Pandemi Membuat BUMN Rugi Makin Banyak, Terbesar di Jiwasraya
Rabu, 14 Oktober 2020 - 12:55 WIB
Kinerja keuangan Garuda pada semester I 2020 ini lebih buruk dari periode yang sama di tahun 2019. Saat itu, Garuda masih mencatatkan laba USD 24,11 juta atau setara Rp349 miliar. Kerugian ini berasal dari capaian pendapatan Garuda yang hanya mencapai USD 917,28 juta dolar setara Rp13,3 triliun. Padahal pada periode yang sama di tahun 2019 Garuda masih mampu memperoleh pendapatan USD 2,19 miliar atau setara Rp31 triliun.
ASABRI
Berdasarkan audit laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2019 oleh BPK mengungkapkan kinerja investasi PT Asabri (Persero) merugi. BPK menemukan bahwa Asabri membukukan rugi komprehensif Rp 8,43 triliun pada 2019, akibat penurunan nilai aset investasi saham dan reksa dana. Namun demikian, temuan tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya dengan sejumlah alasan.
Selain rugi komprehensif, BPK juga mencatat pengakuan perseroan mengenai beban penyesuaian nilai investasi tahun buku 2019 mencapai Rp 6,21 triliun dari pengakuan rugi bersih tahun berjalan Asabri. Hal tersebut tertuang pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern (LHP SPI), bagian dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019 oleh BPK.
Menurut BPK, rugi komprehensif dan rugi bersih tahun berjalan PT Asabri tersebut disebabkan adanya rugi investasi atas penurunan harga pasar aset investasi saham dan reksa dana yang dimiliki PT Asabri (Persero) masing-masing sebesar Rp 5,29 triliun dan Rp 2,22 triliun.
Kereta Api Indonesia
Dirutan kelima BUMN yang mengalami rugi terbesar adalah PT Kerata Api Indonesia (Persero). Untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran Virus Covid-19, sejumlah derah di Indonesia melakukan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya menurut,Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartyanto, pengguna atau penumpang kereta pun merosot hanya tinggal 10% hingga 20% saja.
Akibatnya sepanjang Semester I-2020 KAI harus menanggung rugi Rp 1,35 triliun. Kinerja keuangan yang minus ini disumbang oleh melorotnya pendapatan dari Rp 12,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi hanya Rp 7,4 triliun pada pada paruh pertama tahun ini.
Sedangkan beban usaha pada Juni 2020 tercatat menurun sebesar Rp 1,15 triliun dari sebelumnya Rp 1,4 triliun. Didiek menjelaskan pendapatan dari sisi penumpang menyumbang pemasukan terbesar bagi arus kas. Tak dimungkiri, saat penumpang melorot, pendapatan perseroan turut menukik turun.
Angkasa Pura I dan II
ASABRI
Berdasarkan audit laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2019 oleh BPK mengungkapkan kinerja investasi PT Asabri (Persero) merugi. BPK menemukan bahwa Asabri membukukan rugi komprehensif Rp 8,43 triliun pada 2019, akibat penurunan nilai aset investasi saham dan reksa dana. Namun demikian, temuan tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya dengan sejumlah alasan.
Selain rugi komprehensif, BPK juga mencatat pengakuan perseroan mengenai beban penyesuaian nilai investasi tahun buku 2019 mencapai Rp 6,21 triliun dari pengakuan rugi bersih tahun berjalan Asabri. Hal tersebut tertuang pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern (LHP SPI), bagian dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019 oleh BPK.
Menurut BPK, rugi komprehensif dan rugi bersih tahun berjalan PT Asabri tersebut disebabkan adanya rugi investasi atas penurunan harga pasar aset investasi saham dan reksa dana yang dimiliki PT Asabri (Persero) masing-masing sebesar Rp 5,29 triliun dan Rp 2,22 triliun.
Kereta Api Indonesia
Dirutan kelima BUMN yang mengalami rugi terbesar adalah PT Kerata Api Indonesia (Persero). Untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran Virus Covid-19, sejumlah derah di Indonesia melakukan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya menurut,Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartyanto, pengguna atau penumpang kereta pun merosot hanya tinggal 10% hingga 20% saja.
Akibatnya sepanjang Semester I-2020 KAI harus menanggung rugi Rp 1,35 triliun. Kinerja keuangan yang minus ini disumbang oleh melorotnya pendapatan dari Rp 12,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi hanya Rp 7,4 triliun pada pada paruh pertama tahun ini.
Sedangkan beban usaha pada Juni 2020 tercatat menurun sebesar Rp 1,15 triliun dari sebelumnya Rp 1,4 triliun. Didiek menjelaskan pendapatan dari sisi penumpang menyumbang pemasukan terbesar bagi arus kas. Tak dimungkiri, saat penumpang melorot, pendapatan perseroan turut menukik turun.
Angkasa Pura I dan II
tulis komentar anda