Menangkap Emisi Karbon, Penerapan CCUS Dinilai Mahal
Senin, 03 Juli 2023 - 17:47 WIB
Sayangnya dalam perhelatan KTT G7 beberapa waktu lalu, Jepang selaku anggota IPG dan tuan rumah KTT malah mendorong Green Transformation (GX) Policy yang memuat perluasan penggunaan LNG, PLTU batubara dengan co-firing ammonia, hydrogen, hingga CCS.
“Kita patut mempertanyakan komitmen negara anggota IPG dalam keseriusan mengatasi krisis iklim karena komitmen tersebut masih belum tercermin dalam tindakan nyata malah sebaliknya sibuk mendorong penggunaan teknologi solusi palsu”, ujar Novita.
Teknologi CCUS yang mahal dan riskan, dinilai tidak seharusnya masuk dalam skema JETP. Diyakini hal itu berpotensi menghambat Indonesia dari target dekarbonisasi dan mencapai target Perjanjian Paris.
Novita menambahkan, begitu pula dalam ekstraksi gas dan minyak, yang notabene masih menyokong ekstraksi fosil, teknologi ini tidak seharusnya digunakan. Para ilmuwan IPCC telah memperingatkan, bahwa laju angka pemanasan global telah mencapai 1,1°C akibat penggunaan energi fosil, dan aksi iklim yang dilakukan masih belum cukup dalam mengatasi dampak krisis iklim.
Seketaris jenderal PBB Antònio Guterres⁶ menyatakan bahwa saat ini kita berjalan menuju bencana, begitu banyak industri energi kotor yang bersedia mempertaruhkan semuanya pada angan-angan, teknologi yang belum terbukti, dan solusi muluk daripada bertindak mengurangi produksi energi fosil itu sendiri.
“Aksi iklim seharusnya dilakukan secara serius, ambisius, tanpa memasukkan solusi palsu, dan dengan segera mengakhiri ketergantungan terhadap energi fosil untuk dapat memastikan masa depan berkelanjutan bumi yang layak ditinggali untuk semua," tegas Novita.
“Kita patut mempertanyakan komitmen negara anggota IPG dalam keseriusan mengatasi krisis iklim karena komitmen tersebut masih belum tercermin dalam tindakan nyata malah sebaliknya sibuk mendorong penggunaan teknologi solusi palsu”, ujar Novita.
Teknologi CCUS yang mahal dan riskan, dinilai tidak seharusnya masuk dalam skema JETP. Diyakini hal itu berpotensi menghambat Indonesia dari target dekarbonisasi dan mencapai target Perjanjian Paris.
Novita menambahkan, begitu pula dalam ekstraksi gas dan minyak, yang notabene masih menyokong ekstraksi fosil, teknologi ini tidak seharusnya digunakan. Para ilmuwan IPCC telah memperingatkan, bahwa laju angka pemanasan global telah mencapai 1,1°C akibat penggunaan energi fosil, dan aksi iklim yang dilakukan masih belum cukup dalam mengatasi dampak krisis iklim.
Seketaris jenderal PBB Antònio Guterres⁶ menyatakan bahwa saat ini kita berjalan menuju bencana, begitu banyak industri energi kotor yang bersedia mempertaruhkan semuanya pada angan-angan, teknologi yang belum terbukti, dan solusi muluk daripada bertindak mengurangi produksi energi fosil itu sendiri.
“Aksi iklim seharusnya dilakukan secara serius, ambisius, tanpa memasukkan solusi palsu, dan dengan segera mengakhiri ketergantungan terhadap energi fosil untuk dapat memastikan masa depan berkelanjutan bumi yang layak ditinggali untuk semua," tegas Novita.
(akr)
tulis komentar anda