Cadangan Devisa 12 Negara Asia Anjlok USD50 M, Indonesia Termasuk Paling Parah
Selasa, 23 Juli 2024 - 21:33 WIB
JAKARTA - Cadangan devisa Asia mengalami penurunan tahun ini akibat bank-bank sentral telah melakukan intervensi untuk mendukung pelemahan mata uang mereka. Adapun Indonesia, Jepang dan Korea Selatan memimpin penurunan tertinggi. Melansir Reuters, cadangan devisa di 12 negara, dari Jepang hingga India turun sekitar USD50 miliar menjadi USD7,5 triliun pada akhir Juni 2024.
Berdasarkan data bursa dan asosiasi, arus investor asing yang masuk ke dalam obligasi Asia turun 34% pada paruh pertama tahun ini. Namun demikian, penurunan cadangan devisa tidak cukup parah memicu krisis keuangan karena sebagian besar negara memiliki neraca keuangan sehat dan kewajiban eksternal yang terkendali.
Baca Juga: Pengambilalihan Dana Rusia Dimulai! Ukraina Dapat Transferan Pertama USD1,5 M
Para analis mencatat bahwa hal ini masih dapat memengaruhi sentimen investor dan dapat menyebabkan arus keluar. Rasio cakupan impor telah meningkat di India, Korea Selatan dan China tahun ini. Namun, rasio ini telah menurun di negara-negara seperti Malaysia, Indonesia dan Thailand.
Mata uang Asia telah turun tajam di paruh pertama tahun ini karena sikap hawkish Federal Reserve dan imbal hasil yang tinggi mendukung dolar. Yen mengalami pelemahan terparah dengan penurunan sekitar 11% terhadap dolar AS telah mendorong intervensi untuk mendukung mata uang tahun ini.
Sementara, Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga di bulan April untuk menahan penurunan nilai tukar rupiah dan mencegah arus modal keluar. Dengan peristiwa-peristiwa besar seperti pemilihan presiden AS dan potensi pergeseran kebijakan moneter Federal Reserve yang akan terjadi tahun ini, mata uang-mata uang regional diperkirakan akan mengalami volatilitas yang lebih tinggi di semester kedua.
"Ketika Fed AS mulai menurunkan suku bunga pada akhirnya, yang berpotensi menyebabkan depresiasi sementara pada dollar, kredibilitas bank-bank sentral Asia akan diuji," analis senior di Gimme Credit, Saurav Sen.
Berdasarkan data bursa dan asosiasi, arus investor asing yang masuk ke dalam obligasi Asia turun 34% pada paruh pertama tahun ini. Namun demikian, penurunan cadangan devisa tidak cukup parah memicu krisis keuangan karena sebagian besar negara memiliki neraca keuangan sehat dan kewajiban eksternal yang terkendali.
Baca Juga: Pengambilalihan Dana Rusia Dimulai! Ukraina Dapat Transferan Pertama USD1,5 M
Para analis mencatat bahwa hal ini masih dapat memengaruhi sentimen investor dan dapat menyebabkan arus keluar. Rasio cakupan impor telah meningkat di India, Korea Selatan dan China tahun ini. Namun, rasio ini telah menurun di negara-negara seperti Malaysia, Indonesia dan Thailand.
Mata uang Asia telah turun tajam di paruh pertama tahun ini karena sikap hawkish Federal Reserve dan imbal hasil yang tinggi mendukung dolar. Yen mengalami pelemahan terparah dengan penurunan sekitar 11% terhadap dolar AS telah mendorong intervensi untuk mendukung mata uang tahun ini.
Sementara, Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga di bulan April untuk menahan penurunan nilai tukar rupiah dan mencegah arus modal keluar. Dengan peristiwa-peristiwa besar seperti pemilihan presiden AS dan potensi pergeseran kebijakan moneter Federal Reserve yang akan terjadi tahun ini, mata uang-mata uang regional diperkirakan akan mengalami volatilitas yang lebih tinggi di semester kedua.
"Ketika Fed AS mulai menurunkan suku bunga pada akhirnya, yang berpotensi menyebabkan depresiasi sementara pada dollar, kredibilitas bank-bank sentral Asia akan diuji," analis senior di Gimme Credit, Saurav Sen.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda