Banjir Baja Impor China Bisa Jegal Tekad Pemerintah Gunakan Produk Lokal
Minggu, 27 September 2020 - 04:28 WIB
JAKARTA - Pengusaha jasa konstruksi menyambut gembira PP No 22 tahun 2020 khususnya terkait rencana pemerintah meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).
Para pelaku usaha meyakini bahwa terbitnya PP Nomor 22 tahun 2020 bukan hanya memudahkan badan usaha jasa konstruksi Indonesia untuk bangkit kembali setelah sekian lama terjebak dalam pandemi yang tidak menentu ini, tetapi menyalakan kembali api produksi barang dan jasa di dalam negeri.
"Penggunaan produk dalam negeri adalah momentum yang sangat tepat guna recovery lesunya ekonomi pasca pandemi," kata Ketua BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Jawa Timur, Agus Gendrowiyono dalam keterangan resminya, Sabtu (26/9/2020).
Namun, Agus meminta agar mewaspadai membanjirnya produk impor baja dari China di pasar Indonesia. Dia mengungkap bahwa ada baja impor yang dikapalkan sudah mendapat stempel SNI. "Seakan-akan produk dalam negeri, tapi kenyataannya adalah barang dari luar," ungkapnya. (Baca: Marak Impor Baja Ilegal, BUMN Diminta Periksa Pihak Kontraktor )
Untuk itu, dia menegaskan agar siapapun jangan mencuri peluang dari kesulitan dalam melakukan pengawasan. Tanpa kejujuran semua pihak, maka upaya pemerintah menerbitkan PP ini akan sia-sia.
"Kalau dibiakan kondisi ini tanpa ikut campur pemerintah, maka situasi yang amat dilematis akan dihadapi kita semua. Di satu sisi ekonomi dalam negeri akan lumpuh, daya beli masyarakat akan mengecil, PHK akan semakin banyak dan kita akan jadi negara konsumtif," Jelasnya
Menurut dia, banjir produk baja impor di tanah air karena harga yang murah. Dia menjelaskan, manufaktur di China mendapat banyak stimulus dari pemerintah mereka, selain itu tentunya tenaga kerja murah. Oleh karena itu, Agus meminta hal yang sama perlu dilakukan pemerintah kepada produk baja di dalam negeri.
“Untuk itu harus kita cari formula untuk mereduksi ongkos produksi dalam negeri dengan tentu saja harus ada stimulus dari pemerintah atau dalam skema lainya,” tambah pengusaha asal Jawa Timur ini. (Baca juga: Ramalan Pengusaha, Jumlah Pengangguran Bakal Membengkak Tembus 5 Juta Orang )
Sebagai contoh, rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor. Antara lain pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk. "Padahal industri baja lokal memiliki kemampuan memenuhi volume dan standar kualitas yang dibutuhkan," kata Agus.
Dia menambahkan, turunnya PP No 22 tahun 2020 harus jadi motivator para vendor untuk memperbesar penggunaan produksi dalam negeri, sebagai upaya pemenuhan syarat registrasi material jasa konstruksi yang segera diintegrasikan oleh kementerian PUPR.
"bila industri baja dalam negeri mati, maka kita akan semakin tergantung pada impor. Pihak luar akan dengan mudah mempermainkan harga. Di sisi lain tenaga kerja kita pun akan kehilangan mata pencarian," tandasnya.
Para pelaku usaha meyakini bahwa terbitnya PP Nomor 22 tahun 2020 bukan hanya memudahkan badan usaha jasa konstruksi Indonesia untuk bangkit kembali setelah sekian lama terjebak dalam pandemi yang tidak menentu ini, tetapi menyalakan kembali api produksi barang dan jasa di dalam negeri.
"Penggunaan produk dalam negeri adalah momentum yang sangat tepat guna recovery lesunya ekonomi pasca pandemi," kata Ketua BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Jawa Timur, Agus Gendrowiyono dalam keterangan resminya, Sabtu (26/9/2020).
Namun, Agus meminta agar mewaspadai membanjirnya produk impor baja dari China di pasar Indonesia. Dia mengungkap bahwa ada baja impor yang dikapalkan sudah mendapat stempel SNI. "Seakan-akan produk dalam negeri, tapi kenyataannya adalah barang dari luar," ungkapnya. (Baca: Marak Impor Baja Ilegal, BUMN Diminta Periksa Pihak Kontraktor )
Untuk itu, dia menegaskan agar siapapun jangan mencuri peluang dari kesulitan dalam melakukan pengawasan. Tanpa kejujuran semua pihak, maka upaya pemerintah menerbitkan PP ini akan sia-sia.
"Kalau dibiakan kondisi ini tanpa ikut campur pemerintah, maka situasi yang amat dilematis akan dihadapi kita semua. Di satu sisi ekonomi dalam negeri akan lumpuh, daya beli masyarakat akan mengecil, PHK akan semakin banyak dan kita akan jadi negara konsumtif," Jelasnya
Menurut dia, banjir produk baja impor di tanah air karena harga yang murah. Dia menjelaskan, manufaktur di China mendapat banyak stimulus dari pemerintah mereka, selain itu tentunya tenaga kerja murah. Oleh karena itu, Agus meminta hal yang sama perlu dilakukan pemerintah kepada produk baja di dalam negeri.
“Untuk itu harus kita cari formula untuk mereduksi ongkos produksi dalam negeri dengan tentu saja harus ada stimulus dari pemerintah atau dalam skema lainya,” tambah pengusaha asal Jawa Timur ini. (Baca juga: Ramalan Pengusaha, Jumlah Pengangguran Bakal Membengkak Tembus 5 Juta Orang )
Sebagai contoh, rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor. Antara lain pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk. "Padahal industri baja lokal memiliki kemampuan memenuhi volume dan standar kualitas yang dibutuhkan," kata Agus.
Dia menambahkan, turunnya PP No 22 tahun 2020 harus jadi motivator para vendor untuk memperbesar penggunaan produksi dalam negeri, sebagai upaya pemenuhan syarat registrasi material jasa konstruksi yang segera diintegrasikan oleh kementerian PUPR.
"bila industri baja dalam negeri mati, maka kita akan semakin tergantung pada impor. Pihak luar akan dengan mudah mempermainkan harga. Di sisi lain tenaga kerja kita pun akan kehilangan mata pencarian," tandasnya.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda