Refleksi Akhir Tahun, Saatnya Pembaharuan Hukum Kemaritiman Indonesia
Minggu, 27 Desember 2020 - 16:45 WIB
Selain itu, dalam UNCLOS 1982 juga diatur tata cara penarikan garis batas maritim jika terjadi tumpang tindih klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang bersebelahan maupun yang berseberangan.
UNCLOSS juga telah mengatur hak kepada semua negara untuk menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial. Antara lain, suatu negara kepulauan boleh menetapkan alur-alur laut kepulauan dan rute-rute udara di atas alur-alur laut kepulauan tersebut, yang digunakan untuk lintasan kapal dan pesawat udara asing yang secepat mungkin dan terus menerus melalui atau di atas alur-alur laut kepulauan tersebut dan laut teritorial yang berdekatan (pasal 53 ayaut 1).
Sedangkan dalam pasal 26 ayat (1), disebutkan tidak ada pungutan yang dapat dibebankan kepada kapal asing hanya karena melintasi laut teritorial. Dan di pasal (2) berbunyi; Pungutan dapat dibebankan kepada kapal asing yang melintasi laut teritorial hanya sebagai pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada kapal tersebut. "Pungutan ini harus dibebankan tanpa diskriminasi," ucap Ridwan.
Ridwan yang juga menjabat Sekjen Indonesia Maritime Transportation and Logistic Watch (IMLOW) mengatakan, konektivitas Laut tidak dapat dilakukan sendiri, oleh karenanya perlu dukungan dan sinergi dengan pembangunan daerah. Terdapat tiga point krusial yang mesti menjadi perhatian dalam mewujudkan konektivitas tersebut yakni; pertama, penyelesaian peningkatan pelabuhan (5 deep-sea port, 19 feeder port, dan 100 sub feeder port).
Kedua, Fokus pada pembangunan 9 kawasan industri prioritas nasional atau proyek prioritas strategis (major project) termasuk 18 kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Ketiga, Pembangunan pelabuhan dan pusat pertumbuhan diutamakan disebar ke luar pulau Jawa untuk meningkatkan pertumbuhan luar pulau jawa sehingga kesenjangan antar daerah dapat dikurangi.
Sementara untuk mengoptimalkan program Tol Laut, imbuhnya, dibutuhkan lembaga atau Badan Otoritas yang berfungsi mengawasi pelaksanaan program Tol Laut.
"Oleh sebab itu, evaluasi secara komprehensif terhadap program Tol Laut perlu dilakukan, khususnya menyangkut transparansi schedule, ketersediaan ruang muat dan uang tambang (freight). Program Tol Laut juga perlu diikuti peningkatan infrastruktur transportasi darat dan fasilitas pergudangan di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar)," ujar Ridwan.
Menyangkut sektor kepelabuhanan, kata Ridwan, sekarang ini diperlukan Undang-undang Kepelabuhanan yang terpisah dari UU Pelayaran. "Hal ini dalam rangka memberikan kepastian hukum yang berkaitan dengan investasi, tenaga kerja dan kelancaran arus barang," paparnya.
Selain itu, diperlukan penguatan peran Otoritas Pelabuhan dengan membentuk Badan Otoritas Pelabuhan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
UNCLOSS juga telah mengatur hak kepada semua negara untuk menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial. Antara lain, suatu negara kepulauan boleh menetapkan alur-alur laut kepulauan dan rute-rute udara di atas alur-alur laut kepulauan tersebut, yang digunakan untuk lintasan kapal dan pesawat udara asing yang secepat mungkin dan terus menerus melalui atau di atas alur-alur laut kepulauan tersebut dan laut teritorial yang berdekatan (pasal 53 ayaut 1).
Sedangkan dalam pasal 26 ayat (1), disebutkan tidak ada pungutan yang dapat dibebankan kepada kapal asing hanya karena melintasi laut teritorial. Dan di pasal (2) berbunyi; Pungutan dapat dibebankan kepada kapal asing yang melintasi laut teritorial hanya sebagai pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada kapal tersebut. "Pungutan ini harus dibebankan tanpa diskriminasi," ucap Ridwan.
Ridwan yang juga menjabat Sekjen Indonesia Maritime Transportation and Logistic Watch (IMLOW) mengatakan, konektivitas Laut tidak dapat dilakukan sendiri, oleh karenanya perlu dukungan dan sinergi dengan pembangunan daerah. Terdapat tiga point krusial yang mesti menjadi perhatian dalam mewujudkan konektivitas tersebut yakni; pertama, penyelesaian peningkatan pelabuhan (5 deep-sea port, 19 feeder port, dan 100 sub feeder port).
Kedua, Fokus pada pembangunan 9 kawasan industri prioritas nasional atau proyek prioritas strategis (major project) termasuk 18 kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Ketiga, Pembangunan pelabuhan dan pusat pertumbuhan diutamakan disebar ke luar pulau Jawa untuk meningkatkan pertumbuhan luar pulau jawa sehingga kesenjangan antar daerah dapat dikurangi.
Sementara untuk mengoptimalkan program Tol Laut, imbuhnya, dibutuhkan lembaga atau Badan Otoritas yang berfungsi mengawasi pelaksanaan program Tol Laut.
"Oleh sebab itu, evaluasi secara komprehensif terhadap program Tol Laut perlu dilakukan, khususnya menyangkut transparansi schedule, ketersediaan ruang muat dan uang tambang (freight). Program Tol Laut juga perlu diikuti peningkatan infrastruktur transportasi darat dan fasilitas pergudangan di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar)," ujar Ridwan.
Menyangkut sektor kepelabuhanan, kata Ridwan, sekarang ini diperlukan Undang-undang Kepelabuhanan yang terpisah dari UU Pelayaran. "Hal ini dalam rangka memberikan kepastian hukum yang berkaitan dengan investasi, tenaga kerja dan kelancaran arus barang," paparnya.
Selain itu, diperlukan penguatan peran Otoritas Pelabuhan dengan membentuk Badan Otoritas Pelabuhan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Lihat Juga :
tulis komentar anda