Kalangan Pengembang Khawatir dengan Merger PU dan Pera
A
A
A
BANDUNG - Penggabungan atau merger dua kementerian Pekerjaan Umum (PU) dengan Perumahan Rakyat (Pera) pada kabinet kerja masa pemerintahan Jokowi-JK dinilai akan membuat pembangunan rumah rakyat tersendat. Karenanya, merger tersebut tidak disetujui oleh kalangan pengembang.
“Kami kurang setuju dengan penggabungan tersebut. Sektor perumahan rakyat tidak akan seleluasa ketika menjadi kementerian tunggal tanpa penggabungan. Saat ini banyak permasalahan perumahan rakyat yang belum tuntas,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (AP2ERSI) Ferry Sandiyana kepada wartawan, Rabu (29/10/2014).
Dia melanjutkan, persoalan yang ada di sektor perumahan rakyat membutuhkan kerja yang cukup tinggi. Penggabungan tersebut dipastikan membutuhkan waktu cukup lama untuk proses penyesuaian.
“Pada masa pemerintahan sebelumnya yang dipimpin SBY PU dan perumahan rakyat dipisahkan. Wajar kalau setelahnya digabungkan akan butuh waktu untuk proses penyesuaian dalam menyelesaikan persoalan perumahan rakyat. Apalagi baik PU maupun perumahan rakyat memiliki lingkup pekerjaan yang sangat luas,” katanya.
Pada awalnya, kalangan anggota DPR sempat menolak penggabungan ini. Ketika itu, para wakil rakyat menilai persoalan perumahan harus menjadi prioritas karena tergolong barang kebutuhan pokok masyarakat sama seperti Pangan ataupun Sandang.
“Banyak persoalan perumahan yang hingga kini belum tuntas. Di antaranya adalah angka backlog yang terus meningkat hingga menyentuh 15 juta unit. Ini indikasi bahwa Indonesia masih dalam kondisi darurat perumahan. Saya khawatir dengan penggabungan tersebut malah membuat permasalahan semakin banyak," tuturnya.
Dia mengakui, meskipun kurang setuju, pihaknya tetap berharap akan ada dampak positif dari penggabungan tersebut. Karenanya, pihaknya siap mendukung penuh kementerian PU dan perumahan rakyat ini.
“Sekarang sudah digabungkan. Tinggal bagaimana kami bisa menunjukkan dukungan penuh terhadap kementerian ini. Ke depan, proyek PU yang sebagian besar melalui proses lelang harus lebih selaras dan mendukung pengembangan rumah rakyat. Misalkan, proyek pengerjaan infrastruktur jalan raya harus menyentuh wilayah pelosok yang kerap menjadi lokasi pengembangan rumah rakyat mengingat harga lahan di perkotaan sangat mahal,” paparnya.
Kekhawatiran yang sama diperlihatkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Real Estate Indonesia (REI) Hari Raharta Sudrajat. Terlebih, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono bukan sosok yang berasal dari praktisi atau orang yang kompeten di bidang perumahan. Yang bersangkutan sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Penataan Ruang.
“Saya sedikit kecewa dengan penggabungan tersebut. Sebab, ada kekhawatiran penanganan permasalahan perumahan menjadi lebih lamban,” imbuhnya.
“Kami kurang setuju dengan penggabungan tersebut. Sektor perumahan rakyat tidak akan seleluasa ketika menjadi kementerian tunggal tanpa penggabungan. Saat ini banyak permasalahan perumahan rakyat yang belum tuntas,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (AP2ERSI) Ferry Sandiyana kepada wartawan, Rabu (29/10/2014).
Dia melanjutkan, persoalan yang ada di sektor perumahan rakyat membutuhkan kerja yang cukup tinggi. Penggabungan tersebut dipastikan membutuhkan waktu cukup lama untuk proses penyesuaian.
“Pada masa pemerintahan sebelumnya yang dipimpin SBY PU dan perumahan rakyat dipisahkan. Wajar kalau setelahnya digabungkan akan butuh waktu untuk proses penyesuaian dalam menyelesaikan persoalan perumahan rakyat. Apalagi baik PU maupun perumahan rakyat memiliki lingkup pekerjaan yang sangat luas,” katanya.
Pada awalnya, kalangan anggota DPR sempat menolak penggabungan ini. Ketika itu, para wakil rakyat menilai persoalan perumahan harus menjadi prioritas karena tergolong barang kebutuhan pokok masyarakat sama seperti Pangan ataupun Sandang.
“Banyak persoalan perumahan yang hingga kini belum tuntas. Di antaranya adalah angka backlog yang terus meningkat hingga menyentuh 15 juta unit. Ini indikasi bahwa Indonesia masih dalam kondisi darurat perumahan. Saya khawatir dengan penggabungan tersebut malah membuat permasalahan semakin banyak," tuturnya.
Dia mengakui, meskipun kurang setuju, pihaknya tetap berharap akan ada dampak positif dari penggabungan tersebut. Karenanya, pihaknya siap mendukung penuh kementerian PU dan perumahan rakyat ini.
“Sekarang sudah digabungkan. Tinggal bagaimana kami bisa menunjukkan dukungan penuh terhadap kementerian ini. Ke depan, proyek PU yang sebagian besar melalui proses lelang harus lebih selaras dan mendukung pengembangan rumah rakyat. Misalkan, proyek pengerjaan infrastruktur jalan raya harus menyentuh wilayah pelosok yang kerap menjadi lokasi pengembangan rumah rakyat mengingat harga lahan di perkotaan sangat mahal,” paparnya.
Kekhawatiran yang sama diperlihatkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Real Estate Indonesia (REI) Hari Raharta Sudrajat. Terlebih, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono bukan sosok yang berasal dari praktisi atau orang yang kompeten di bidang perumahan. Yang bersangkutan sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Penataan Ruang.
“Saya sedikit kecewa dengan penggabungan tersebut. Sebab, ada kekhawatiran penanganan permasalahan perumahan menjadi lebih lamban,” imbuhnya.
(gpr)