3 Bulan Berturut-turut Alami Deflasi, Ekonomi RI Terancam Depresi
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 09:02 WIB
JAKARTA - Perekonomian Indonesia mengalami deflasi tiga bulan berturut-turut, yakni sejak Juli, Agustus hingga September 2020. Kondisi ini bisa membuat ekonomi Indonesia mengalami depresi.
“Situasi deflasi yang berkelanjutan bisa mengarah pada indikasi adanya depresi ekonomi. Kita tidak sedang menghadapi resesi ekonomi tapi depresi,” ujar pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira di Jakarta kemarin. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Kelancaran Rezeki)
Dia menyebutkan pada tahun 1930 ketika terjadi depresi, indikasi globalnya adalah adanya deflasi di banyak negara. “Kalau kita lihat 1930 ketika terjadi depresi, indikasi globalnya sama,” bebernya.
Dalam kesempatan yang sama ekonom Core Piter Abdullah menilai deflasi ini masalah yang wajar. Ini terjadi ketika demand di pasar begitu rendah, sementara pasokan barang cukup tersedia.
“Demand yang rendah diakibatkan menurunnya daya beli di kelompok masyarakat bawah. Sementara di sisi lain masyarakat menengah atas masih menahan konsumsi akibat wabah,” tandasnya.
Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan terjadinya inflasi berarti permintaan untuk barang-barang bahan makanan dan minuman yang bergejolak menurun. Menurut dia, hal ini pertanda buruk bagi perekonomian di mana seharusnya permintaan barang makanan bisa mendongkrak konsumsi. (Baca juga: Bantuan Kuota data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)
“Bisa jadi ini sebagai pertanda awal dari semakin lemahnya daya beli masyarakat karena sudah tiga bulan terakhir mengalami deflasi ,” cetusnya.
Dia juga meyakini pada kuartal III/2020 ini ekonomi Indonesia sudah pasti resesi. “Kemenkeu juga sudah mastiin, kecuali Presiden berkata yang berbeda ya,” ungkap dia. Dia memperkirakan, jika sampai akhir tahun penangan Covid-19 masih seperti ini, akan terus terjadi deflasi.
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,05% pada September 2020 atau sama dengan periode Agustus–Juli yang juga mengalami deflasi. Dengan demikian selama tiga bulan berturut-turut telah terjadi deflasi pada perekonomian nasional, yaitu Juli sebesar 0,10% dan Agustus serta September masing-masing 0,05%.
“Situasi deflasi yang berkelanjutan bisa mengarah pada indikasi adanya depresi ekonomi. Kita tidak sedang menghadapi resesi ekonomi tapi depresi,” ujar pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira di Jakarta kemarin. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Kelancaran Rezeki)
Dia menyebutkan pada tahun 1930 ketika terjadi depresi, indikasi globalnya adalah adanya deflasi di banyak negara. “Kalau kita lihat 1930 ketika terjadi depresi, indikasi globalnya sama,” bebernya.
Dalam kesempatan yang sama ekonom Core Piter Abdullah menilai deflasi ini masalah yang wajar. Ini terjadi ketika demand di pasar begitu rendah, sementara pasokan barang cukup tersedia.
“Demand yang rendah diakibatkan menurunnya daya beli di kelompok masyarakat bawah. Sementara di sisi lain masyarakat menengah atas masih menahan konsumsi akibat wabah,” tandasnya.
Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan terjadinya inflasi berarti permintaan untuk barang-barang bahan makanan dan minuman yang bergejolak menurun. Menurut dia, hal ini pertanda buruk bagi perekonomian di mana seharusnya permintaan barang makanan bisa mendongkrak konsumsi. (Baca juga: Bantuan Kuota data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)
“Bisa jadi ini sebagai pertanda awal dari semakin lemahnya daya beli masyarakat karena sudah tiga bulan terakhir mengalami deflasi ,” cetusnya.
Dia juga meyakini pada kuartal III/2020 ini ekonomi Indonesia sudah pasti resesi. “Kemenkeu juga sudah mastiin, kecuali Presiden berkata yang berbeda ya,” ungkap dia. Dia memperkirakan, jika sampai akhir tahun penangan Covid-19 masih seperti ini, akan terus terjadi deflasi.
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,05% pada September 2020 atau sama dengan periode Agustus–Juli yang juga mengalami deflasi. Dengan demikian selama tiga bulan berturut-turut telah terjadi deflasi pada perekonomian nasional, yaitu Juli sebesar 0,10% dan Agustus serta September masing-masing 0,05%.
Lihat Juga :
tulis komentar anda