Simulasi, Skema Simplifikasi Cukai Rokok Sumbang Penerimaan Negara Rp17,5 Triliun
Rabu, 09 September 2020 - 14:32 WIB
(Baca Juga: Seret! Penerimaan Negara 'Ambyar' 13,5% )
Hal ini dinilai Ghofar bertentangan dengan semangat pemerintah untuk melindungi pemain/pabrikan kecil dan UMKM karena ada pemain besar yang justru bersaing di golongan pemain kecil.
"Temuannya tentang beberapa perusahaan multinasional dan perusahaan asing yang masih membayar cukai di golongan yang lebih rendah golongan 2, yakni Japan Tobacco dan British American Tobacco," katanya.
Wakil Dekan FEB Universitas Brawijaya ini juga mengatakan, kekhawatiran sebagian pihak terkait terkonsentrasinya pasar atau peluang oligopoli juga tidak akan terjadi. “Hasil analisis kami, pasar tidak akan terkonsentrasi karena simplifikasi,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, persaingan usaha menjadi lebih adil karena perusahaan besar akan bersaing dengan perusahaan besar. "Sedangkan perusahaan menengah kecil dan rumahan yang berjumlah ratusan pabrik di golongan 2 SKM akan bersaing dengan sesama mereka, bukan dengan perusahaan asing yang modalnya besar," ujarnya.
Dalam diseminasi tersebut, Ghofar juga menyebutkan celah lain pada kebijakan cukai IHT yaitu masih dimungkinkanya produsen rokok menjual produknya di bawah 85% harga jual eceran (HJE). “Dari data yang kami punya, sebenarnya potential loss dari diskon rokok cukup besar, potential loss pemerintah itu sekitar Rp3,898 triliun, “ katanya.
Menanggapi temuan ini, Guru Besar FEB Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika berpendapat bahwa simplifikasi struktur tarif cukai bisa menjadi opsi yang ideal dalam kebijakan CHT. “Simplifikasi bisa menjadi opsi ideal dengan syarat bahwa kebijakan ini dapat mencegah moral hazard, seperti praktik penghindaran cukai itu termasuk moral hazard,” katanya.
Erani juga mengatakan, syarat lain untuk menjalankan simplifikasi yakni kebijakan ini harus dapat menciptakan lapangan bermain (playing field) di mana perusahaan rokok dapat bersaing sehat dengan perusahaan yang selevel dengannya. “Terakhir, simplifikasi bisa menjadi pilihan jika kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara,” pungkasnya.
Hal ini dinilai Ghofar bertentangan dengan semangat pemerintah untuk melindungi pemain/pabrikan kecil dan UMKM karena ada pemain besar yang justru bersaing di golongan pemain kecil.
"Temuannya tentang beberapa perusahaan multinasional dan perusahaan asing yang masih membayar cukai di golongan yang lebih rendah golongan 2, yakni Japan Tobacco dan British American Tobacco," katanya.
Wakil Dekan FEB Universitas Brawijaya ini juga mengatakan, kekhawatiran sebagian pihak terkait terkonsentrasinya pasar atau peluang oligopoli juga tidak akan terjadi. “Hasil analisis kami, pasar tidak akan terkonsentrasi karena simplifikasi,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, persaingan usaha menjadi lebih adil karena perusahaan besar akan bersaing dengan perusahaan besar. "Sedangkan perusahaan menengah kecil dan rumahan yang berjumlah ratusan pabrik di golongan 2 SKM akan bersaing dengan sesama mereka, bukan dengan perusahaan asing yang modalnya besar," ujarnya.
Dalam diseminasi tersebut, Ghofar juga menyebutkan celah lain pada kebijakan cukai IHT yaitu masih dimungkinkanya produsen rokok menjual produknya di bawah 85% harga jual eceran (HJE). “Dari data yang kami punya, sebenarnya potential loss dari diskon rokok cukup besar, potential loss pemerintah itu sekitar Rp3,898 triliun, “ katanya.
Menanggapi temuan ini, Guru Besar FEB Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika berpendapat bahwa simplifikasi struktur tarif cukai bisa menjadi opsi yang ideal dalam kebijakan CHT. “Simplifikasi bisa menjadi opsi ideal dengan syarat bahwa kebijakan ini dapat mencegah moral hazard, seperti praktik penghindaran cukai itu termasuk moral hazard,” katanya.
Erani juga mengatakan, syarat lain untuk menjalankan simplifikasi yakni kebijakan ini harus dapat menciptakan lapangan bermain (playing field) di mana perusahaan rokok dapat bersaing sehat dengan perusahaan yang selevel dengannya. “Terakhir, simplifikasi bisa menjadi pilihan jika kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara,” pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda