Agak Laen, Pimpinan Negara UE Ini Puji Ketahanan Rusia Atasi Sanksi Barat
Sabtu, 27 Juli 2024 - 20:00 WIB
JAKARTA - Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban pada hari Sabtu membantah klaim bahwa Rusia adalah negara otokrasi. Dia mengatakan bahwa negara tersebut telah beradaptasi dengan sanksi Barat dan menunjukkan fleksibilitas ekonomi dan sosial.
"Rusia telah memetik pelajaran sejak tahun 2014 dan tidak hanya mempelajarinya, namun juga mewujudkannya dalam tindakan. Mereka melakukan pengembangan yang diperlukan pada sektor TI dan perbankan, sehingga sistem keuangan Rusia tidak rusak. Mereka telah mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi," kata Orban di kota Baile Tusnad, Rumania, seperti dilansir Sputnik, Sabtu (27/6/2024).
Rusia yang kehilangan kesempatan untuk mengimpor produk pertanian dari Barat karena sanksi, kini justru telah menjadi eksportir produk makanan terbesar dalam beberapa tahun. "Ketika Rusia digambarkan sebagai negara otokrasi neo-Stalinis yang kaku, itu bohong. Faktanya, kita berbicara tentang negara yang menunjukkan fleksibilitas teknis, ekonomi dan, seperti yang Anda lihat, mungkin sosial," kata Orban lagi.
Ketahanan Rusia dalam menghadapi sanksi sebelumnya juga membuat para diplomat negara-negara Uni Eropa (UE) terkejut. Bahkan, dalam beberapa hal, sanksi terhadap Rusia justru menjadi bumerang bagi Barat. Salah satunya di sektor energi.
Sejumlah negara UE, termasuk Jerman dan Perancis, bahkan telah meminta Komisi Eropa untuk menilai apakah potensi larangan transshipment gas alam cair (LNG) Rusia dapat menjadi bumerang bagi blok tersebut.
Ketangguhan ekonomi negara juga dibanggakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) beberapa waktu lalu. Dalam forum tersebut dia memamerkan perekonomian Rusia yang tumbuh di atas negara-negara besar dunia lainnya.
Rusia kini menempati peringkat keempat ekonomi terbesar di dunia. Putin mencatat bahwa produk domestik bruto (PDB) Rusia meningkat sebesar 3,6% tahun lalu, bangkit kembali dari penurunan 1,2% di tengah sanksi terkait Ukraina pada tahun 2022.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
"Rusia telah memetik pelajaran sejak tahun 2014 dan tidak hanya mempelajarinya, namun juga mewujudkannya dalam tindakan. Mereka melakukan pengembangan yang diperlukan pada sektor TI dan perbankan, sehingga sistem keuangan Rusia tidak rusak. Mereka telah mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi," kata Orban di kota Baile Tusnad, Rumania, seperti dilansir Sputnik, Sabtu (27/6/2024).
Rusia yang kehilangan kesempatan untuk mengimpor produk pertanian dari Barat karena sanksi, kini justru telah menjadi eksportir produk makanan terbesar dalam beberapa tahun. "Ketika Rusia digambarkan sebagai negara otokrasi neo-Stalinis yang kaku, itu bohong. Faktanya, kita berbicara tentang negara yang menunjukkan fleksibilitas teknis, ekonomi dan, seperti yang Anda lihat, mungkin sosial," kata Orban lagi.
Ketahanan Rusia dalam menghadapi sanksi sebelumnya juga membuat para diplomat negara-negara Uni Eropa (UE) terkejut. Bahkan, dalam beberapa hal, sanksi terhadap Rusia justru menjadi bumerang bagi Barat. Salah satunya di sektor energi.
Sejumlah negara UE, termasuk Jerman dan Perancis, bahkan telah meminta Komisi Eropa untuk menilai apakah potensi larangan transshipment gas alam cair (LNG) Rusia dapat menjadi bumerang bagi blok tersebut.
Ketangguhan ekonomi negara juga dibanggakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) beberapa waktu lalu. Dalam forum tersebut dia memamerkan perekonomian Rusia yang tumbuh di atas negara-negara besar dunia lainnya.
Rusia kini menempati peringkat keempat ekonomi terbesar di dunia. Putin mencatat bahwa produk domestik bruto (PDB) Rusia meningkat sebesar 3,6% tahun lalu, bangkit kembali dari penurunan 1,2% di tengah sanksi terkait Ukraina pada tahun 2022.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(fjo)
tulis komentar anda