Petani Hortikultura Didorong Tingkatkan Nilai Tambah
A
A
A
MATARAM - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengaku pihaknya terus mendorong agar para petani, khususnya petani hortikultura untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertaniannya dengan mengolahnya menjadi produk yang lebih variatif.
Salah satu upaya yang dilakukannya adalah dengan pembentukan sentra pengemasan yang pada dasarnya berkonsentrasi di tahap pengolahan awal. Pembentukan sentra pengemasan ini bekerja sama dengan Asosiasi Pengolahan Hortikultura (Aspehorti).
"Jadi bagaimana mengubah produk hortikultura segar, yang kelebihan itu kemudian diamankan kelebihannya tadi dalam bentuk pengolahan itu. Karena kan tidak mungkin pada waktu panen semua pada waktu singkat harus di konsumsi Segar," ujar dia dalam acara peresmian Sentra Pengolahan Hortikultura Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Sabtu (21/6/2014).
Dia menuturkan, ketika panen datang, para petani seringkali dipusingkan dengan kondisi produk/hasil panen yang tidak tentu langsung habis dikonsumsi dalam waktu yang singkat.
"Tentu disitu terjadi problem di para petani kita. Ada istilahnya panic selling. Dia harus menjual kalau enggak nanti busuk, daripada busuk lebih baik dia jual situasinya panik berapapun harganya. Daripada menjadi sia-sia," imbuh Rusman.
Oleh sebab itu, kondisi kritis ini lebih baik dimanfaatkan untuk mencari nilai tambah dari produk hasil pertanian. Sehingga petani pun akan lebih punya kepastian.
"Nah rumah pengemasan ini sebenarnya adalah rangkaian terakhir sebelum dikonsumsi masyarakat maupun diekspor. Jadi disinilah menjadi excellent center untuk bagaimana pengemasan," tukasnya.
Sementara, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementan, Yusni Emilia Harahap menuturkan bahwa upaya ini adalah untuk menghindarkan petani dari Harga yang terlampau jatuh, busuk, dan tidak terjual lagi. Sebab kondisinya, para petani tidak memiliki gudang penyimpanan.
"Nah dibantu lagi dengan fasilitas rumah kemas, menjadi lebih menarik jangka berlakunya panjang. Dengan demikian petani termotivasi untuk terus memproduksi hortikultura. Dan mereka sudah memperoleh jalan keluar karena dia sendiri bingung," terang Yusni.
Saat ini, sentra pengemasan hortikultura yang ada di Indonesia baru berjumlah 8 unit. Dia mengatakan, pihaknya menggelontorkan dana sekitar Rp1 miliar untuk satu sentra pengemasan.
"Kita juga akan mengusahakan dari perusahaan-perusahaan, dari dana CSRnya. Sangat membantu sekarang, kalau petani masih terbatas skala kecil. Hadirnya rumah kemasan ini memahami skala yang cocok untuk petani, di fasilitasi dengan aspek pemasarannya. Sekali lagi melalui APBN difasilitasi, memungkinkan untuk setiap kabupaten minimal satu," tukas dia.
Salah satu upaya yang dilakukannya adalah dengan pembentukan sentra pengemasan yang pada dasarnya berkonsentrasi di tahap pengolahan awal. Pembentukan sentra pengemasan ini bekerja sama dengan Asosiasi Pengolahan Hortikultura (Aspehorti).
"Jadi bagaimana mengubah produk hortikultura segar, yang kelebihan itu kemudian diamankan kelebihannya tadi dalam bentuk pengolahan itu. Karena kan tidak mungkin pada waktu panen semua pada waktu singkat harus di konsumsi Segar," ujar dia dalam acara peresmian Sentra Pengolahan Hortikultura Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Sabtu (21/6/2014).
Dia menuturkan, ketika panen datang, para petani seringkali dipusingkan dengan kondisi produk/hasil panen yang tidak tentu langsung habis dikonsumsi dalam waktu yang singkat.
"Tentu disitu terjadi problem di para petani kita. Ada istilahnya panic selling. Dia harus menjual kalau enggak nanti busuk, daripada busuk lebih baik dia jual situasinya panik berapapun harganya. Daripada menjadi sia-sia," imbuh Rusman.
Oleh sebab itu, kondisi kritis ini lebih baik dimanfaatkan untuk mencari nilai tambah dari produk hasil pertanian. Sehingga petani pun akan lebih punya kepastian.
"Nah rumah pengemasan ini sebenarnya adalah rangkaian terakhir sebelum dikonsumsi masyarakat maupun diekspor. Jadi disinilah menjadi excellent center untuk bagaimana pengemasan," tukasnya.
Sementara, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementan, Yusni Emilia Harahap menuturkan bahwa upaya ini adalah untuk menghindarkan petani dari Harga yang terlampau jatuh, busuk, dan tidak terjual lagi. Sebab kondisinya, para petani tidak memiliki gudang penyimpanan.
"Nah dibantu lagi dengan fasilitas rumah kemas, menjadi lebih menarik jangka berlakunya panjang. Dengan demikian petani termotivasi untuk terus memproduksi hortikultura. Dan mereka sudah memperoleh jalan keluar karena dia sendiri bingung," terang Yusni.
Saat ini, sentra pengemasan hortikultura yang ada di Indonesia baru berjumlah 8 unit. Dia mengatakan, pihaknya menggelontorkan dana sekitar Rp1 miliar untuk satu sentra pengemasan.
"Kita juga akan mengusahakan dari perusahaan-perusahaan, dari dana CSRnya. Sangat membantu sekarang, kalau petani masih terbatas skala kecil. Hadirnya rumah kemasan ini memahami skala yang cocok untuk petani, di fasilitasi dengan aspek pemasarannya. Sekali lagi melalui APBN difasilitasi, memungkinkan untuk setiap kabupaten minimal satu," tukas dia.
(gpr)