Ekonomi Rusia dalam Masalah, Bisakah Putin Membalikkan Keadaan?
Selasa, 31 Desember 2024 - 10:10 WIB
Tingginya jumlah tentara Rusia dan korban jiwa, sebagian besar dari mereka adalah pria usia produktif. Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, negara itu akan merekrut 500 ribu tentara pada 2023. Hal ini mengurangi jumlah tenaga kerja yang tersedia di pasar tenaga kerja Rusia.
Selain itu, para ahli yang dikonsultasikan oleh Meduza mengklaim bahwa akan ada masalah dengan kembalinya para tentara dari garis depan setelah perang berakhir, dengan masalah seperti alkoholisme, kekerasan, dan kejahatan. Pasar tenaga kerja pascaperang tidak akan kembali normal.
Faktor lain yang terkait dengan perang yang memengaruhi pasar tenaga kerja adalah emigrasi penduduk Rusia yang meninggalkan negara itu karena menentang konflik yang dimulai oleh Kremlin.
Mengenai angka migrasi, situs berita The Bell memperkirakan pada Juli 2024 sekitar 650 ribu orang meninggalkan Rusia setelah dimulainya perang dan belum kembali ke negara itu.
Angka-angka ini konsisten dengan perkiraan ahli demografi Alexei Raksha, yang dikonsultasikan oleh Meduza, yang memperkirakan bahwa antara 400 ribu dan 500 ribu orang telah meninggalkan Rusia. Dia mencatat bahwa statistik migrasi yang dibagikan oleh Kremlin “tidak lengkap, sengaja tidak dapat diakses, dan semakin langka”.
Penurunan jumlah migran yang masuk ke Rusia juga berdampak pada perekonomian nasional. Menurut Rosstat, 560.400 migran memasuki Rusia tahun lalu, 23% lebih sedikit dari tahun sebelumnya dan merupakan jumlah terendah sejak 2013.
Berbicara baru-baru ini di sebuah forum investasi yang diselenggarakan oleh bank Rusia VTB, Presiden Rusia Vladimir Putin membanggakan bahwa negaranya kini menikmati tingkat pengangguran 2,4 persen. Namun, apakah angka yang disampaikan Putin itu mungkin terjadi.
Kenyataannya, peningkatan jumlah pekerja Rusia di industri pertahanan cukup signifikan antara 2023 dan paruh pertama 2024, sekitar 600.000 orang mulai bekerja di perusahaan-perusahaan sektor pertahanan di Rusia, sebuah industri yang kini mempekerjakan sekitar 3,8 juta pekerja, demikian menurut Wakil Perdana Menteri Rusia, Denis Manturov, seperti dikutip Meduza.
Selain itu, para ahli yang dikonsultasikan oleh Meduza mengklaim bahwa akan ada masalah dengan kembalinya para tentara dari garis depan setelah perang berakhir, dengan masalah seperti alkoholisme, kekerasan, dan kejahatan. Pasar tenaga kerja pascaperang tidak akan kembali normal.
Baca Juga
Faktor lain yang terkait dengan perang yang memengaruhi pasar tenaga kerja adalah emigrasi penduduk Rusia yang meninggalkan negara itu karena menentang konflik yang dimulai oleh Kremlin.
Mengenai angka migrasi, situs berita The Bell memperkirakan pada Juli 2024 sekitar 650 ribu orang meninggalkan Rusia setelah dimulainya perang dan belum kembali ke negara itu.
Angka-angka ini konsisten dengan perkiraan ahli demografi Alexei Raksha, yang dikonsultasikan oleh Meduza, yang memperkirakan bahwa antara 400 ribu dan 500 ribu orang telah meninggalkan Rusia. Dia mencatat bahwa statistik migrasi yang dibagikan oleh Kremlin “tidak lengkap, sengaja tidak dapat diakses, dan semakin langka”.
Penurunan jumlah migran yang masuk ke Rusia juga berdampak pada perekonomian nasional. Menurut Rosstat, 560.400 migran memasuki Rusia tahun lalu, 23% lebih sedikit dari tahun sebelumnya dan merupakan jumlah terendah sejak 2013.
Optimisme Kremlin
Terlepas dari angka-angka yang mengkhawatirkan ini, Kremlin tetap optimistis terhadap warganya dan membalas dengan angka-angka yang positif.Berbicara baru-baru ini di sebuah forum investasi yang diselenggarakan oleh bank Rusia VTB, Presiden Rusia Vladimir Putin membanggakan bahwa negaranya kini menikmati tingkat pengangguran 2,4 persen. Namun, apakah angka yang disampaikan Putin itu mungkin terjadi.
Kenyataannya, peningkatan jumlah pekerja Rusia di industri pertahanan cukup signifikan antara 2023 dan paruh pertama 2024, sekitar 600.000 orang mulai bekerja di perusahaan-perusahaan sektor pertahanan di Rusia, sebuah industri yang kini mempekerjakan sekitar 3,8 juta pekerja, demikian menurut Wakil Perdana Menteri Rusia, Denis Manturov, seperti dikutip Meduza.
Lihat Juga :
tulis komentar anda