Menko Airlangga Klaim Kenaikan Iuran JKN Bikin Pelayanan Membaik
Senin, 18 Mei 2020 - 13:37 WIB
JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 64 Tahun 2020 sebagai upaya untuk membangun ekosistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sehat, berkesinambungan, dan berkeadilan. Perpres ini mencakup penyempurnaan kebijakan tentang pengelolaan JKN secara lebih komprehensif dalam upaya menyediakan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan, Perpres ini merupakan kebijakan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat secara komprehensif dalam jangka panjang. Penetapan ini, kata dia, sangat mempertimbangkan amar Putusan Mahkamah Agung No 7 P/HUM/2O2O, yang dalam pertimbangannya MA mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis yang intinya perlu perbaikan sistem, manajemen, dan pelayanan secara holistik dari hulu ke hilir, dalam upaya melakukan reformasi JKN atau BPJS Kesehatan .
"Pemerintah melakukan upaya terbaik dalam perbaikan pelayanan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik dan suistainable kepada seluruh masyarakat," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (18/5/2020).
(Baca Juga: Bayar Rp150.000, Menko Airlangga: Peserta BPJS Kesehatan Kelas I dan II Masih Dibantu)
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa implementasi penetapan Perpres ini akan dilakukan bertahap oleh pemerintah. Untuk tahun 2020, pemerintah tetap berkomitmen untuk membantu masyarakat ekonomi golongan menengah ke bawah, melalui pengaturan tarif yang disetorkan kepada BPJS. "Jadi diberikan relaksasi dan keringanan dimana gap antara Rp42.000 dengan Rp25.500 atau sebesar Rp16.500 dibayarkan oleh negara dan telah dimasukkan dalam anggaran 2020," jelasnya.
Dia mengatakan, ketentuan mengenai penyesuaian besaran iuran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2O2O, dengan dilandasi semangat gotong royong yang menjadi prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional ini. "Melalui prinsip gotong-royong, JKN dapat menumbuhkan keadilan sosial dan keberlanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia," imbuhnya.
Sebagai informasi, Perpres 64/2020 adalah pelaksanaan rekomendasi Mahkamah Agung (MA) dalam Putusan Nomor 7 P/HUM/2020 tanggal 27 Februari 2020. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim saat itu menekankan perlunya perbaikan holistik dari hulu ke hilir yang mencakup sistem, manajemen, dan pelayanan. Pemerintah dengan sigap melakukan pembenahan dan mendorong percepatan reformasi JKN.
Saat ini, sebanyak 132,6 juta orang miskin dan tidak mampu adalah peserta BPJS Kesehatan (JKN) secara gratis, yang mendapatkan layanan setara Kelas 3 dan iuran sebesar Rp42.000/orang/bulan. Iuran tersebut ditanggung oleh pemerintah melalui APBN untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar 96,6 juta orang, dan APBD sebesar 36 juta orang oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, mulai 1 Juli 2020 iuran peserta PBPU dan BP Kelas 1 dinaikkan menjadi Rp150.000/orang/bulan. Lalu iuran peserta PBPU dan BP Kelas 2 adalah Rp100.000/orang/bulan. Iuran ini masih jauh di bawah perhitungan aktuaria, artinya bahwa peserta Kelas 1 maupun Kelas 2 masih dibantu oleh segmen kepesertaan yang lain.
"Peserta yang tidak mampu membayar layanan kesehatan Kelas 1 dan Kelas 2 dapat berpindah ke Kelas 3 yang hanya membayar Rp25.500/orang/bulan, yaitu tarif yang jauh lebih murah dari tarif untuk orang miskin sebesar Rp42.000 yang dibayar oleh negara," katanya.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan, Perpres ini merupakan kebijakan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat secara komprehensif dalam jangka panjang. Penetapan ini, kata dia, sangat mempertimbangkan amar Putusan Mahkamah Agung No 7 P/HUM/2O2O, yang dalam pertimbangannya MA mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis yang intinya perlu perbaikan sistem, manajemen, dan pelayanan secara holistik dari hulu ke hilir, dalam upaya melakukan reformasi JKN atau BPJS Kesehatan .
"Pemerintah melakukan upaya terbaik dalam perbaikan pelayanan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik dan suistainable kepada seluruh masyarakat," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (18/5/2020).
(Baca Juga: Bayar Rp150.000, Menko Airlangga: Peserta BPJS Kesehatan Kelas I dan II Masih Dibantu)
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa implementasi penetapan Perpres ini akan dilakukan bertahap oleh pemerintah. Untuk tahun 2020, pemerintah tetap berkomitmen untuk membantu masyarakat ekonomi golongan menengah ke bawah, melalui pengaturan tarif yang disetorkan kepada BPJS. "Jadi diberikan relaksasi dan keringanan dimana gap antara Rp42.000 dengan Rp25.500 atau sebesar Rp16.500 dibayarkan oleh negara dan telah dimasukkan dalam anggaran 2020," jelasnya.
Dia mengatakan, ketentuan mengenai penyesuaian besaran iuran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2O2O, dengan dilandasi semangat gotong royong yang menjadi prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional ini. "Melalui prinsip gotong-royong, JKN dapat menumbuhkan keadilan sosial dan keberlanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia," imbuhnya.
Sebagai informasi, Perpres 64/2020 adalah pelaksanaan rekomendasi Mahkamah Agung (MA) dalam Putusan Nomor 7 P/HUM/2020 tanggal 27 Februari 2020. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim saat itu menekankan perlunya perbaikan holistik dari hulu ke hilir yang mencakup sistem, manajemen, dan pelayanan. Pemerintah dengan sigap melakukan pembenahan dan mendorong percepatan reformasi JKN.
Saat ini, sebanyak 132,6 juta orang miskin dan tidak mampu adalah peserta BPJS Kesehatan (JKN) secara gratis, yang mendapatkan layanan setara Kelas 3 dan iuran sebesar Rp42.000/orang/bulan. Iuran tersebut ditanggung oleh pemerintah melalui APBN untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar 96,6 juta orang, dan APBD sebesar 36 juta orang oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, mulai 1 Juli 2020 iuran peserta PBPU dan BP Kelas 1 dinaikkan menjadi Rp150.000/orang/bulan. Lalu iuran peserta PBPU dan BP Kelas 2 adalah Rp100.000/orang/bulan. Iuran ini masih jauh di bawah perhitungan aktuaria, artinya bahwa peserta Kelas 1 maupun Kelas 2 masih dibantu oleh segmen kepesertaan yang lain.
"Peserta yang tidak mampu membayar layanan kesehatan Kelas 1 dan Kelas 2 dapat berpindah ke Kelas 3 yang hanya membayar Rp25.500/orang/bulan, yaitu tarif yang jauh lebih murah dari tarif untuk orang miskin sebesar Rp42.000 yang dibayar oleh negara," katanya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda