Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana?
Selasa, 04 Agustus 2020 - 16:22 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mungkin mematikan industri rokok nasional . Pasalnya, jutaan tenaga kerja hidup dan bekerja di sektor industri kretek nasional sehingga apabila dipaksa maka pemerintah harus siap menyediakan lapangan kerja bagi petani tembakau dan buruh rokok.
"Dalam kondisi resesi ekonomi seperti saat ini, pemerintah akan mengalami kesulitan untuk menyediakan lapangan kerja pengganti industri rokok nasional," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Chandra Fajri Ananda, di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Menurut dia RPJMN 2020-2024 memang terdapat klausul rencana penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai sehingga menuai polemik hingga saat ini. Menurut dia penerapan simplifikasi cukai dapat mematikan industri rokok nasional sehingga pihaknya menyarankan agar pemerintah tetap menjalankan aturan yang selama ini sudah berjalan dengan baik."Jika dengan cara yang lama, target penerimaan negara dari cukai rokok tetap terpenuhi, menurut saya pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai, dari 10 tier menjadi 3 tier," terang Chandra.
Menurut Chandra, apabila pemerintah belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan pengganti bagi jutaan tenaga kerja industri rokok, namun sudah mematikan industri hasil tembakau, pasti akan mendapatkan protes bertubi-tubi dari jutaan tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya. "Karena itu RPJMN 2020-2024 yang meniadakan industri hasil tembakau tidak mungkin dapat dilaksanakan," kata dia.
Dia menandaskan selama ini industri kretek nasional telah mampu menyerap jutaan tenaga kerja padat karya. Dan yang menjadi pertanyaan, apakah sudah ada industri pengganti yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja industri rokok yang telah memberikan pemasukan ratusan triliun rupiah bagi negara. "Jika belum ada, jangan mematikan industri hasil tembakau nasional. Industri hasil tembakau nasional yang bernilai strategis harus dilindungi," tegas Chandra. Chandra meyakini bahwa Presiden Jokowi memiliki kepedulian dan perhatian terhadap keberlangsaungan dan keberadaan industri hasil tembakau nasional.
"Dalam kondisi resesi ekonomi seperti saat ini, pemerintah akan mengalami kesulitan untuk menyediakan lapangan kerja pengganti industri rokok nasional," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Chandra Fajri Ananda, di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Menurut dia RPJMN 2020-2024 memang terdapat klausul rencana penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai sehingga menuai polemik hingga saat ini. Menurut dia penerapan simplifikasi cukai dapat mematikan industri rokok nasional sehingga pihaknya menyarankan agar pemerintah tetap menjalankan aturan yang selama ini sudah berjalan dengan baik."Jika dengan cara yang lama, target penerimaan negara dari cukai rokok tetap terpenuhi, menurut saya pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai, dari 10 tier menjadi 3 tier," terang Chandra.
Menurut Chandra, apabila pemerintah belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan pengganti bagi jutaan tenaga kerja industri rokok, namun sudah mematikan industri hasil tembakau, pasti akan mendapatkan protes bertubi-tubi dari jutaan tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya. "Karena itu RPJMN 2020-2024 yang meniadakan industri hasil tembakau tidak mungkin dapat dilaksanakan," kata dia.
Dia menandaskan selama ini industri kretek nasional telah mampu menyerap jutaan tenaga kerja padat karya. Dan yang menjadi pertanyaan, apakah sudah ada industri pengganti yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja industri rokok yang telah memberikan pemasukan ratusan triliun rupiah bagi negara. "Jika belum ada, jangan mematikan industri hasil tembakau nasional. Industri hasil tembakau nasional yang bernilai strategis harus dilindungi," tegas Chandra. Chandra meyakini bahwa Presiden Jokowi memiliki kepedulian dan perhatian terhadap keberlangsaungan dan keberadaan industri hasil tembakau nasional.
(nng)
tulis komentar anda