Pemerintah dinilai tak transparan soal UU Minerba
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menilai pemerintah tidak transparan terkait implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terkait larangan ekspor mineral mentah tetap.
“Terkait implementasi UU Minerba itu, jelas terlihat bahwa pemerintah tidak transparan. Aturannya diselesaikan pada 11 Januari 2014 dan esoknya langsung diberlakukan. Jadi tidak ada waktu untuk sosialisasi sama sekali," kata dia dalam rilisnya, Rabu (15/1/2014)
Menurut dia, harusnya regulasi itu diselesaikan lebih awal lalu disosialisasikan sebelum diberlakukan pada 12 Januari 2014. Pasalnya, disahkannya UU Minerba itu pada 12 Januari 2014 pukul 00.00 WIB oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), maka secara otomatis pemerintah sudah memberlakukannya secara nasional.
Dia menuturkan, sulit dimengerti jika peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UU Minerba itu langsung diberlakukan tanpa sosialisasi kepada masyarakat luas.
Demikian juga dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menjadi panduan pelarangan ekspor mineral mentah dan bahan tambang yang tidak diolah sama sekali. Padahal, bea cukai sudah ditugaskan fokus pada pelarangan bahan mentah atau bahan yang tidak diolah sama sekali.
Akibatnya, menurut dia, potensi perilaku “kucing-kucingan” dan “akal-akalan” masih terjadi dengan berlindung pada regulasi yang belum disosialisasikan tersebut.
“Ini kan berarti masih menyisakan celah terjadinya praktik KKN dari implementasi UU Minerba itu sebab tanpa sosialisasi PMK itu, bagaimana mungkin tercipta kesepahaman antara pemerintah dan eksportir minerba? Ujung-ujungnya, tergantung siapa menafsirkan apa nantinya. Hal ini semakin memperkuat dugaan kami bahwa pemerintah tidak transparan dalam hal ini,” tutur Dito.
Lebih lanjut Dito mengatakan, dengan belum disosialisasikannya PMK akan membuat regulasi itu multitafsir dan semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekspor mineral dan batu bara mentah.
Selain itu, dia menambahkan, pemerintah juga semakin kesulitan untuk mengawasi ekspor minerba mentah ilegal yang mungkin dilakukan lewat pelabuhan nonresmi.
“Bagaimana mungkin pemerintah belum menyosialisasikan kebijakannya, padahal implementasinya sudah dijalankan? Kami mengajak seluruh masyarakat dan stakeholders untuk menyoroti ketidaktransparanan yang dilakukan pemerintah ini," ujar dia.
Apalagi sebelumnya, kata dia, pemerintah sudah memutuskan untuk menurunkan batas maksimal ekspor minerba dari aturan yang ditetapkan oleh UU Minerba.
“Terkait implementasi UU Minerba itu, jelas terlihat bahwa pemerintah tidak transparan. Aturannya diselesaikan pada 11 Januari 2014 dan esoknya langsung diberlakukan. Jadi tidak ada waktu untuk sosialisasi sama sekali," kata dia dalam rilisnya, Rabu (15/1/2014)
Menurut dia, harusnya regulasi itu diselesaikan lebih awal lalu disosialisasikan sebelum diberlakukan pada 12 Januari 2014. Pasalnya, disahkannya UU Minerba itu pada 12 Januari 2014 pukul 00.00 WIB oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), maka secara otomatis pemerintah sudah memberlakukannya secara nasional.
Dia menuturkan, sulit dimengerti jika peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UU Minerba itu langsung diberlakukan tanpa sosialisasi kepada masyarakat luas.
Demikian juga dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menjadi panduan pelarangan ekspor mineral mentah dan bahan tambang yang tidak diolah sama sekali. Padahal, bea cukai sudah ditugaskan fokus pada pelarangan bahan mentah atau bahan yang tidak diolah sama sekali.
Akibatnya, menurut dia, potensi perilaku “kucing-kucingan” dan “akal-akalan” masih terjadi dengan berlindung pada regulasi yang belum disosialisasikan tersebut.
“Ini kan berarti masih menyisakan celah terjadinya praktik KKN dari implementasi UU Minerba itu sebab tanpa sosialisasi PMK itu, bagaimana mungkin tercipta kesepahaman antara pemerintah dan eksportir minerba? Ujung-ujungnya, tergantung siapa menafsirkan apa nantinya. Hal ini semakin memperkuat dugaan kami bahwa pemerintah tidak transparan dalam hal ini,” tutur Dito.
Lebih lanjut Dito mengatakan, dengan belum disosialisasikannya PMK akan membuat regulasi itu multitafsir dan semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekspor mineral dan batu bara mentah.
Selain itu, dia menambahkan, pemerintah juga semakin kesulitan untuk mengawasi ekspor minerba mentah ilegal yang mungkin dilakukan lewat pelabuhan nonresmi.
“Bagaimana mungkin pemerintah belum menyosialisasikan kebijakannya, padahal implementasinya sudah dijalankan? Kami mengajak seluruh masyarakat dan stakeholders untuk menyoroti ketidaktransparanan yang dilakukan pemerintah ini," ujar dia.
Apalagi sebelumnya, kata dia, pemerintah sudah memutuskan untuk menurunkan batas maksimal ekspor minerba dari aturan yang ditetapkan oleh UU Minerba.
(rna)