Hindari Pemadaman Bergilir Akibat Ketergantungan Batu Bara, Pakai EBT Mutlak
Rabu, 03 Februari 2021 - 16:03 WIB
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, pemerintah harus mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) untuk menggantikan energi batu bara yang selama ini menjadi sumber energi primer untuk ketenagalistrikan.
Seperti diketahui, cuaca ekstrem dan banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan (Kalsel) berdampak terhadap pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) . Hal ini membuat pasokan batu bara terhambat sehingga mengancam ketersediaan listrik.
"Bauran energi di PLN sekitar 50% menggunakan batu bara. Ke depan, ini merupakan ancaman yang juga harus diantisipasi. Oleh karena itu, agar tidak terjadi pemadaman bergilir, maka mengubah energi terbarukan merupakan suatu keniscayaan," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Rabu (3/2/2021).
Menurut dia, kendala saat ini harga keekonomian EBT masih lebih mahal dibandingkan dari batu bara. Namun penggunaan bauran energi baru terbarukan bisa dilakukan untuk jangka panjang. "Akselerasi EBT masih lambat sekali sehingga perlu komitmen pemerintah," ungkapnya.
Dia menuturkan, masih banyak potensi EBT yang masih belum dieksplorasi karena keterbatasan infrastruktur. Pemanfaatan bauran EBT baru mencapai 2,5% dari total potensi sebesar 400 GW.
"Geothermal di Indonesia terbesar nomor 2 di dunia, namun belum dieksplorasi secara maksimal karena keterbatasan infrastruktur. Karena itu, pemerintah perlu membantu baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah," tuturnya.
Dia menambahkan, jika terjadi pemadaman listrik bergilir di masa depan maka akan merugikan dunia usaha. "Kalau pemadaman bergilir terjadi, ini suatu keterpurukan luar biasa. Kalau ini terjadi maka ini sangat merugikan baik itu konsumen rumah tangga maupun industri tadi. Apalagi mereka sudah terdampak pandemi," tandasnya.
Seperti diketahui, cuaca ekstrem dan banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan (Kalsel) berdampak terhadap pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) . Hal ini membuat pasokan batu bara terhambat sehingga mengancam ketersediaan listrik.
"Bauran energi di PLN sekitar 50% menggunakan batu bara. Ke depan, ini merupakan ancaman yang juga harus diantisipasi. Oleh karena itu, agar tidak terjadi pemadaman bergilir, maka mengubah energi terbarukan merupakan suatu keniscayaan," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Rabu (3/2/2021).
Menurut dia, kendala saat ini harga keekonomian EBT masih lebih mahal dibandingkan dari batu bara. Namun penggunaan bauran energi baru terbarukan bisa dilakukan untuk jangka panjang. "Akselerasi EBT masih lambat sekali sehingga perlu komitmen pemerintah," ungkapnya.
Dia menuturkan, masih banyak potensi EBT yang masih belum dieksplorasi karena keterbatasan infrastruktur. Pemanfaatan bauran EBT baru mencapai 2,5% dari total potensi sebesar 400 GW.
"Geothermal di Indonesia terbesar nomor 2 di dunia, namun belum dieksplorasi secara maksimal karena keterbatasan infrastruktur. Karena itu, pemerintah perlu membantu baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah," tuturnya.
Dia menambahkan, jika terjadi pemadaman listrik bergilir di masa depan maka akan merugikan dunia usaha. "Kalau pemadaman bergilir terjadi, ini suatu keterpurukan luar biasa. Kalau ini terjadi maka ini sangat merugikan baik itu konsumen rumah tangga maupun industri tadi. Apalagi mereka sudah terdampak pandemi," tandasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda