3 Fakta Unik Turki Anggota NATO, Tapi Gabung BRICS
Jum'at, 29 November 2024 - 08:43 WIB
Ketika Ankara telah mendorong aksesi, tanggapan Uni Eropa sangat suam-suam kuku, terutama setelah oposisi Prancis dan Jerman pada akhir 2000-an. Dengan populasi 87 juta orang, Turki akan menjadi negara terbesar di Uni Eropa dan satu-satunya anggota mayoritas Muslim.
Sementara saat ini Turki tetap menjadi kandidat secara resmi, ketika pembicaraan aksesi Uni Eropa telah terhenti. Ambivalensi Uni Eropa atas keanggotaan Turki berasal dari kekhawatiran atas catatan hak asasi manusia Turki dan meningkatnya otoritarianisme di bawah kepemimpinan Erdogan.
Ada juga perselisihan tentang Siprus dan hak-hak maritim di Mediterania Timur. Laporan Komisi Eropa 2023 tentang Turki semakin menegangkan hubungan, laporan itu mengutuk erosi demokrasi Ankara dan tidak mendekati mencapai keanggotaan penuh.
Sebagai respons, Turki memilih F-16, mengambil keuntungan dari invasi Rusia ke Ukraina untuk meningkatkan industri pertahanannya. Konflik itu juga meningkatkan pengaruh Turki atas NATO, terutama karena menghalangi tawaran Swedia untuk menjadi anggota.
Di tengah perang Gaza, keselarasan Erdogan dengan perjuangan Palestina dan kritik vokal terhadap dukungan Barat untuk Israel semakin memperdalam keretakan antara Ankara dan Washington. Di masa lalu, presiden Turki juga menyalahkan pemerintahan Obama atas dukungannya untuk Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi selama perang saudara Suriah.
Meski begitu, Turki telah membuktikan bahwa mereka masih sangat diperlukan bagi Barat: Turki telah bertindak sebagai mediator utama dalam perang Rusia-Ukraina. Namun harus digarisbawahi bahwa tindakan penyeimbangannya yang rumit antara komitmen NATO dan kemitraan dengan Moskow.
Dalam peran ini, Turki telah mencapai hasil yang mengesankan—seperti memfasilitasi pertukaran tahanan terbesar sejak Perang Dingin. Bagi Erdogan, perkembangan ini telah menegaskan kebutuhan Turki untuk mengejar bentuk nonblok dan mengalihkan fokusnya ke entitas selatan dan non-Barat global.
Poros Turki telah membawanya ke keterlibatan di Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin, di mana Ankara telah memperluas jaringan dan bisnisnya.
Dalam konteks ini, BRICS menawarkan Turki kesempatan unik untuk bergabung dengan blok yang sedang naik daun yang mewakili sebagian besar dunia selatan serta Rusia dan China-aktor kunci di Eurasia.
Sementara saat ini Turki tetap menjadi kandidat secara resmi, ketika pembicaraan aksesi Uni Eropa telah terhenti. Ambivalensi Uni Eropa atas keanggotaan Turki berasal dari kekhawatiran atas catatan hak asasi manusia Turki dan meningkatnya otoritarianisme di bawah kepemimpinan Erdogan.
Ada juga perselisihan tentang Siprus dan hak-hak maritim di Mediterania Timur. Laporan Komisi Eropa 2023 tentang Turki semakin menegangkan hubungan, laporan itu mengutuk erosi demokrasi Ankara dan tidak mendekati mencapai keanggotaan penuh.
3. Keretakan Ankara dengan Washington
Hubungan Turki dengan Amerika Serikat tidak bernasib lebih baik. Poin utama yang menjadi perdebatan adalah pembelian Turki atas sistem pertahanan rudal S-400 Rusia, yang menyebabkan terdepak dari program jet tempur F-35.Sebagai respons, Turki memilih F-16, mengambil keuntungan dari invasi Rusia ke Ukraina untuk meningkatkan industri pertahanannya. Konflik itu juga meningkatkan pengaruh Turki atas NATO, terutama karena menghalangi tawaran Swedia untuk menjadi anggota.
Di tengah perang Gaza, keselarasan Erdogan dengan perjuangan Palestina dan kritik vokal terhadap dukungan Barat untuk Israel semakin memperdalam keretakan antara Ankara dan Washington. Di masa lalu, presiden Turki juga menyalahkan pemerintahan Obama atas dukungannya untuk Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi selama perang saudara Suriah.
Meski begitu, Turki telah membuktikan bahwa mereka masih sangat diperlukan bagi Barat: Turki telah bertindak sebagai mediator utama dalam perang Rusia-Ukraina. Namun harus digarisbawahi bahwa tindakan penyeimbangannya yang rumit antara komitmen NATO dan kemitraan dengan Moskow.
Dalam peran ini, Turki telah mencapai hasil yang mengesankan—seperti memfasilitasi pertukaran tahanan terbesar sejak Perang Dingin. Bagi Erdogan, perkembangan ini telah menegaskan kebutuhan Turki untuk mengejar bentuk nonblok dan mengalihkan fokusnya ke entitas selatan dan non-Barat global.
Poros Turki telah membawanya ke keterlibatan di Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin, di mana Ankara telah memperluas jaringan dan bisnisnya.
Dalam konteks ini, BRICS menawarkan Turki kesempatan unik untuk bergabung dengan blok yang sedang naik daun yang mewakili sebagian besar dunia selatan serta Rusia dan China-aktor kunci di Eurasia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda