Emisi PLTU yang Terkonsentrasi Punya Nilai Ekonomi dan Tidak Beterbangan
Rabu, 23 Agustus 2023 - 21:27 WIB
JAKARTA - Fly ash, emisi pembangkit listrik tenaga uap ( PLTU ) berbasis batu bara, yang sudah terkonsentrasi memiliki nilai ekonomi untuk dijadikan salah satu bahan campuran untuk semen menyusul diterapkannya teknologi Electrostatic Precipitator/ESP. Rata-rata PLTU sudah dipasangi ESP dan hasil penyaringan fly ash dengan ESP mencapai 99,5% sehingga tidak beterbangan.
“Hasil penyaringan emisi itu (fly ash) juga berguna untuk bahan baku semen. Fly ash sudah menjadi nilai tambah,” kata ahli emisi udara dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Anton Irawan, dalam keterangan tertulis, Rabu (23/8/2023).
Hasil penyaringan emisi tersebut, paparnya, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU. Menurutnya, asap yang dihasilkan sekarang berbeda karena ada pengelolaan pembangkitanan listrik berbasis batu bara di Tanah Air..
"Tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambien tetap di bawah baku mutu emisi sesuai PP No. 22/2021 pada lampiran VII” katanya.
Saat ini, paparnya, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK). Dia berpandangan, pembangkitan listrik berbasis batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam.
"Apalagi musuh. Semua sudah memenuhi standar yang ditetapkan dunia,” klaim Anton.
Lagi pula, Anton menegaskan, kajian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli-Agustus Pada Juli-Agustus tahun ini, angin sedang mengarah ke Samudra Hindia.
"Jadi sangat tidak mungkin mengarah ke Jakarta dengan jarak yang lebih dari 100 km.”
Menurutnya, sebuah kajian yang menyebut emisi PLTU sebagai penyebab polusi Jakarta mengabaikan sektor lain dalam pemodelannya seperti sektor transportasi dan industri. “Sudah banyak kajian yang menyatakan transportasi sebagai penyebab utama polusi udara,” tambah Anton.
Anton menilai, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun.
Baca Juga
“Hasil penyaringan emisi itu (fly ash) juga berguna untuk bahan baku semen. Fly ash sudah menjadi nilai tambah,” kata ahli emisi udara dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Anton Irawan, dalam keterangan tertulis, Rabu (23/8/2023).
Hasil penyaringan emisi tersebut, paparnya, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU. Menurutnya, asap yang dihasilkan sekarang berbeda karena ada pengelolaan pembangkitanan listrik berbasis batu bara di Tanah Air..
"Tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambien tetap di bawah baku mutu emisi sesuai PP No. 22/2021 pada lampiran VII” katanya.
Saat ini, paparnya, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK). Dia berpandangan, pembangkitan listrik berbasis batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam.
"Apalagi musuh. Semua sudah memenuhi standar yang ditetapkan dunia,” klaim Anton.
Lagi pula, Anton menegaskan, kajian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli-Agustus Pada Juli-Agustus tahun ini, angin sedang mengarah ke Samudra Hindia.
"Jadi sangat tidak mungkin mengarah ke Jakarta dengan jarak yang lebih dari 100 km.”
Menurutnya, sebuah kajian yang menyebut emisi PLTU sebagai penyebab polusi Jakarta mengabaikan sektor lain dalam pemodelannya seperti sektor transportasi dan industri. “Sudah banyak kajian yang menyatakan transportasi sebagai penyebab utama polusi udara,” tambah Anton.
Anton menilai, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda