Ramai Influencer, Edukasi Pasar Modal Perlu Ditingkatkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak awal tahun 2021 terus menunjukkan tren penguatan. Instrumen investasi pasar modal ini menjadi salah satu pilihan investor karena dianggap cukup menguntungkan.
Pertumbuhan IHSG di awal tahun ini diharapkan berlanjut setelah pada 2020 lalu sempat turun sekitar 5,09% akibat pandemi Covid-19 . Kendati sempat terjun ke titik terendah di level 4.194 pada Maret lalu, IHSG kembali bangkit di akhir tahun lalu dan bertengger di angka 5.979.
(Baca juga: Polemik Raffi Ahmad, PUDI: Influencer dan Tokoh Bangsa Harus Beri Teladan )
Adapun di tahun ini, sejak awal Januari indeks pasar modal terus menguat dan hingga kemarin masih tumbuh positif di level 6.389. Kondisi ini tentu saja cukup menggembirakan di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional yang masih terdampak pandemi.
"Sampai akhir bulan ini diprediksi masih positif. Tapi mungkin di bulan Februari bisa jadi terkoreksi karena memilih aksi ambil untung, rebalancing portofolio, sehingga invstor memilih wait and see antara ekspektasi dan realitasnya," kata Analis Samuel Sekuritas Ahmad Mikail Zaini kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
(Baca juga: Awas! IHSG Sakit Saat Kasus Baru Covid-19 Terus Cetak Rekor )
Dia menambahkan, ada tiga faktor yang memicu tren positif tersebut. Pertama, faktor January effect. Kemudian, tingkat suku bunga yang rendah sehingga banyak orang mencari return lebih tinggi melalui pasar saham. Ketiga, faktor vaksinasi Covid-19 yang memunculkan ekspektasi pemulihan ekonomi bisa membaik di tahun ini.
Selain investasi di sektor ritel dan komoditas pertambangan, sektor lainnya yang menarik minat investor yaitu consumer goods seperti produsen makanan, rokok, dan lainnya.
"Apalagi sekarang ada lagi BLT (bantuan langsung tunai) dari pemerintah. Makanya saham di sektor consumer goods seperti makanan instan, rokok atau produk konsumsi lainnya yang berpeluang naik," prediksinya.
(Baca juga: Niat Beli Saham Pakai Utang? Simak Dulu Risikonya... )
Tumbuhnya tren pergerakan IHSG ini sejalan dengan semakin diliriknya pasar modal sebagai salah satu instrumen investasi masyarakat. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga akhir tahun lalu, terdapat penambahan jumlah investor di pasar modal sekitar 56% menjadi 3,87 juta investor. Demikian pula dengan aktivitas go public perusahaan yang termasuk tinggi yakni mencapai 51 perusahaan, sehingga total emiten kini sebanyak 713 perusahaan.
Masih berdasarkan data BEI, sepanjang 2020 terdapat peningkatan transaksi investor yakni sebanyak 94.000 investor per hari atau meningkat 73% dibanding tahun sebelumnya. Sementara aktivitas transaksi dari kalangan investor ritel tumbuh 4 kali lipat dalam 11 bulan terakhir di 2020.
Tren pertumbuhan aktivitas di pasar modal tersebut, juga menjalar ke kalangan pesohor yang biasa aktif di media sosial. Bahkan, tak jarang mereka yang punya banyak pengikut di media sosial seperti Instagram turut membagikan pengalamannya saat mengoleksi saham tertentu, layaknya influencer yang mempromosikan sebuah produk.
Misalnya saja, Ustadz Yusuf Mansur yang kerap memberikan wejangan soal saham lewat akun Instagramnya. Beberapa saham pernah mendapat perhatiannya adalah PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), dan saham-saham BUMN Karya.
Putera ketiga Presiden Joko Widodo , Kaesang Pangarep , juga termasuk pesohor yang rajin membicarakan soal investasi di pasar saham melalui Twitter. Saham-saham andalan Kaesang seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
Pesohor lain yang baru-baru ini berbicara soal investasi saham adalah artis Raffi Ahmad dan Ari Lasso . Melalui akun Instagramnya masing-masing, mereka merekomendasikan saham PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS).
Menyikapi fenomena tersebut, Ahmad menilai positif karena menandakan bahwa semua orang dari berbagai kalangan ingin belajar dan tertarik berinvestasi di pasar saham. "Saham ini salah satu investasi yang berisiko tinggi tapi return-nya tidak terbatas. Artinya, orang sudah mulai aware untuk berinvestasi. Financial literacy-nya sudah mulai bagus," kata dia.
Namun, dia menyarankan agar para influencer juga lebih memperdalam lagi literasi atau ilmu tentang saham sehingga bisa merekomendasikan saham yang tepat. "Sebaiknya masyarakat juga hati-hati dan tahu lebih dalam dari ahlinya seperti broker atau anggota bursa yang memang sudah andal dan mendedikasikan keilmuannya di bidang ini," tandasnya.
(Baca juga: Gadein BPKB buat Main Saham, Pengamat: Literasinya 'Jongkok' )
Pengamat pasar modal Riska Afriani mengatakan, untuk mendapatkan informasi yang valid seputar saham sebaiknya mengacu pada analisis perusahaan sekuritas yang memang ahli dalam mengelola portofolio.
“Perusahaan sekuritas itu ada analis yang selalu memberikan rekomendasi. Banyak advisor yang memberikan informasi seputar saham,” ujarnya.
Menurut dia, para analis saham memiliki kemampuan mumpuni untuk membaca pergerakan emiten di pasar saham. Riska menyebut, fenomena endorserment ini tidak semata-mata influencer-nya yang kurang etis untuk menyarankan saham tertentu tetapi masyarakat juga terkadang tidak menyaring informasi yang beredar. “Literasi masyarakat mengenai pasar modal belum cukup baik,” katanya.
Peneliti Indef Nailul Huda menilai, berinvestasi di saham memang sedang menjadi tren. Bahkan, ada sebagian kalangan menganggapnya sebagai gaya hidup masa kini, terutama untuk generasi milenial.
"Menurut saya generasi milenial ini merupakan generasi yang risk lovers dengan iming-iming pendapatan yang besar," kata Huda saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Untuk itu, kata dia, saham menjadi salah satu perangkat bagi kalangan muda untuk mendapatkan pendapatan. Selain itu, kemudahan dalam bertransaksi pasar saham saat ini juga ikut memengaruhi trend dan "gaya hidup" investasi ini.
Di satu sisi, lanjut dia, tingkat literasi keuangan di Indonesia cukup rendah, yang berarti pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia tentang produk layanan keuangan seperti saham masih rendah. "Maka tak ayal terjadi kasus seperti kemarin, main saham pakai dana yang seharusnya tidak digunakan," beber dia.
Secara umum, sebelum investasi di saham, ada baiknya menyiapkan dana-dana penting sebagai contoh dana pendidikan, dana kesehatan atau investasi ke “fisik” dahulu seperti rumah, emas, dan usaha. "Nah baru setelah itu bermain saham," tukas dia.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini terjadi fenomena latah berinvestasi di pasar modal akibat ramainya influencer dan selebgram yang mempromosikan trading saham. Hal ini, kata dia, berdampaknya pada investor ritel yang tidak kuat finansialnya sehingga melakukan beragam cara untuk mendapatkan modal termasuk mencari pendanaan dari pinjaman.
“Seharusnya masyarakat paham bahwa investasi itu untuk jangka panjang dan bukan minat sesaat. Calon investor juga harus bisa mengkalkulasi potensi untung dan kerugian serta memahami regulasinya. Jangan mau ikutan saja karena fenomena investasi sedang booming karena melihat harga saham sedang murah tapi tidak hati-hati. Jangan mau spekulasi jangka pendek," kata Bhima.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) punya cara tersendiri untuk menggairahkan pasar modal di tahun 2021. Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan, pasar modal bakal difasilitasi alternatif pembiayaan dari platform security crowdfunding yang telah diresmikan.
"Platform digital ini akan membuka akses bagi generasi milenial dan juga UKM di daerah-daerah untuk berinteraksi di pasar modal," kata Wimboh di Jakarta, Sabtu (16/01) lalu.
Dia menambahkan, OJK juga terus melakukan peningkatan perlindungan konsumen dan berkomitmen tinggi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi. Hanya saja, kata dia, untuk mewujudkannya OJK tidak bisa sendiri sehingga mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dan berinovasi guna mewujudkan sektor jasa keuangan yang berdaya saing.
