Stimulus Dunia Usaha Akan Terus Dikucurkan
Rabu, 07 Oktober 2020 - 06:35 WIB
“Setelah pandemi ini, semuanya berubah. Ini bukan sesuatu yang terjadi di Indonesia. Hampir tidak ada negara yang pertumbuhan ekonomi tidak terkontraksi. Mayoritas negara-negara di dunia pertumbuhan ekonominya negatif,” ungkapnya.
Menurutnya, melihat kuartal kedua, ketiga, dan keempat, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diyakini tidak akan separah negara yang lain. “Yang lain sangat dalam, contohnya India minus 24%,” sebutnya.
BKF mengklaim, pengeluaran pemerintah sudah on the track. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sampai akhir tahun ini akan mencapai Rp2.739 triliun. Penyerapan anggaran PEN semakin dinilai baik. Dari pagu Rp695 triliun, sudah terpakai Rp315,48 triliun atau 45,4%. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)
Dana PEN tersebut, kata dia, digunakan untuk beberapa sektor antara lain kesehatan yang sudah mencapai Rp21,92 triliun; perlindungan sosial Rp157,03 triliun; kementerian/lembaga serta pemda Rp26,61 triliun; insentif usaha Rp28,07 triliun; dan dukungan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Rp81,85 triliun.
Dia menambahkan, anggaran paling penting dan besar adalah perlindungan sosial, yakni Rp203 triliun. Satu di antaranya digunakan untuk Program Keluarga Harapan (PKH).
“Tingkat akurasi penerimanya juga semakin membaik. Kemenkeu melalui lembaga independen melakukan survei dan pemantauan penyaluran program ini pada Mei, Juni, dan Agustus,” katanya.
Terkait pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker) pada awal pekan ini, Febrio menegaskan bahwa perangkat hukum terbaru itu masih membutuhkan sejumlah aturan turunan seperti peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), dan peraturan menteri (PM). Kendati demikian, dia meyakini UU Cipta Kerja bisa menghidupkan supply dan demand, menarik investasi sebesar-besarnya, dan menimbulkan efek domino berupa pembukaan usaha dan penyerapan lapangan pekerjaan baru. (Baca juga: Canggih, Kecerdasan Buatan Mampu Prediksi Bakal Penyakit)
“Big picture memang simplifikasi proses usaha di Indonesia. Ease of doing business bertahun-tahun mentok 120 ke 72-73. Enggak naik-naik lagi. Paling besar keluhan dari industri, itu starting bisnis. Paling besar karut-marut di perizinan. Itu yang mendominasi Omnibus Law. Kami menyederhanakan untuk memulai usaha,” jelas Febrio.
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga menyambut baik kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja. Wakil Ketua Kadin Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menerangkan, selama ini Indonesia mengalami obesitas peraturan. Setiap pemerintah, menteri, dan kepala daerah baru membuat aturan sehingga semua saling bertumpuk. “Namun, perjalanan UU Cipta Kerja ini masih panjang karena baru bisa berakselerasi setelah peraturan turunannya hadir,” ungkapnya.
Benny mengungkapkan, kalangan dunia usaha optimistis perekonomian Indonesia akan cepat bangkit. Apalagi, melihat langkah, program, dan stimulus yang diberikan. Dia mengakui pandemi Covid-19 ini membuat pengusaha melakukan langkah efisiensi berupa merumahkan karyawan. “Jika terpaksa sekali, baru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” katanya.
Menurutnya, melihat kuartal kedua, ketiga, dan keempat, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diyakini tidak akan separah negara yang lain. “Yang lain sangat dalam, contohnya India minus 24%,” sebutnya.
BKF mengklaim, pengeluaran pemerintah sudah on the track. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sampai akhir tahun ini akan mencapai Rp2.739 triliun. Penyerapan anggaran PEN semakin dinilai baik. Dari pagu Rp695 triliun, sudah terpakai Rp315,48 triliun atau 45,4%. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)
Dana PEN tersebut, kata dia, digunakan untuk beberapa sektor antara lain kesehatan yang sudah mencapai Rp21,92 triliun; perlindungan sosial Rp157,03 triliun; kementerian/lembaga serta pemda Rp26,61 triliun; insentif usaha Rp28,07 triliun; dan dukungan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Rp81,85 triliun.
Dia menambahkan, anggaran paling penting dan besar adalah perlindungan sosial, yakni Rp203 triliun. Satu di antaranya digunakan untuk Program Keluarga Harapan (PKH).
“Tingkat akurasi penerimanya juga semakin membaik. Kemenkeu melalui lembaga independen melakukan survei dan pemantauan penyaluran program ini pada Mei, Juni, dan Agustus,” katanya.
Terkait pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker) pada awal pekan ini, Febrio menegaskan bahwa perangkat hukum terbaru itu masih membutuhkan sejumlah aturan turunan seperti peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), dan peraturan menteri (PM). Kendati demikian, dia meyakini UU Cipta Kerja bisa menghidupkan supply dan demand, menarik investasi sebesar-besarnya, dan menimbulkan efek domino berupa pembukaan usaha dan penyerapan lapangan pekerjaan baru. (Baca juga: Canggih, Kecerdasan Buatan Mampu Prediksi Bakal Penyakit)
“Big picture memang simplifikasi proses usaha di Indonesia. Ease of doing business bertahun-tahun mentok 120 ke 72-73. Enggak naik-naik lagi. Paling besar keluhan dari industri, itu starting bisnis. Paling besar karut-marut di perizinan. Itu yang mendominasi Omnibus Law. Kami menyederhanakan untuk memulai usaha,” jelas Febrio.
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga menyambut baik kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja. Wakil Ketua Kadin Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menerangkan, selama ini Indonesia mengalami obesitas peraturan. Setiap pemerintah, menteri, dan kepala daerah baru membuat aturan sehingga semua saling bertumpuk. “Namun, perjalanan UU Cipta Kerja ini masih panjang karena baru bisa berakselerasi setelah peraturan turunannya hadir,” ungkapnya.
Benny mengungkapkan, kalangan dunia usaha optimistis perekonomian Indonesia akan cepat bangkit. Apalagi, melihat langkah, program, dan stimulus yang diberikan. Dia mengakui pandemi Covid-19 ini membuat pengusaha melakukan langkah efisiensi berupa merumahkan karyawan. “Jika terpaksa sekali, baru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” katanya.
tulis komentar anda