Cegah Kerugian di Pasar Modal, Pelajari Fundamental Saham
Sabtu, 30 Januari 2021 - 11:47 WIB
Berdasarkan data jumlah investor pasar modal Single Investor Indentification (SID) kelompok investor berusia di bawah 30 atau gen Z mendominasi di pasar modal. Meski secara jumlah investor milenial dan gen Z menguasai pasar modal, namun secara penguasaan aset masih sangat kecil dibandingkan investor yang lebih matang dan telah lebih lama menyelami seluk beluk pasar modal.Jika dilihat dari segmentasi pekerjaan, jumlah investor dari kalangan profesi mencpai 36,35%, kemudian pelajar dan mahasiswa berada di urutan kedua setelah segmen profesi pegawai dengan jumlah 27,19%.
Menurut Chief Economist BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, pelonjakan jumlah investor dari kalangan anak muda terjadi karena semakin mudahnya proses administrasi dengan program Know Your Customer (KYC) Administrasion yang terintegrasi ‎dengan data kependudukan dan catatan sipil. Selain itu, pendapatan generasi Z dan milenial tidak terlalu terkena dampak pandemi meski ada penerapan bekerja dari rumah (work from home). Hal ini membuat pengeluaran dari kalangan milenial menurun.
"Karena pandemi mereka tidak berwisata atau yang lain. Jadi, ketika jumlah tabungan meningkat, mereka gunakan untuk berinvetasi karena potensi return-nya yang jauh lebih tinggi dibandingkan tabungan. Juga sebenarnya generasi muda ini well educated, sehingga bisa lebih cepat belajar dan terjun ke dalam investasi pasar modal," kata Damhuri.
Tidak hanya itu saja, edukasi pasar modal saat ini semakin mudah untuk didapatkan, sehingga para investor muda sudah memiliki sedikit pengetahuan dan bisa membaca market bahwa suatu saat kondisi pasar modal akan berbalik naik (rebound). "Begitu pandemi ini berakhir, ekonomi akan membaik. Pasar ekspektasinya besar dan potensi return-nya sangat tinggi, mereka, para investor muda sangat tahu itu," ujarnya.
Selain itu, banyaknya program yang ditawarkan seperti menabung saham menjadi alasan utama para investor muda mulai tertarik berinvestasi. Terlebih lagi, mereka tidak dituntut membeli saham dengan jumlah yang besar.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, jumlah investor usia muda yang membuka rekening saham mengalami kenaikan signifikan. Dulu banyak anak muda yang tidak tertarik karena diangga berinvestasi di saham perlu dana besar. Misalnya, untuk membeli satu saham saja kita harus menyiapkan dana sekitar Rp25 juta.
"Di sinilah peran OJK dan juga BEI memberi edukasi bahwa untuk memulai berinvestasi saham tidak menyeramkan dan tidak lagi butuh dana besar. Sekarang dengan modal Rp100 ribu saja para milenial ini sudah bisa berinvestasi di saham," tambahnya.
Tirta menyarankan bagi investor pemula yang memang berniat terjun ke bursa saham harus memilih saham yang murah terlebih dahulu. Bisa juga menanam modalnya di reksadana terlebih dahulu sebelum berinvestasi saham. "Pemahaman ini kita berikan untuk para pemula belajar karakteristik instrumen saham," tambahnya.
Sementara Ketua Asosiasi Perencana Keuangan Internasional Indonesia Aidil Akbar Madjid memberikan cara mudah agar para investor tidak salah memilih investasi saham. Salah satunya mengetahui dahulu kinerja perusahaannya, apakah cenderung meraih untung ataukah perusahaan tersebut selalu rugi. Investor perlu mempelajari masalah fundamental dan teknikal saham, dari sisi fundamental pelajari laporan keuangan perusahaan yang sahamnya ingin dibeli.
Mulai dari bagaimana asetnya, laba, ekuitas, sektor bisnis perusahaan, hingga risiko dan prospek bisnis perusahaan. Bila sudah mengerti secara fundamental, maka saatnya belajar teknikal pergerakan saham.
Menurut Chief Economist BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, pelonjakan jumlah investor dari kalangan anak muda terjadi karena semakin mudahnya proses administrasi dengan program Know Your Customer (KYC) Administrasion yang terintegrasi ‎dengan data kependudukan dan catatan sipil. Selain itu, pendapatan generasi Z dan milenial tidak terlalu terkena dampak pandemi meski ada penerapan bekerja dari rumah (work from home). Hal ini membuat pengeluaran dari kalangan milenial menurun.
"Karena pandemi mereka tidak berwisata atau yang lain. Jadi, ketika jumlah tabungan meningkat, mereka gunakan untuk berinvetasi karena potensi return-nya yang jauh lebih tinggi dibandingkan tabungan. Juga sebenarnya generasi muda ini well educated, sehingga bisa lebih cepat belajar dan terjun ke dalam investasi pasar modal," kata Damhuri.
Tidak hanya itu saja, edukasi pasar modal saat ini semakin mudah untuk didapatkan, sehingga para investor muda sudah memiliki sedikit pengetahuan dan bisa membaca market bahwa suatu saat kondisi pasar modal akan berbalik naik (rebound). "Begitu pandemi ini berakhir, ekonomi akan membaik. Pasar ekspektasinya besar dan potensi return-nya sangat tinggi, mereka, para investor muda sangat tahu itu," ujarnya.
Selain itu, banyaknya program yang ditawarkan seperti menabung saham menjadi alasan utama para investor muda mulai tertarik berinvestasi. Terlebih lagi, mereka tidak dituntut membeli saham dengan jumlah yang besar.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, jumlah investor usia muda yang membuka rekening saham mengalami kenaikan signifikan. Dulu banyak anak muda yang tidak tertarik karena diangga berinvestasi di saham perlu dana besar. Misalnya, untuk membeli satu saham saja kita harus menyiapkan dana sekitar Rp25 juta.
"Di sinilah peran OJK dan juga BEI memberi edukasi bahwa untuk memulai berinvestasi saham tidak menyeramkan dan tidak lagi butuh dana besar. Sekarang dengan modal Rp100 ribu saja para milenial ini sudah bisa berinvestasi di saham," tambahnya.
Tirta menyarankan bagi investor pemula yang memang berniat terjun ke bursa saham harus memilih saham yang murah terlebih dahulu. Bisa juga menanam modalnya di reksadana terlebih dahulu sebelum berinvestasi saham. "Pemahaman ini kita berikan untuk para pemula belajar karakteristik instrumen saham," tambahnya.
Sementara Ketua Asosiasi Perencana Keuangan Internasional Indonesia Aidil Akbar Madjid memberikan cara mudah agar para investor tidak salah memilih investasi saham. Salah satunya mengetahui dahulu kinerja perusahaannya, apakah cenderung meraih untung ataukah perusahaan tersebut selalu rugi. Investor perlu mempelajari masalah fundamental dan teknikal saham, dari sisi fundamental pelajari laporan keuangan perusahaan yang sahamnya ingin dibeli.
Mulai dari bagaimana asetnya, laba, ekuitas, sektor bisnis perusahaan, hingga risiko dan prospek bisnis perusahaan. Bila sudah mengerti secara fundamental, maka saatnya belajar teknikal pergerakan saham.
tulis komentar anda