“Besar harapan kami, kita dapat mengisi tahun 2021 ini dengan kinerja dan prestasi yang lebih baik lagi," tandasnya.
Pertumbuhan IHSG di awal tahun ini diharapkan berlanjut setelah pada 2020 lalu sempat turun sekitar 5,09% akibat pandemi Covid-19 . Kendati sempat terjun ke titik terendah di level 4.194 pada Maret lalu, IHSG kembali bangkit di akhir tahun lalu dan bertengger di angka 5.979.
(Baca juga: Polemik Raffi Ahmad, PUDI: Influencer dan Tokoh Bangsa Harus Beri Teladan )
Adapun di tahun ini, sejak awal Januari indeks pasar modal terus menguat dan hingga kemarin masih tumbuh positif di level 6.389. Kondisi ini tentu saja cukup menggembirakan di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional yang masih terdampak pandemi.
"Sampai akhir bulan ini diprediksi masih positif. Tapi mungkin di bulan Februari bisa jadi terkoreksi karena memilih aksi ambil untung, rebalancing portofolio, sehingga invstor memilih wait and see antara ekspektasi dan realitasnya," kata Analis Samuel Sekuritas Ahmad Mikail Zaini kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
(Baca juga: Awas! IHSG Sakit Saat Kasus Baru Covid-19 Terus Cetak Rekor )
Dia menambahkan, ada tiga faktor yang memicu tren positif tersebut. Pertama, faktor January effect. Kemudian, tingkat suku bunga yang rendah sehingga banyak orang mencari return lebih tinggi melalui pasar saham. Ketiga, faktor vaksinasi Covid-19 yang memunculkan ekspektasi pemulihan ekonomi bisa membaik di tahun ini.
Selain investasi di sektor ritel dan komoditas pertambangan, sektor lainnya yang menarik minat investor yaitu consumer goods seperti produsen makanan, rokok, dan lainnya.
"Apalagi sekarang ada lagi BLT (bantuan langsung tunai) dari pemerintah. Makanya saham di sektor consumer goods seperti makanan instan, rokok atau produk konsumsi lainnya yang berpeluang naik," prediksinya.
(Baca juga: Niat Beli Saham Pakai Utang? Simak Dulu Risikonya... )
Tumbuhnya tren pergerakan IHSG ini sejalan dengan semakin diliriknya pasar modal sebagai salah satu instrumen investasi masyarakat. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga akhir tahun lalu, terdapat penambahan jumlah investor di pasar modal sekitar 56% menjadi 3,87 juta investor. Demikian pula dengan aktivitas go public perusahaan yang termasuk tinggi yakni mencapai 51 perusahaan, sehingga total emiten kini sebanyak 713 perusahaan.
Masih berdasarkan data BEI, sepanjang 2020 terdapat peningkatan transaksi investor yakni sebanyak 94.000 investor per hari atau meningkat 73% dibanding tahun sebelumnya. Sementara aktivitas transaksi dari kalangan investor ritel tumbuh 4 kali lipat dalam 11 bulan terakhir di 2020.
Tren pertumbuhan aktivitas di pasar modal tersebut, juga menjalar ke kalangan pesohor yang biasa aktif di media sosial. Bahkan, tak jarang mereka yang punya banyak pengikut di media sosial seperti Instagram turut membagikan pengalamannya saat mengoleksi saham tertentu, layaknya influencer yang mempromosikan sebuah produk.
Misalnya saja, Ustadz Yusuf Mansur yang kerap memberikan wejangan soal saham lewat akun Instagramnya. Beberapa saham pernah mendapat perhatiannya adalah PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), dan saham-saham BUMN Karya.
Putera ketiga Presiden Joko Widodo , Kaesang Pangarep , juga termasuk pesohor yang rajin membicarakan soal investasi di pasar saham melalui Twitter. Saham-saham andalan Kaesang seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
Pesohor lain yang baru-baru ini berbicara soal investasi saham adalah artis Raffi Ahmad dan Ari Lasso . Melalui akun Instagramnya masing-masing, mereka merekomendasikan saham PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS).
Menyikapi fenomena tersebut, Ahmad menilai positif karena menandakan bahwa semua orang dari berbagai kalangan ingin belajar dan tertarik berinvestasi di pasar saham. "Saham ini salah satu investasi yang berisiko tinggi tapi return-nya tidak terbatas. Artinya, orang sudah mulai aware untuk berinvestasi. Financial literacy-nya sudah mulai bagus," kata dia.
