Jangan Berharap Banyak, BLT Tak Mampu Dongkrak Konsumsi dan Redam Resesi
Selasa, 01 September 2020 - 23:01 WIB
"Karena itu kita butuh reformasi fiskal. Nantinya bila dibiarkan akan menjadi masalah besar dan akhirnya merusak sektor moneter yang sekarang masih aman saja," ujar Anthony dalam kesempatan sama.
Lebih lanjut dia mengatakan fokus utama bantuan langsung adalah menjaga pendapatan masyarakat agar tidak terjebak kemiskinan yang semakin parah.
Pemerintah menurutnya jangan mengharapkan pertumbuhan ekonomi langsung muncul dengan menyalurkan bantuan langsung. "Negara besar lain jauh lebih besar bantuan tunai yang diberikan tapi tetap resesi juga," ujarnya.
Pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira mengatakan, bantuan dari pemerintah yang diperluas kepada kelas menengah di satu sisi memang dibutuhkan. Tapi ada beberapa catatan yang wajib diperhatikan khususnya terkait dengan data masyarakat penerima yang masih membutuhkan verifikasi.
"Apalagi dengan data BPJS Ketenagakerjaan diragukan. Karena perusahaan banyak tidak jujur melaporkan gaji karyawan sesuai kondisi di lapangan. Ada yang gaji Rp10 juta didaftarkan jadi gaji Rp5 juta untuk mendapatkan iuran BPJS yang lebih ringan. Akibatnya program BSU ini pun rentan salah sasaran," ujar Bhima. (Baca juga: Waduh! 10,40% Warga Jatim Kehilangan Pekerjaan Akibat COVID-19 )
Selain itu masalah lainnya seputar pekerja di sektor informal yang belum memiliki BPJS yang seharusnya butuh bantuan, tapi dikecualikan dalam BSU. "Artinya program bansos belum efektif untuk mendorong konsumsi agar Indonesia keluar dari resesi pada kuartal ketiga 2020," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan fokus utama bantuan langsung adalah menjaga pendapatan masyarakat agar tidak terjebak kemiskinan yang semakin parah.
Pemerintah menurutnya jangan mengharapkan pertumbuhan ekonomi langsung muncul dengan menyalurkan bantuan langsung. "Negara besar lain jauh lebih besar bantuan tunai yang diberikan tapi tetap resesi juga," ujarnya.
Pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira mengatakan, bantuan dari pemerintah yang diperluas kepada kelas menengah di satu sisi memang dibutuhkan. Tapi ada beberapa catatan yang wajib diperhatikan khususnya terkait dengan data masyarakat penerima yang masih membutuhkan verifikasi.
"Apalagi dengan data BPJS Ketenagakerjaan diragukan. Karena perusahaan banyak tidak jujur melaporkan gaji karyawan sesuai kondisi di lapangan. Ada yang gaji Rp10 juta didaftarkan jadi gaji Rp5 juta untuk mendapatkan iuran BPJS yang lebih ringan. Akibatnya program BSU ini pun rentan salah sasaran," ujar Bhima. (Baca juga: Waduh! 10,40% Warga Jatim Kehilangan Pekerjaan Akibat COVID-19 )
Selain itu masalah lainnya seputar pekerja di sektor informal yang belum memiliki BPJS yang seharusnya butuh bantuan, tapi dikecualikan dalam BSU. "Artinya program bansos belum efektif untuk mendorong konsumsi agar Indonesia keluar dari resesi pada kuartal ketiga 2020," ujarnya.
(ind)
tulis komentar anda