Jangan Berharap Banyak, BLT Tak Mampu Dongkrak Konsumsi dan Redam Resesi
Selasa, 01 September 2020 - 23:01 WIB
JAKARTA - Tantangan menyelamatkan perekonomian nasional dari resesi sangat bergantung pada insentif dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) . Namun, jalannya program ini diragukan bisa efektif dan tepat sasaran.
Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan, yang harus dibenahi pemerintah dalam jangka waktu dekat adalah
cara belanja.
Kendalanya adalah cara yang digunakan masih business as usual sedangkan kondisi saat ini tidak lagi seperti biasanya. Oleh karena itu dibutuhkan reformasi dalam mekanisme belanja pemerintah dalam jangka pendek.
"Karena yang dikhawatirkan kita akan masuk resesi di kuartal tiga tapi sampai kuartal empat masih belum bisa belanja juga," ujar Aviliani dalam webinar Forum Diskusi Finansial, Selasa (1/9/2020). (Baca juga: Jokowi Mulai Wanti-wanti Gubernur se-Indonesia, Kuartal III Bisa Resesi )
Berikutnya dia juga mengingatkan dalam penyaluran bantuan juga harus dimanfaatkan untuk membenahi sektor fiskal. Caranya dengan mewajibkan penerima bantuan memiliki NPWP demi meningkatkan wajib pajak. Berikutnya, pemerintah Indonesia juga harus mencontoh Australia yang memiliki satu sumber data.
"Manfaatnya signifikan karena semua bisa saling berbagi penggunaan dan membentuk satu kesatuan persepsi. Ini tidak terjadi di sini karena antar regulator memiliki perbedaan data dan persepsi masing-masing. Ini harusnya tidak boleh terjadi," ujarnya.
Sementara Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan di luar negeri seperti Singapura BLT diberikan kepada seluruh rumah tangga demi mengobati demand shock.
Bila melihat negara lain, mereka memberikan bantuan tanpa membatasi jumlah gajinya. Sedangkan di Indonesia tidak bisa melakukan hal seperti itu karena adanya hambatan di fiskal. (Baca juga: Ketua BPK Kuliahi Rektor UI, Soal Apa Ya? )
Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan, yang harus dibenahi pemerintah dalam jangka waktu dekat adalah
cara belanja.
Kendalanya adalah cara yang digunakan masih business as usual sedangkan kondisi saat ini tidak lagi seperti biasanya. Oleh karena itu dibutuhkan reformasi dalam mekanisme belanja pemerintah dalam jangka pendek.
"Karena yang dikhawatirkan kita akan masuk resesi di kuartal tiga tapi sampai kuartal empat masih belum bisa belanja juga," ujar Aviliani dalam webinar Forum Diskusi Finansial, Selasa (1/9/2020). (Baca juga: Jokowi Mulai Wanti-wanti Gubernur se-Indonesia, Kuartal III Bisa Resesi )
Berikutnya dia juga mengingatkan dalam penyaluran bantuan juga harus dimanfaatkan untuk membenahi sektor fiskal. Caranya dengan mewajibkan penerima bantuan memiliki NPWP demi meningkatkan wajib pajak. Berikutnya, pemerintah Indonesia juga harus mencontoh Australia yang memiliki satu sumber data.
"Manfaatnya signifikan karena semua bisa saling berbagi penggunaan dan membentuk satu kesatuan persepsi. Ini tidak terjadi di sini karena antar regulator memiliki perbedaan data dan persepsi masing-masing. Ini harusnya tidak boleh terjadi," ujarnya.
Sementara Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan di luar negeri seperti Singapura BLT diberikan kepada seluruh rumah tangga demi mengobati demand shock.
Bila melihat negara lain, mereka memberikan bantuan tanpa membatasi jumlah gajinya. Sedangkan di Indonesia tidak bisa melakukan hal seperti itu karena adanya hambatan di fiskal. (Baca juga: Ketua BPK Kuliahi Rektor UI, Soal Apa Ya? )
tulis komentar anda