Urgensi SRBI, Amunisi Baru BI untuk Mencegah Risiko Sistemik Likuiditas Rupiah?

Senin, 23 Oktober 2023 - 22:25 WIB
Bank Indonesia sebagai bank sentral berupaya untuk mengurangi dampak risiko likuiditas sistemik dengan menjaga kestabilan likuiditas serta kestabilan mata uang Rupiah. Penerbitan SRBI merupakan salah satu stimulus dari Bank Indonesia dalam meningkatkan investor asing dan membantu menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan penawaran risiko investasi yang lebih rendah.

Kemungkinan tingkat pengembalian dari SRBI ini bisa dikatakan beresiko rendah karena BI menjadikan SBN sebagai underlying. Jadi, SRBI bukan hanya instrumen keuangan biasa tetapi langkah berani Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi, menjaga nilai tukar Rupiah stabil, dan mengundang investasi baru ke Indonesia. Inovasi ini adalah contoh konkret bagaimana bank sentral dapat menjadi agen perubahan dalam ekonomi suatu negara.

Pasar menyambut baik penerbitan SRBI ditunjukan dengan tingginya penawaran dibandingkan dengan target (oversubscribed) dalam dua kali lelang SRBI pada September 2023. Menurut laporan operasi moneter Bank Indonesia pada lelang perdana tanggal 15 September 2023, dengan target awal Rp7 triliun ternyata pasar sangat merespon baik dengan hadirnya SRBI dimana penawaran yang masuk 4,2 kali dari target lelang atau sebesar Rp29,9 triliun.

Selanjutnya pada lelang kedua yaitu tanggal 20 September 2023, terdapat penawaran yang masuk sebesar Rp 15.6 triliun atau 3,12 kali lipat dari target awal yakni Rp 5 triliun.

Bank Indonesia juga melaporkan aliran modal asing, yang masuk ke pasar keuangan domestik sebesar Rp1,67 triliun pada periode 18-21 september 2023, termasuk pembelian SRBI di pasar sekunder sebesar Rp1,32 trilliun, sedangkan untuk periode 25-27 september 2023 menunjukan di pasar keuangan domestik tercatat beli neto sebesar Rp2.16 triliun di SRBI.

Hingga 9 kali lelang, SRBI telah mencapai outstandi Rp113 triliun dengan net beli SRBI oleh investor non residen sebesar Rp 9,81 triliun. Hal ini menunjukan Inovasi SRBI ini memberikan daya tarik tersendiri bagi investor termasuk investor asing karena bersifat traded (dapat diperdagangkan).

Saat ini SRBI menawarkan yield yang lebih menggiurkan dibandingkan dengan Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor yang sama. Pada tanggal 20 Oktober 2023, untuk tenor 6 bulan, SRBI menawarkan yield sebesar 6.363, lebih tinggi 0.78 poin dibandingkan dengan Obligasi Negara yang memiliki tenor yang sama, yang hanya menawarkan yield sebesar 5.847.

Untuk tenor 9 bulan, SRBI menawarkan yield sebesar 6.6443, selisih 0.28 poin dibandingkan dengan obligasi negara yang hanya memberikan yield sebesar 6.355. Bahkan, untuk tenor 12 bulan, SRBI masih unggul dengan yield sebesar 6.7069, lebih tinggi 0.50 poin dibandingkan dengan obligasi negara yang menawarkan yield sebesar 6.198.

Tak heran dengan karakteristik SRBI yang bisa diperdagangkan, tenor yang tidak panjang dan juga tingkat pengembalian yang menggiurkan. Investor sangat antusias dengan hadirnya SRBI. Tujuan BI untuk menjaga likuiditas rupiah akan tercapai dan SRBI akan menjadi amunisi yang ampuh bagi Bank Indonesia untuk semakin menarik dana asing agar tinggal lebih lama di dalam negeri.

Bank Indonesia melakukan penerbitan SRBI dengan tujuan mengendalikan inflasi, menjaga nilai tukar Rupiah stabil, dan mengundang Investor asing masuk ke Indonesia dinilai sangat tepat melihat kondisi rupiah yang tidak stabil.

Penulis juga menyarankan kepada Bank Indonesia untuk terus melakukan sosialisasi kepada agen, bank, maupun investor tentang SRBI, karena dengan masuknya Investor Asing ke Indonesia dengan membeli SRBI, tentu akan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang akan berdampak pada stabilnya inflasi dan semakin menurunya pembayaran Utang Luar Negeri pemerintah Indonesia yang kebanyakan bermata uang Valuta Asing serta pengelolaan likuiditas rupiah yang semakin baik di pasar uang.

Selain itu, upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengurangi risiko pelemahan nilai mata uang rupiah yaitu dengan mengurangi sedikit demi sedikit utang negara dalam mata uang asing dengan memanfaatkan investor domestik dalam belanja negara. pergeseran utang negara dari dolar AS ke dalam rupiah akan meminimalisir dampak buruk yang terjadi ketika terjadi ketidakstabilan mata uang Rupiah sehingga dampak dari risiko sistemik akan menurun.

Penulis:

Firly Armanda, Dianita Fitriani Pogram


(Magister Manajemen Universitas Indonesia)



Dewi Hanggraeni
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More