Soal Kemasan Rokok Polos, Legislator Tekankan Pentingnya Keterlibatan Semua Pihak
Selasa, 01 Oktober 2024 - 17:28 WIB
Ia menjelaskan, bahwa penggunaan logo dalam kemasan rokok masih diperbolehkan, termasuk kewajiban untuk menyematkan peringatan dan informasi kesehatan.
Pada Rancangan Permenkes yang diunggah di situs resmi Kementerian Kesehatan, bagian Pencantuman Informasi pada Kemasan pasal 15 ayat (3) menyatakan, ‘Merek produk diletakkan di bawah Peringatan Kesehatan pada sisi depan atau belakang kemasan menggunakan huruf kapital Arial Bold’.
Sementara pada pasal 5 ayat (1) poin g disebutkan bahwa ‘kemasan produk tembakau dilarang menambahkan gambar dan atau tulisan dalam bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini’. Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Siti Nadia dalam diskusi.
“Nama dan logo produk masih bisa. Tapi memang peringatan, informasi, gambar mengenai dampak dari merokok memang ada. Branding-nya nggak boleh. Untuk warna kita standardisasi, termasuk rokok elektronik,” tutur dia.
Tidak sampai di situ, perbedaan antara pernyataan Siti dengan draft RPMK juga terlihat pada pengaturan nama merek. Pada Pasal 5 ayat (1) poin e dijelaskan bahwa ‘penulisan merek dan varian produk tembakau menggunakan Bahasa Indonesia’ sedangkan pada poin f dinyatakan ‘penulisan identitas produsen menggunakan Bahasa Indonesia dengan font Arial’.
Dalam diskusi, Siti justru mengatakan tidak ada standardisasi terkait nama atau penulisan merek rokok. “Kalau nama merek rokok itu tidak kita lakukan standardisasi. Bahasa Indonesia hanya untuk peringatan, lalu informasi. Untuk nama merek sesuai dengan mereknya,” papar dia.
Pada Rancangan Permenkes yang diunggah di situs resmi Kementerian Kesehatan, bagian Pencantuman Informasi pada Kemasan pasal 15 ayat (3) menyatakan, ‘Merek produk diletakkan di bawah Peringatan Kesehatan pada sisi depan atau belakang kemasan menggunakan huruf kapital Arial Bold’.
Sementara pada pasal 5 ayat (1) poin g disebutkan bahwa ‘kemasan produk tembakau dilarang menambahkan gambar dan atau tulisan dalam bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini’. Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Siti Nadia dalam diskusi.
“Nama dan logo produk masih bisa. Tapi memang peringatan, informasi, gambar mengenai dampak dari merokok memang ada. Branding-nya nggak boleh. Untuk warna kita standardisasi, termasuk rokok elektronik,” tutur dia.
Tidak sampai di situ, perbedaan antara pernyataan Siti dengan draft RPMK juga terlihat pada pengaturan nama merek. Pada Pasal 5 ayat (1) poin e dijelaskan bahwa ‘penulisan merek dan varian produk tembakau menggunakan Bahasa Indonesia’ sedangkan pada poin f dinyatakan ‘penulisan identitas produsen menggunakan Bahasa Indonesia dengan font Arial’.
Dalam diskusi, Siti justru mengatakan tidak ada standardisasi terkait nama atau penulisan merek rokok. “Kalau nama merek rokok itu tidak kita lakukan standardisasi. Bahasa Indonesia hanya untuk peringatan, lalu informasi. Untuk nama merek sesuai dengan mereknya,” papar dia.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda