,1 dari PDB tersebut bisa dialihkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan mengurangi jumlah masyarakat miskin.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan menjelaskan, alokasi subsidi BBM dari tahun ke tahun selalu bertambah, sehingga membebani APBN. Dia menyebutkan pada 2011 subsidi BBM mencapai Rp129 triliun dan pada 2012 meningkat menjadi Rp165 triliun.
"Beban anggaran cukup besar. Selain subsidi BBM, kita masih punya utang subsidi sebesar Rp23 triliun untuk 2012. Utang tersebut belum dibayar," ungkapnya.
(izz)