China dan Barat Berlomba Menguasai Lithium di Afrika, Siapa Pemenangnya?
Rabu, 21 Juni 2023 - 04:34 WIB
"Gelombang pertama investasi China telah terjadi dan itu telah menyebabkan perusahaan-perusahaan barat terbangun," kata Viljoen kepada Financial Times setelah tur ke lokasi pabrik Andrada.
Lebih dari sekedar lithium yang dipertaruhkan. Dari Brussels ke London hingga Washington, telah muncul kekhawatiran atas akses ke mineral kritis setelah pecahnya perang Rusia Ukraina dan di tengah meningkatnya ketegangan antara barat dan China.
Kondisi ini membuat China telah membangun posisi dominan di banyak mineral yang sangat penting untuk transisi energi, termasuk kobalt, lithium, dan logam tanah jarang. Sedangkan barat sedang bersiap untuk menghabiskan ratusan miliar dolar saat mencoba mengejar ketinggalan.
Salah satu pengunjung baru-baru ini ke Uis adalah Thierry Breton, komisaris pasar internal Uni Eropa yang bertanggung jawab atas strategi blok untuk memastikan pasokan mineral penting. Dia memuji tambang itu sebagai "salah satu tambang hardrock lithium terbesar di dunia" lewat media sosial, Twitter.
Selain itu Amos Hochstein, utusan keamanan energi Joe Biden juga telah melakukan tur ke Afrika dan mengatakan, Amerika Serikat atau AS berencana mulai memberlakukan strategi dalam berinvestasi ke sektor tersebut di benua Afrika.
"Kita harus memiliki pertambangan di banyak negara, perusahaan, dan perlu ada persaingan," katanya.
"Tidak begitu kaget bila orang Cina sampai di sana lebih dulu. Mereka ada di sana lebih dulu. Itu sudah terjadi," kata direktur eksekutif Critical Metals, Russell Fryer, investor yang terdaftar di London di tambang Afrika.
Setelah Zimbabwe, Namibia adalah negara berikutnya dalam pandangan investor China. Bulan lalu Huayou Cobalt juga mendapatkan pijakan di Erongo dengan investasi kecil namun simbolis di Askari, sebuah perusahaan Australia yang mengeksplorasi di Uis.
Xinfeng, sebuah perusahaan eksplorasi China yang aktif di Erongo, telah menambang puluhan ribu ton bijih lithium mentah dan mengirimkannya ke China.
Booming Baterai
Lebih dari sekedar lithium yang dipertaruhkan. Dari Brussels ke London hingga Washington, telah muncul kekhawatiran atas akses ke mineral kritis setelah pecahnya perang Rusia Ukraina dan di tengah meningkatnya ketegangan antara barat dan China.
Kondisi ini membuat China telah membangun posisi dominan di banyak mineral yang sangat penting untuk transisi energi, termasuk kobalt, lithium, dan logam tanah jarang. Sedangkan barat sedang bersiap untuk menghabiskan ratusan miliar dolar saat mencoba mengejar ketinggalan.
Salah satu pengunjung baru-baru ini ke Uis adalah Thierry Breton, komisaris pasar internal Uni Eropa yang bertanggung jawab atas strategi blok untuk memastikan pasokan mineral penting. Dia memuji tambang itu sebagai "salah satu tambang hardrock lithium terbesar di dunia" lewat media sosial, Twitter.
Selain itu Amos Hochstein, utusan keamanan energi Joe Biden juga telah melakukan tur ke Afrika dan mengatakan, Amerika Serikat atau AS berencana mulai memberlakukan strategi dalam berinvestasi ke sektor tersebut di benua Afrika.
"Kita harus memiliki pertambangan di banyak negara, perusahaan, dan perlu ada persaingan," katanya.
"Tidak begitu kaget bila orang Cina sampai di sana lebih dulu. Mereka ada di sana lebih dulu. Itu sudah terjadi," kata direktur eksekutif Critical Metals, Russell Fryer, investor yang terdaftar di London di tambang Afrika.
Setelah Zimbabwe, Namibia adalah negara berikutnya dalam pandangan investor China. Bulan lalu Huayou Cobalt juga mendapatkan pijakan di Erongo dengan investasi kecil namun simbolis di Askari, sebuah perusahaan Australia yang mengeksplorasi di Uis.
Xinfeng, sebuah perusahaan eksplorasi China yang aktif di Erongo, telah menambang puluhan ribu ton bijih lithium mentah dan mengirimkannya ke China.
Booming Baterai
tulis komentar anda