Listrik Bersih Sulit Berkembang karena Sikap Pemerintah Sendiri
Rabu, 14 Oktober 2020 - 14:18 WIB
JAKARTA - Pengamat Energi Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengatakan bahwa pengembangan energi baru terbarukan (EBT) kurang berkembang secara optimal. Menurutnya komitmen pemerintah terhadap energi terbarukan tidak konsisten. ( Baca juga:Perluas Pangsa Pasar EBT, Menteri Arifin: Saatnya Indonesia Ikuti Tren Dunia )
"Kendala dalam pengembangan EBT adalah peraturan yang berubah-ubah," katanya dalam Market Review IDX Channel, Rabu (14/10/2020).
Ia mencontohkan, misalnya saja sikap pemerintah terkait energi mikrohidro atau yang dimaksud dengan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Sikap inkonsistensi pemerintah terlihat mengurangi kontrak jual beli dalam energi tersebut.
"Komitmen pemerintah tidak konsisten. Di satu sisi ingin mengembakan namun dari aturan kurang mendukung. Ini tentu mempengaruhi investor atau pihak pengembang," jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan, kendala lainnya adalah harga energi terbarukan sangat mahal sehingga membuatnya sulit berkembang. Mahalnya EBT ini karena menggunakan teknologi sangat tinggi. ( Baca juga:Ngeri! Sri Mulyani Bakal Bikin Meriang Pengusaha Batubara )
"Jadi sulit berkembang karena mahalnya teknologi dan infrastrukturnya cukup mahal," terangnya.
Lihat Juga: Gotong Royong Bangun Jargas, Solusi Kurangi Beban Subsidi Energi lewat Optimalisasi Gas Domestik
"Kendala dalam pengembangan EBT adalah peraturan yang berubah-ubah," katanya dalam Market Review IDX Channel, Rabu (14/10/2020).
Ia mencontohkan, misalnya saja sikap pemerintah terkait energi mikrohidro atau yang dimaksud dengan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Sikap inkonsistensi pemerintah terlihat mengurangi kontrak jual beli dalam energi tersebut.
"Komitmen pemerintah tidak konsisten. Di satu sisi ingin mengembakan namun dari aturan kurang mendukung. Ini tentu mempengaruhi investor atau pihak pengembang," jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan, kendala lainnya adalah harga energi terbarukan sangat mahal sehingga membuatnya sulit berkembang. Mahalnya EBT ini karena menggunakan teknologi sangat tinggi. ( Baca juga:Ngeri! Sri Mulyani Bakal Bikin Meriang Pengusaha Batubara )
"Jadi sulit berkembang karena mahalnya teknologi dan infrastrukturnya cukup mahal," terangnya.
Lihat Juga: Gotong Royong Bangun Jargas, Solusi Kurangi Beban Subsidi Energi lewat Optimalisasi Gas Domestik
(uka)
tulis komentar anda