Sikap Tegas Pemerintah Ditunggu Soal Banjir Baja Impor
Rabu, 13 Januari 2021 - 23:08 WIB
JAKARTA - Membanjirnya produk baja impor yang masuk ke Indonesia, bisa mengancam industri baja nasional . Untuk itu ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengingatkan, Pemerintah harus mengambil sikap tegas guna menghentikan banyaknya produk murah tersebut.
“Banjir impor baja terutama dari China harus dihentikan. Kalau tidak, industri kita tidak akan berkembang dan bahkan terancam bangkrut. Mereka pasti kalah bersaing dengan harga yang murah sekali,” kata Enny kepada media di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Menurut Enny, jika industri baja gulung tikar tentu memunculkan multiplier effect yang cukup besar. Termasuk di antaranya, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu karyawan industri baja nasional. “Jumlahnya tidak tahu pasti. Tetapi dari data 2019 saja, tenaga kerja industri baja dalam negeri sekitar 80 ribu orang. Mereka semua terancam,” jelas Enny.
Untuk melindungi industri baja nasional itulah, menurutnya, Pemerintah perlu memberlakukan Trade Remidies bagi industri baja dalam negeri, seperti Anti Dumping dan Safeguard. Terlebih di beberapa Negara, lanjut Enny, juga sudah memberlakukan kebijakan tersebut. “Malaysia misalnya, melakukan dengan tambahan tarif Anti Dumping yang cukup tinggi,” kata dia.
Perlindungan semacam itu, menurut Enny, tidak bertentangan dengan prinsip fairness World Trade Organization (WTO). Sebab, murahnya baja China, memang disebabkan dukungan Pemerintah China yang luar biasa besar. Di antaranya tax rebate dan subsidi. Bahkan, Pemerintah China juga memberi bantuan bagi industri untuk kebijakan lingkungan, seperti slag baja dan impunitas scrap.
“Pemerintah China memberikan dopping habis-habisan kepada industri. Ini terjadi karena over supply baja di China, setelah AS yang sebelumnya dibanjiri baja China memberlakukan berbagai macam barrier dan tarif tinggi,” kata Enny.
Karena dukungan masif itulah, lanjut Enny, tak heran jika produk-produk baja China bisa berharga rendah dan tidak wajar (unfair trade), termasuk ketika membanjiri Indonesia. “Makanya jika Pemerintah memberikan proteksi seperti Anti Dumping dan Safeguard diberikan, justru untuk fairness, agar seimbang,” jelasnya.
Seperti diberitakan media, baja China memang membanjiri berbagai negara di Asia dengan harga sangat murah. Hal itu dipicu kenaikan produksi baja di China namun pada saat bersamaan, permintaan domestik justru menurun. Akibatnya, beberapa negara melakukan kebijakan untuk melindungi industri baja dalam negeri .
Pemerintah Malaysia misalnya, melakukan anti dumping barrier untuk produk baja lapis aluminium dari China sebesar 2,8-18,18% hingga Desember 2025. Kebijakan anti dumping juga diterapkan Vietnam sejak 28 Desember lalu selama lima tahun.
“Banjir impor baja terutama dari China harus dihentikan. Kalau tidak, industri kita tidak akan berkembang dan bahkan terancam bangkrut. Mereka pasti kalah bersaing dengan harga yang murah sekali,” kata Enny kepada media di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Menurut Enny, jika industri baja gulung tikar tentu memunculkan multiplier effect yang cukup besar. Termasuk di antaranya, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu karyawan industri baja nasional. “Jumlahnya tidak tahu pasti. Tetapi dari data 2019 saja, tenaga kerja industri baja dalam negeri sekitar 80 ribu orang. Mereka semua terancam,” jelas Enny.
Untuk melindungi industri baja nasional itulah, menurutnya, Pemerintah perlu memberlakukan Trade Remidies bagi industri baja dalam negeri, seperti Anti Dumping dan Safeguard. Terlebih di beberapa Negara, lanjut Enny, juga sudah memberlakukan kebijakan tersebut. “Malaysia misalnya, melakukan dengan tambahan tarif Anti Dumping yang cukup tinggi,” kata dia.
Perlindungan semacam itu, menurut Enny, tidak bertentangan dengan prinsip fairness World Trade Organization (WTO). Sebab, murahnya baja China, memang disebabkan dukungan Pemerintah China yang luar biasa besar. Di antaranya tax rebate dan subsidi. Bahkan, Pemerintah China juga memberi bantuan bagi industri untuk kebijakan lingkungan, seperti slag baja dan impunitas scrap.
“Pemerintah China memberikan dopping habis-habisan kepada industri. Ini terjadi karena over supply baja di China, setelah AS yang sebelumnya dibanjiri baja China memberlakukan berbagai macam barrier dan tarif tinggi,” kata Enny.
Karena dukungan masif itulah, lanjut Enny, tak heran jika produk-produk baja China bisa berharga rendah dan tidak wajar (unfair trade), termasuk ketika membanjiri Indonesia. “Makanya jika Pemerintah memberikan proteksi seperti Anti Dumping dan Safeguard diberikan, justru untuk fairness, agar seimbang,” jelasnya.
Seperti diberitakan media, baja China memang membanjiri berbagai negara di Asia dengan harga sangat murah. Hal itu dipicu kenaikan produksi baja di China namun pada saat bersamaan, permintaan domestik justru menurun. Akibatnya, beberapa negara melakukan kebijakan untuk melindungi industri baja dalam negeri .
Pemerintah Malaysia misalnya, melakukan anti dumping barrier untuk produk baja lapis aluminium dari China sebesar 2,8-18,18% hingga Desember 2025. Kebijakan anti dumping juga diterapkan Vietnam sejak 28 Desember lalu selama lima tahun.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda