Ramai Influencer, Edukasi Pasar Modal Perlu Ditingkatkan
Selasa, 19 Januari 2021 - 06:07 WIB
Pengamat pasar modal Riska Afriani mengatakan, untuk mendapatkan informasi yang valid seputar saham sebaiknya mengacu pada analisis perusahaan sekuritas yang memang ahli dalam mengelola portofolio.
“Perusahaan sekuritas itu ada analis yang selalu memberikan rekomendasi. Banyak advisor yang memberikan informasi seputar saham,” ujarnya.
Menurut dia, para analis saham memiliki kemampuan mumpuni untuk membaca pergerakan emiten di pasar saham. Riska menyebut, fenomena endorserment ini tidak semata-mata influencer-nya yang kurang etis untuk menyarankan saham tertentu tetapi masyarakat juga terkadang tidak menyaring informasi yang beredar. “Literasi masyarakat mengenai pasar modal belum cukup baik,” katanya.
Peneliti Indef Nailul Huda menilai, berinvestasi di saham memang sedang menjadi tren. Bahkan, ada sebagian kalangan menganggapnya sebagai gaya hidup masa kini, terutama untuk generasi milenial.
"Menurut saya generasi milenial ini merupakan generasi yang risk lovers dengan iming-iming pendapatan yang besar," kata Huda saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Untuk itu, kata dia, saham menjadi salah satu perangkat bagi kalangan muda untuk mendapatkan pendapatan. Selain itu, kemudahan dalam bertransaksi pasar saham saat ini juga ikut memengaruhi trend dan "gaya hidup" investasi ini.
Di satu sisi, lanjut dia, tingkat literasi keuangan di Indonesia cukup rendah, yang berarti pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia tentang produk layanan keuangan seperti saham masih rendah. "Maka tak ayal terjadi kasus seperti kemarin, main saham pakai dana yang seharusnya tidak digunakan," beber dia.
Secara umum, sebelum investasi di saham, ada baiknya menyiapkan dana-dana penting sebagai contoh dana pendidikan, dana kesehatan atau investasi ke “fisik” dahulu seperti rumah, emas, dan usaha. "Nah baru setelah itu bermain saham," tukas dia.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini terjadi fenomena latah berinvestasi di pasar modal akibat ramainya influencer dan selebgram yang mempromosikan trading saham. Hal ini, kata dia, berdampaknya pada investor ritel yang tidak kuat finansialnya sehingga melakukan beragam cara untuk mendapatkan modal termasuk mencari pendanaan dari pinjaman.
“Seharusnya masyarakat paham bahwa investasi itu untuk jangka panjang dan bukan minat sesaat. Calon investor juga harus bisa mengkalkulasi potensi untung dan kerugian serta memahami regulasinya. Jangan mau ikutan saja karena fenomena investasi sedang booming karena melihat harga saham sedang murah tapi tidak hati-hati. Jangan mau spekulasi jangka pendek," kata Bhima.
“Perusahaan sekuritas itu ada analis yang selalu memberikan rekomendasi. Banyak advisor yang memberikan informasi seputar saham,” ujarnya.
Menurut dia, para analis saham memiliki kemampuan mumpuni untuk membaca pergerakan emiten di pasar saham. Riska menyebut, fenomena endorserment ini tidak semata-mata influencer-nya yang kurang etis untuk menyarankan saham tertentu tetapi masyarakat juga terkadang tidak menyaring informasi yang beredar. “Literasi masyarakat mengenai pasar modal belum cukup baik,” katanya.
Peneliti Indef Nailul Huda menilai, berinvestasi di saham memang sedang menjadi tren. Bahkan, ada sebagian kalangan menganggapnya sebagai gaya hidup masa kini, terutama untuk generasi milenial.
"Menurut saya generasi milenial ini merupakan generasi yang risk lovers dengan iming-iming pendapatan yang besar," kata Huda saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Untuk itu, kata dia, saham menjadi salah satu perangkat bagi kalangan muda untuk mendapatkan pendapatan. Selain itu, kemudahan dalam bertransaksi pasar saham saat ini juga ikut memengaruhi trend dan "gaya hidup" investasi ini.
Di satu sisi, lanjut dia, tingkat literasi keuangan di Indonesia cukup rendah, yang berarti pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia tentang produk layanan keuangan seperti saham masih rendah. "Maka tak ayal terjadi kasus seperti kemarin, main saham pakai dana yang seharusnya tidak digunakan," beber dia.
Secara umum, sebelum investasi di saham, ada baiknya menyiapkan dana-dana penting sebagai contoh dana pendidikan, dana kesehatan atau investasi ke “fisik” dahulu seperti rumah, emas, dan usaha. "Nah baru setelah itu bermain saham," tukas dia.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini terjadi fenomena latah berinvestasi di pasar modal akibat ramainya influencer dan selebgram yang mempromosikan trading saham. Hal ini, kata dia, berdampaknya pada investor ritel yang tidak kuat finansialnya sehingga melakukan beragam cara untuk mendapatkan modal termasuk mencari pendanaan dari pinjaman.
“Seharusnya masyarakat paham bahwa investasi itu untuk jangka panjang dan bukan minat sesaat. Calon investor juga harus bisa mengkalkulasi potensi untung dan kerugian serta memahami regulasinya. Jangan mau ikutan saja karena fenomena investasi sedang booming karena melihat harga saham sedang murah tapi tidak hati-hati. Jangan mau spekulasi jangka pendek," kata Bhima.
Lihat Juga :
tulis komentar anda