Aturan Penjualan Rokok Dinilai Bakal Menggerus Sektor UMKM
Rabu, 07 Agustus 2024 - 06:16 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo mengungkapkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 atau PP Kesehatan yang baru saja disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mempunyai dampak serius terhadap tergerusnya sektor UMKM di Indonesia.
Pasalnya, regulasi anyar ini disinyalir berpotensi mematikan sektor UMKM, khususnya pelaku usaha asongan, pedagang kaki lima, warung kelontong, dan sektor ekonomi rakyat lainnya. Padahal, pelaku UMKM merupakan tulang punggung ekonomi dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signfikan.
“Kita ditunjuk mencetak 100 juta UMKM andal dan unggul, tapi ini malah digerus sama pemerintah lewat regulasi ini,” kata Ali.
Jika nantinya UMKM harus tergulung oleh kebijakan anyar ini, Ali menyebut hal itu justru akan menyebabkan masalah baru bagi pemerintah. Hal ini dikarenakan akan terjadi potensi penurunan kontribusi ekonomi bagi negara serta meningkatnya jumlah pengangguran hingga kemiskinan.
Padahal, dua isu ini sering disebut sebagai prioritas pemerintah untuk ditanggulangi. "Kebijakan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan negara melindungi dan memajukan kesejahteraan umum," tegasnya.
Yang memberatkan UMKM, sambung Ali, salah satunya adalah aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini akan menyebabkan penurunan yang besar dalam perputaran ekonomi masyarakat. Hal ini mempertimbangkan bahwa penjualan rokok bisa mencapai separuh dari keseluruhan omzet pedagang kecil.
“Imbas larangan ini, tentunya akan menyebabkan penurunan omzet yang signifikan di warung kelontong dan pedagang kaki lima, yang pada akhirnya akan memicu lonjakan pengangguran dan penurunan pendapatan rakyat," ujarnya.
Dari sana, Ali menyebut bahwa yang paling terimbas adalah masyarakat miskin dan UMKM yang menggantungkan roda ekonominya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Apalagi, pelaku UMKM harus menerima fakta bahwa kebijakan ini datang pada saat yang sangat buruk, di tengah terbatasnya lapangan kerja dan anjloknya omzet UMKM akibat penurunan daya beli masyarakat dan beban hidup yang semakin berat.
"Kebijakan ini akan sangat merugikan jutaan usaha kecil yang mengandalkan penjualan rokok sebagai bagian dari pendapatan mereka," jelasnya.
Lihat Juga: Perkuat Industri Kreatif dan UMKM, Airin-Ade Hadirkan Program Kreasi serta Community Center
Pasalnya, regulasi anyar ini disinyalir berpotensi mematikan sektor UMKM, khususnya pelaku usaha asongan, pedagang kaki lima, warung kelontong, dan sektor ekonomi rakyat lainnya. Padahal, pelaku UMKM merupakan tulang punggung ekonomi dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signfikan.
“Kita ditunjuk mencetak 100 juta UMKM andal dan unggul, tapi ini malah digerus sama pemerintah lewat regulasi ini,” kata Ali.
Jika nantinya UMKM harus tergulung oleh kebijakan anyar ini, Ali menyebut hal itu justru akan menyebabkan masalah baru bagi pemerintah. Hal ini dikarenakan akan terjadi potensi penurunan kontribusi ekonomi bagi negara serta meningkatnya jumlah pengangguran hingga kemiskinan.
Padahal, dua isu ini sering disebut sebagai prioritas pemerintah untuk ditanggulangi. "Kebijakan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan negara melindungi dan memajukan kesejahteraan umum," tegasnya.
Yang memberatkan UMKM, sambung Ali, salah satunya adalah aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini akan menyebabkan penurunan yang besar dalam perputaran ekonomi masyarakat. Hal ini mempertimbangkan bahwa penjualan rokok bisa mencapai separuh dari keseluruhan omzet pedagang kecil.
“Imbas larangan ini, tentunya akan menyebabkan penurunan omzet yang signifikan di warung kelontong dan pedagang kaki lima, yang pada akhirnya akan memicu lonjakan pengangguran dan penurunan pendapatan rakyat," ujarnya.
Dari sana, Ali menyebut bahwa yang paling terimbas adalah masyarakat miskin dan UMKM yang menggantungkan roda ekonominya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Apalagi, pelaku UMKM harus menerima fakta bahwa kebijakan ini datang pada saat yang sangat buruk, di tengah terbatasnya lapangan kerja dan anjloknya omzet UMKM akibat penurunan daya beli masyarakat dan beban hidup yang semakin berat.
"Kebijakan ini akan sangat merugikan jutaan usaha kecil yang mengandalkan penjualan rokok sebagai bagian dari pendapatan mereka," jelasnya.
Lihat Juga: Perkuat Industri Kreatif dan UMKM, Airin-Ade Hadirkan Program Kreasi serta Community Center
(akr)
tulis komentar anda