Jadi Backbone Energi Bersih Indonesia, Ekosistem Biomassa Perlu Diperkuat
Minggu, 24 Maret 2024 - 17:26 WIB
Iwan menambahkan, co-firing biomassa juga memiliki peran yang vital dalam akselerasi transisi energi, di mana energi bersih ini akan berkontribusi sebesar 3,6% dari total target bauran EBT 23% di tahun 2025. Co-firing biomassa memiliki keunggulan Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibanding akselerasi ke EBT lainnya. "Tak hanya itu, masyarakat lokal juga akan memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku biomassa ini," tambahnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X juga menegaskan dukungannya atas inisiatif diversifikasi sumber energi melalui pemanfaatan bahan bakar biomassa. Sultan ,menilai, inisiatif yang digagas oleh Kemenko Marves dan PLN EPI tersebut sangat penting dan strategis.
"Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi krisis energi ini. Kemitraan yang kuat antara sektor publik dan swasta dapat mendorong inovasi, investasi, dan pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memperkuat sistem energi kita," tegasnya.
Ketua Bebadan Pangreksa Loka Kraton Ngayogyakarta Raden Mas Guntilantika Marrel Suryokusumo menyampaikan, program pertama telah diinisasi di lahan kritis di Gunung Kidul. Dari program yang menjadi pilot project ini, kata dia, masyarakat dapat memetik manfaat berganda. "Diharapkan dengan adanya program ini mampu menyelesaikan masalah secara lokal, dan juga berkontribusi secara nasional," tandasnya.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Mohamad Siradj Parwito menyampaikan, biomassa kayu Indonesia bersumber dari pemulihan lahan terdegradasi. Ini terus dikembangkan agar terwujud ekosistem ekonomi sirkuler rendah karbon dan zero waste. "Salah satu contohnya adalah Green Economy Village yang dikembangkan bersama-sama dengan PT PLN EPI," katanya.
Sementara itu Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, untuk mencapai target penurunan emisi NDC tahun 2030 dan NZE 2060, diperlukan quickwin dari serangkaian program yang memiliki biaya produksi kompetitif.
"Co-firing biomassa pada PLTU adalah salah satu quickwin paralel menunggu kesiapan teknologi dan industri energi terbarukan lainnya. Program ini membuka lapangan pekerjaan paling banyak dan memiliki value creation green circular economy dengan melibatkan banyak UMKM dibanding energi terbarukan lainnya," paparnya.
Aris menjelaskan, potensi pemanfaatan sumber bahan baku pun bermunculan. Mulai dari berbagai jenis limbah baik dari pertanian, perkebunan, pertukangan, kehutanan, sampah maupun pemanfaatan lahan kering. "Potensi itu tersebar dan tersedia untuk kebutuhan minimal 10 juta ton biomassa, namun perlu didukung dengan regulasi dari Kementerian Lembaga terkait untuk sumber biomassa yang lestari dan berkelanjutan," lanjutnya.
Dia mencontohkan, PLN EPI telah bekerja sama dengan Kesultanan Yogyakarta dalam mengembangkan kawasan ekonomi hijau untuk mendukung NZE, ESG hingga SDG's. Co-firing biomassa, kata dia, dalam hal ini memberikan porsi nilai terbesar bagi UMKM dan perusahaan lokal dalam penyediaan feedstock dan proses bahan baku biomassa.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X juga menegaskan dukungannya atas inisiatif diversifikasi sumber energi melalui pemanfaatan bahan bakar biomassa. Sultan ,menilai, inisiatif yang digagas oleh Kemenko Marves dan PLN EPI tersebut sangat penting dan strategis.
"Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi krisis energi ini. Kemitraan yang kuat antara sektor publik dan swasta dapat mendorong inovasi, investasi, dan pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memperkuat sistem energi kita," tegasnya.
Ketua Bebadan Pangreksa Loka Kraton Ngayogyakarta Raden Mas Guntilantika Marrel Suryokusumo menyampaikan, program pertama telah diinisasi di lahan kritis di Gunung Kidul. Dari program yang menjadi pilot project ini, kata dia, masyarakat dapat memetik manfaat berganda. "Diharapkan dengan adanya program ini mampu menyelesaikan masalah secara lokal, dan juga berkontribusi secara nasional," tandasnya.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Mohamad Siradj Parwito menyampaikan, biomassa kayu Indonesia bersumber dari pemulihan lahan terdegradasi. Ini terus dikembangkan agar terwujud ekosistem ekonomi sirkuler rendah karbon dan zero waste. "Salah satu contohnya adalah Green Economy Village yang dikembangkan bersama-sama dengan PT PLN EPI," katanya.
Sementara itu Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, untuk mencapai target penurunan emisi NDC tahun 2030 dan NZE 2060, diperlukan quickwin dari serangkaian program yang memiliki biaya produksi kompetitif.
"Co-firing biomassa pada PLTU adalah salah satu quickwin paralel menunggu kesiapan teknologi dan industri energi terbarukan lainnya. Program ini membuka lapangan pekerjaan paling banyak dan memiliki value creation green circular economy dengan melibatkan banyak UMKM dibanding energi terbarukan lainnya," paparnya.
Aris menjelaskan, potensi pemanfaatan sumber bahan baku pun bermunculan. Mulai dari berbagai jenis limbah baik dari pertanian, perkebunan, pertukangan, kehutanan, sampah maupun pemanfaatan lahan kering. "Potensi itu tersebar dan tersedia untuk kebutuhan minimal 10 juta ton biomassa, namun perlu didukung dengan regulasi dari Kementerian Lembaga terkait untuk sumber biomassa yang lestari dan berkelanjutan," lanjutnya.
Dia mencontohkan, PLN EPI telah bekerja sama dengan Kesultanan Yogyakarta dalam mengembangkan kawasan ekonomi hijau untuk mendukung NZE, ESG hingga SDG's. Co-firing biomassa, kata dia, dalam hal ini memberikan porsi nilai terbesar bagi UMKM dan perusahaan lokal dalam penyediaan feedstock dan proses bahan baku biomassa.
Lihat Juga :
tulis komentar anda