Namun, dia menyarankan agar para influencer juga lebih memperdalam lagi literasi atau ilmu tentang saham sehingga bisa merekomendasikan saham yang tepat. "Sebaiknya masyarakat juga hati-hati dan tahu lebih dalam dari ahlinya seperti broker atau anggota bursa yang memang sudah andal dan mendedikasikan keilmuannya di bidang ini," tandasnya.
(Baca juga: Gadein BPKB buat Main Saham, Pengamat: Literasinya 'Jongkok' )
Pengamat pasar modal Riska Afriani mengatakan, untuk mendapatkan informasi yang valid seputar saham sebaiknya mengacu pada analisis perusahaan sekuritas yang memang ahli dalam mengelola portofolio.
“Perusahaan sekuritas itu ada analis yang selalu memberikan rekomendasi. Banyak advisor yang memberikan informasi seputar saham,” ujarnya.
Menurut dia, para analis saham memiliki kemampuan mumpuni untuk membaca pergerakan emiten di pasar saham. Riska menyebut, fenomena endorserment ini tidak semata-mata influencer-nya yang kurang etis untuk menyarankan saham tertentu tetapi masyarakat juga terkadang tidak menyaring informasi yang beredar. “Literasi masyarakat mengenai pasar modal belum cukup baik,” katanya.
Peneliti Indef Nailul Huda menilai, berinvestasi di saham memang sedang menjadi tren. Bahkan, ada sebagian kalangan menganggapnya sebagai gaya hidup masa kini, terutama untuk generasi milenial.
"Menurut saya generasi milenial ini merupakan generasi yang risk lovers dengan iming-iming pendapatan yang besar," kata Huda saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Untuk itu, kata dia, saham menjadi salah satu perangkat bagi kalangan muda untuk mendapatkan pendapatan. Selain itu, kemudahan dalam bertransaksi pasar saham saat ini juga ikut memengaruhi trend dan "gaya hidup" investasi ini.
Di satu sisi, lanjut dia, tingkat literasi keuangan di Indonesia cukup rendah, yang berarti pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia tentang produk layanan keuangan seperti saham masih rendah. "Maka tak ayal terjadi kasus seperti kemarin, main saham pakai dana yang seharusnya tidak digunakan," beber dia.
Secara umum, sebelum investasi di saham, ada baiknya menyiapkan dana-dana penting sebagai contoh dana pendidikan, dana kesehatan atau investasi ke “fisik” dahulu seperti rumah, emas, dan usaha. "Nah baru setelah itu bermain saham," tukas dia.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini terjadi fenomena latah berinvestasi di pasar modal akibat ramainya influencer dan selebgram yang mempromosikan trading saham. Hal ini, kata dia, berdampaknya pada investor ritel yang tidak kuat finansialnya sehingga melakukan beragam cara untuk mendapatkan modal termasuk mencari pendanaan dari pinjaman.
“Seharusnya masyarakat paham bahwa investasi itu untuk jangka panjang dan bukan minat sesaat. Calon investor juga harus bisa mengkalkulasi potensi untung dan kerugian serta memahami regulasinya. Jangan mau ikutan saja karena fenomena investasi sedang booming karena melihat harga saham sedang murah tapi tidak hati-hati. Jangan mau spekulasi jangka pendek," kata Bhima.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) punya cara tersendiri untuk menggairahkan pasar modal di tahun 2021. Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan, pasar modal bakal difasilitasi alternatif pembiayaan dari platform security crowdfunding yang telah diresmikan.
"Platform digital ini akan membuka akses bagi generasi milenial dan juga UKM di daerah-daerah untuk berinteraksi di pasar modal," kata Wimboh di Jakarta, Sabtu (16/01) lalu.
Dia menambahkan, OJK juga terus melakukan peningkatan perlindungan konsumen dan berkomitmen tinggi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi. Hanya saja, kata dia, untuk mewujudkannya OJK tidak bisa sendiri sehingga mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dan berinovasi guna mewujudkan sektor jasa keuangan yang berdaya saing.
“Besar harapan kami, kita dapat mengisi tahun 2021 ini dengan kinerja dan prestasi yang lebih baik lagi," tandasnya.
(ynt)