Harga Obat dan Vitamin Melonjak, Tapi Ada Perusahaan Farmasi yang Malah Rugi
Selasa, 19 Mei 2020 - 14:46 WIB
JAKARTA - Pandemi COVID-19 juga telah menyebabkan isu kesehatan dan kebersihan kini jadi perhatian utama masyarakat. Hal ini mendorong para pelaku industri farmasi yang memproduksi vitamin dan obat-obatan, menangkap peluang untuk meningkatkan penjualan produk mereka. Caranya dengan menambah spot dan anggaran beriklan baik di media elektronik seperti televisi maupun media digital.
Laporan Nielsen Advertising Intelligence (Ad Intel) memperlihatkan bahwa sepanjang bulan Maret, frekuensi iklan di televisi meningkat secara signifikan untuk beberapa produk yaitu produk pencegah penyakit seperti vitamin dan suplemen, dan penyembuh penyakit seperti obat batuk.
Sementara itu, menurut Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi menyatakan permintaan obat dan vitamin penambah daya tahan tubuh kini sangat besar. Berbagai produk tersebut sangat dicari tengah penyebaran wabah corona. April lalu menurut pantauan GP Farmasi harga Vitamin C naik gila-gilaan hingga 10 kali lipat.
Meski ada lonjakan permintaan produk obat,vitamin dan suplemen, tidak serta merta membuat sektor farmasi langsung terkerek naik signifikan. Tahun ini, menurut F. Tirto Koesnadi, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia pertumbuhan sektor farmasi diperkirakan akan berada di level yang sama seperti tahun lalu, 4%. Sebagai informasi GP Farmasi merupakan asosiasi yang beranggotakan lebih dari 180 perusahaan farmasi di negeri ini.
Tirto Koesnadi menjelaskan, saat kondisi pandemi seperti ini membuat obat-obatan yang bukan untuk covid-19 menurun. Ini terjadi karena banyak orang yang tidak berani datang ke Rumah Sakit dan Puskesmas karena takut ketularan Covid-19. Imbasnya sales obat (noncovid) malah menurun. Baca juga : Substitusi Bahan Baku Impor Farmasi, Pelaku Industri Dorong Kemandirian
Kondisinya bertolak belakang dengan obat, penjualan vitamin justru meningkat signifikan, karena masyarakat melakukan pembelian secara tidak wajar. Namun perlu diingat tidak seluruh perusahaan farmasi memiliki lini produk vitamin yang banyak dan kemampuan produksi yang baik.
Perusahaan farmasi yang diuntungkan dengan kondisi ini hanya sebagian perusahaan saja. Jangan lupa juga bahan baku obat-obatan di tengah pandemi seperti ini juga naik. Itu sebabnya ia memprediksi pertumbuhan industri farmasi tak akan jauh beda dari tahun lalu.
Merujuk laporan BPS, beberapa sektor industri pengolahan nonmigas yang masih memcatatkan kinerja positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Di ntaranya adalah industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 5,59%. Lalu bagaimana dengan kondisi perusahaan farmasi di kuartal I tahun ini?
PT Kalbe Farma Tbk, misalnya yang baru beberapa hari mempublish kinerja perusahaan selama Kuartal I 2020. Perusahaan dengan kode emiten KLBF ini berhasil mencatatkan laba sebesar Rp669,3 miliar, atau naik 12,47% dibandingkan laba yang berhasil dipetik pada kuartal I/2019.
Laporan Nielsen Advertising Intelligence (Ad Intel) memperlihatkan bahwa sepanjang bulan Maret, frekuensi iklan di televisi meningkat secara signifikan untuk beberapa produk yaitu produk pencegah penyakit seperti vitamin dan suplemen, dan penyembuh penyakit seperti obat batuk.
Sementara itu, menurut Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi menyatakan permintaan obat dan vitamin penambah daya tahan tubuh kini sangat besar. Berbagai produk tersebut sangat dicari tengah penyebaran wabah corona. April lalu menurut pantauan GP Farmasi harga Vitamin C naik gila-gilaan hingga 10 kali lipat.
Meski ada lonjakan permintaan produk obat,vitamin dan suplemen, tidak serta merta membuat sektor farmasi langsung terkerek naik signifikan. Tahun ini, menurut F. Tirto Koesnadi, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia pertumbuhan sektor farmasi diperkirakan akan berada di level yang sama seperti tahun lalu, 4%. Sebagai informasi GP Farmasi merupakan asosiasi yang beranggotakan lebih dari 180 perusahaan farmasi di negeri ini.
Tirto Koesnadi menjelaskan, saat kondisi pandemi seperti ini membuat obat-obatan yang bukan untuk covid-19 menurun. Ini terjadi karena banyak orang yang tidak berani datang ke Rumah Sakit dan Puskesmas karena takut ketularan Covid-19. Imbasnya sales obat (noncovid) malah menurun. Baca juga : Substitusi Bahan Baku Impor Farmasi, Pelaku Industri Dorong Kemandirian
Kondisinya bertolak belakang dengan obat, penjualan vitamin justru meningkat signifikan, karena masyarakat melakukan pembelian secara tidak wajar. Namun perlu diingat tidak seluruh perusahaan farmasi memiliki lini produk vitamin yang banyak dan kemampuan produksi yang baik.
Perusahaan farmasi yang diuntungkan dengan kondisi ini hanya sebagian perusahaan saja. Jangan lupa juga bahan baku obat-obatan di tengah pandemi seperti ini juga naik. Itu sebabnya ia memprediksi pertumbuhan industri farmasi tak akan jauh beda dari tahun lalu.
Merujuk laporan BPS, beberapa sektor industri pengolahan nonmigas yang masih memcatatkan kinerja positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Di ntaranya adalah industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 5,59%. Lalu bagaimana dengan kondisi perusahaan farmasi di kuartal I tahun ini?
PT Kalbe Farma Tbk, misalnya yang baru beberapa hari mempublish kinerja perusahaan selama Kuartal I 2020. Perusahaan dengan kode emiten KLBF ini berhasil mencatatkan laba sebesar Rp669,3 miliar, atau naik 12,47% dibandingkan laba yang berhasil dipetik pada kuartal I/2019.
Lihat Juga :
tulis komentar anda