Benarkah Digitalisasi UMKM Membawa Dampak Positif bagi Semua Kalangan?
Senin, 08 Maret 2021 - 16:00 WIB
Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi digital dan adopsi teknologi. Semakin banyak orang yang mulai menyadari pentingnya digitalisasi untuk bertahan dan tumbuh.
Dalam satu tahun terakhir ada banyak usaha yang dilakukan pemerintah dan sektor swasta untuk membantu Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) Indonesia masuk dalam digitalisasi.
Tetapi beberapa segmen komunitas mungkin berjuang lebih dari yang lain, dan cenderung terburu-buru menuju digitalisasi, serta menghadapi risiko tertinggal. Ini termasuk kaum lansia.
Kaum lansia sering dianggap sebagai kaum yang tidak produktif serta tidak melek teknologi. Padahal, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada 2018 jumlah lansia mencapai 24,48 juta jiwa. Digitalisasi yang digandang-gandang dapat meningkatkan produktivitas, seharusnya juga bersifat inklusif sehingga bisa mudah dipahami dan diikuti oleh semua orang, termasuk lansia.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para lansia adalah kurangnya keterampilan dalam mengakses teknologi digital. Selain platform teknologi, dukungan dari keluarga dan kalangan muda juga dibutuhkan agar para lansia dapat lebih produktif, dan benar-benar dapat merasakan manfaat dari teknologi.
Ada beberapa contoh cerita inspiratif dari para lansia yang berhasil mendobrak stigma bahwa teknologi hanya untuk kalangan mudah.
Salah satunya adalah Rosdiana Nainggolan (60 tahun), seorang pedagang sayur di Pasar Pringgan, Medan. Rosdiana sudah 30 tahun ia melewati pasang-surut berjualan di pasar tersebut. Usaha Rosdiana terkena dampak pandemi Covid-19 hingga mengalami penurunan penjualan sebesar 70 persen.
Rosdiana sadar bahwa dirinya harus memanfaatkan teknologi digital untuk dapat bertahan. Namun ia mengalami kesulitan karena tak tahu harus mulai dari mana. “Anak saya yang mendorong dan mengajari. Awal berjualan online, pastinya memiliki banyak tantangan karena belum terbiasa sehingga saya menyerahkan semuanya ke anak untuk mengelola. Namun, sejak melihat pesanan yang datang melalui online tambah banyak, memotivasi saya untuk belajar sendiri mengelola pesanan dari aplikasi. Saya minta diajari oleh anak saya dan ternyata mudah juga mengoperasikan platform ini. Sekarang saya sudah bisa terima dan layani sendiri pesanan online,” tuturnya.
Sejak memanfaatkan teknologi dari layanan pemesanan barang kebutuhan GrabMart, perempuan yang akrab disapa Bu Rosdiana juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi dua saudaranya yang kini membantunya berjualan. Mereka pun bisa hidup mandiri di usia tua.
Dalam satu tahun terakhir ada banyak usaha yang dilakukan pemerintah dan sektor swasta untuk membantu Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) Indonesia masuk dalam digitalisasi.
Tetapi beberapa segmen komunitas mungkin berjuang lebih dari yang lain, dan cenderung terburu-buru menuju digitalisasi, serta menghadapi risiko tertinggal. Ini termasuk kaum lansia.
Kaum lansia sering dianggap sebagai kaum yang tidak produktif serta tidak melek teknologi. Padahal, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada 2018 jumlah lansia mencapai 24,48 juta jiwa. Digitalisasi yang digandang-gandang dapat meningkatkan produktivitas, seharusnya juga bersifat inklusif sehingga bisa mudah dipahami dan diikuti oleh semua orang, termasuk lansia.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para lansia adalah kurangnya keterampilan dalam mengakses teknologi digital. Selain platform teknologi, dukungan dari keluarga dan kalangan muda juga dibutuhkan agar para lansia dapat lebih produktif, dan benar-benar dapat merasakan manfaat dari teknologi.
Ada beberapa contoh cerita inspiratif dari para lansia yang berhasil mendobrak stigma bahwa teknologi hanya untuk kalangan mudah.
Salah satunya adalah Rosdiana Nainggolan (60 tahun), seorang pedagang sayur di Pasar Pringgan, Medan. Rosdiana sudah 30 tahun ia melewati pasang-surut berjualan di pasar tersebut. Usaha Rosdiana terkena dampak pandemi Covid-19 hingga mengalami penurunan penjualan sebesar 70 persen.
Rosdiana sadar bahwa dirinya harus memanfaatkan teknologi digital untuk dapat bertahan. Namun ia mengalami kesulitan karena tak tahu harus mulai dari mana. “Anak saya yang mendorong dan mengajari. Awal berjualan online, pastinya memiliki banyak tantangan karena belum terbiasa sehingga saya menyerahkan semuanya ke anak untuk mengelola. Namun, sejak melihat pesanan yang datang melalui online tambah banyak, memotivasi saya untuk belajar sendiri mengelola pesanan dari aplikasi. Saya minta diajari oleh anak saya dan ternyata mudah juga mengoperasikan platform ini. Sekarang saya sudah bisa terima dan layani sendiri pesanan online,” tuturnya.
Sejak memanfaatkan teknologi dari layanan pemesanan barang kebutuhan GrabMart, perempuan yang akrab disapa Bu Rosdiana juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi dua saudaranya yang kini membantunya berjualan. Mereka pun bisa hidup mandiri di usia tua.
Lihat Juga :
tulis komentar anda