Buntut Kasus Asabri, Investor Diminta Lebih Hati-hati

Selasa, 16 Februari 2021 - 17:38 WIB
Ilustrasi. FOTO/SINDOnews
JAKARTA - Dua perusahaan asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belakangan ini menjadi sorotan publik akibat geger kasus yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri.

Sebagaimana diketahui, Jiwasraya mengalami gagal bayar produk asuransi JS Saving Plan yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019 senilai Rp12,4 triliun.

Perusahaan asuransi milik negara itupun potensi menciptakan kerugian negara Rp13,7 triliun karena memiliki sejumlah portofolio saham berkinerja rendah. Kejaksaaan Agung belum lama ini juga telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Asabri ini disebut merugikan negara sebesar Rp23,7 triliun. Melihat hal ini, Head of Research Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi mengatakan, dari dua kasus asuransi BUMN ini dapat menjadi contoh untuk lebih berhati-hati lagi dalam berinvestasi. Sebab, Jiwasraya dan Asabri mengalami kerugian dengan melakukan investasi kepada saham-saham yang tidak begitu prospektif.

Padahal, Bursa Efek Indonesia (BEI), kata Lanjar telah menyediakan list indeks saham yang liquid seperti indeks LQ45, tetapi lembaga investasi keuangan malah cenderung melakukan investasi kepada saham-saham yang sangat atraktif, yang memiliki tingkat fluktuatif tinggi tetapi dengan prospek bisnis saham yang tidak terlalu menjanjikan.



"Ini bisa menjadi contoh bagi investor-investor selanjutnya untuk lebih hati-hati lagi, kalau pun mereka melakukan investasi kepada institusi melalui reksa dana mesti diperhatikan lagi reksa dana itu sahamnya kemana aja yang dibeli oleh Manajer Investasi tersebut, kalau saham-sahamnya cukup baik secara fundamental ya kita lihat saham-saham yang ada di LQ45," ujar Lanjar saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (16/2/2021).

"Kalau kita melakukan investasi pribadi hal ini menjadi contoh dimana kita harus berhati-hati lagi dalam memilih saham-saham untuk dilakukan investasi," sambungnya.



Dia menyebut, kasus Jiwasraya dan Asabri dititikberatkan kekeliruan dalam berinvestasi, karena investasi yang dilakukan tidak kepada saham-saham yang memiliki prospek secara fundamental maupun likuiditas yang cukup baik, hingga salah satu dari investasi tersebut terkena kasus. "Disini saya tidak melihat ada di (saham) Indofood atau Telkom, atau pun di bank-bank yang sering dijadikan target investasi defensif oleh investor seperti BCA, Mandiri, BNI dan BTN," kata dia.

Dengan adanya kejadian tersebut, Lanjar menyebut akan menjadi perhatian lebih bagi para investor untuk melakukan investasi dan untuk emiten menurutnya tidak terlalu terkena dampak yang signifikan. "Kalau pun nanti kasusnya harus diselesaikan kemungkinan nanti dia terjadi forced sales pasti dia akan terjadi aksi jual di saham-saham bersangkutan. Kalau saya lihat disini juga ga banyak familiar oleh investor ritel, jadi untuk dampak ke investor ritel tidak begitu signifikan. Jadi, lebih kepada psikologis investor itu sendiri dan kepercayaan investor terhadap institusi keuangan Indonesia," ucapnya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More