Isolasi Pasien Covid-19 di Hotel, Pemerintah Jangan Pilih Kasih
Senin, 21 September 2020 - 09:01 WIB
JAKARTA - Masa pandemi Covid-19 ini telah membuat bisnis perhotelan terpuruk. Kondisi ini membuat tawaran dari pemerintah untuk menjadikan hotel tempat isolasi mandiri disambut positif. Sayangnya, para pengusaha merasa pemerintah tidak adil jika hanya menggandeng satu asosiasi perhotelan.
Inisiatif pemerintah menjadikan hotel tempat isolasi mandiri pasien Covid-19 memang menjadi angin segar bagi pengusaha hotel. Pasalnya, sejak pandemi melanda, tingkat hunian hotel hanya sekitar 20–30%. Bahkan, banyak hotel yang terpaksa ditutup karena tidak bisa menutupi biaya operasional. (Baca: DPR Akan Bahas Perppu Pilkada Jilid II)
Rencana pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengucurkan anggaran sebesar Rp100 miliar untuk program tersebut membuat antusias pengusaha hotel. Sayangnya, pemerintah hanya membatasi kerja sama dengan hotel yang terdaftar di Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Sontak hal ini membuat para pengusaha hotel yang tergabung dalam asosiasi lain protes. Ketua Umum Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Ngadiman mengatakan tidak semua hotel dan restoran di Indonesia adalah anggota PHRI.
"Sehingga prosedur tersebut di atas sangat berpotensi untuk menimbulkan perbedaan persepsi terhadap situasi ini. Terlebih, organisasi usaha perhotelan dan restoran tidak hanya PHRI,” jelasnya. (Baca juga: Sahabat Nabi Tidak Bermazhab, Benarkah?)
Ketua Bidang Perhotelan Asparnas Erick Herlangga menyayangkan keputusan Kemenparekraf, yang lebih menguntungkan anggota PHRI untuk penyediaan ruang karantina mandiri bagi pasien Covid-19.
Menurut Erick, banyak sekali hotel yang tidak tergabung dalam PHRI, tetapi juga butuh bantuan. “Baik hotel yang menjadi anggota PHRI ataupun organisasi lainnya, sama-sama merupakan penyumbang devisa bagi negara dan semuanya mengalami kesulitan di era pandemi ini. Kami menyarankan agar Kemenparekraf tidak terburu-buru memberikan bantuan hanya kepada asosiasi tertentu,” imbuh Erick.
Erick berharap pemerintah melihat contoh beberapa negara dunia yang kontribusi pariwisatanya besar seperti Singapura, Hong Kong, dan Selandia Baru, yang memberikan subsidi bagi pekerja pariwisata tanpa harus melihat apa pun latar belakang afiliasi hotelnya.
Bahkan, subsidi tersebut sudah dimulai sejak April. Apalagi, pariwisata merupakan penghasil devisa kedua bagi negara dengan pendapatan Rp280 triliun, belum termasuk domestik. (Baca juga: 4 Jenis Olahraga Ini efektif Turunkan Kadar Kolesterol)
Inisiatif pemerintah menjadikan hotel tempat isolasi mandiri pasien Covid-19 memang menjadi angin segar bagi pengusaha hotel. Pasalnya, sejak pandemi melanda, tingkat hunian hotel hanya sekitar 20–30%. Bahkan, banyak hotel yang terpaksa ditutup karena tidak bisa menutupi biaya operasional. (Baca: DPR Akan Bahas Perppu Pilkada Jilid II)
Rencana pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengucurkan anggaran sebesar Rp100 miliar untuk program tersebut membuat antusias pengusaha hotel. Sayangnya, pemerintah hanya membatasi kerja sama dengan hotel yang terdaftar di Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Sontak hal ini membuat para pengusaha hotel yang tergabung dalam asosiasi lain protes. Ketua Umum Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Ngadiman mengatakan tidak semua hotel dan restoran di Indonesia adalah anggota PHRI.
"Sehingga prosedur tersebut di atas sangat berpotensi untuk menimbulkan perbedaan persepsi terhadap situasi ini. Terlebih, organisasi usaha perhotelan dan restoran tidak hanya PHRI,” jelasnya. (Baca juga: Sahabat Nabi Tidak Bermazhab, Benarkah?)
Ketua Bidang Perhotelan Asparnas Erick Herlangga menyayangkan keputusan Kemenparekraf, yang lebih menguntungkan anggota PHRI untuk penyediaan ruang karantina mandiri bagi pasien Covid-19.
Menurut Erick, banyak sekali hotel yang tidak tergabung dalam PHRI, tetapi juga butuh bantuan. “Baik hotel yang menjadi anggota PHRI ataupun organisasi lainnya, sama-sama merupakan penyumbang devisa bagi negara dan semuanya mengalami kesulitan di era pandemi ini. Kami menyarankan agar Kemenparekraf tidak terburu-buru memberikan bantuan hanya kepada asosiasi tertentu,” imbuh Erick.
Erick berharap pemerintah melihat contoh beberapa negara dunia yang kontribusi pariwisatanya besar seperti Singapura, Hong Kong, dan Selandia Baru, yang memberikan subsidi bagi pekerja pariwisata tanpa harus melihat apa pun latar belakang afiliasi hotelnya.
Bahkan, subsidi tersebut sudah dimulai sejak April. Apalagi, pariwisata merupakan penghasil devisa kedua bagi negara dengan pendapatan Rp280 triliun, belum termasuk domestik. (Baca juga: 4 Jenis Olahraga Ini efektif Turunkan Kadar Kolesterol)
tulis komentar anda