Dongkrak Penjualan, Tapi Diskon Pajak Mobil Belum Genjot Ekonomi Secara Signifikan
Selasa, 13 April 2021 - 14:34 WIB
JAKARTA - Sejumlah insentif telah disiapkan pemerintah untuk mendongkrak ekonomi di kuartal II/2021. Salah satunya adalah memperluas diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil dengan kapasitas silinder 1.500 cc hingga 2.500 cc.
Namun, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai dampak insentif pajak untuk mobil itu terhadap pertumbuhan ekonomi relatif terbatas. Hal ini karena insentif tersebut hanya untuk sektor otomotif dan menyasar masyarakat dari kalangan menengah atas.
"Walaupun dari sisi nilai mungkin tinggi daya dorongnya. Tetapi dari sisi cakupan memang terbatas dan lagi yang lebih perlu menjadi perhatian juga ini kurang sustainable. Karena dari sisi stimulus diberikan ada jangka waktunya," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Selasa (13/4/2021).
Menurut dia, insentif ini hanya akan memberi dampak pada tingginya penjualan di awal namun semakin rendah pada periode berikutnya hingga akhir tahun.
"Jadi tidak sustainable. Kalau kita melihat sebetulnya animo pembelian kendaraan bermotor bukan hanya dampak pandemi. Sebelum pandemi juga sebetulnya penjualannya sudah mengalami tekanan," ungkapnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa penerapan insentif PPnBM mobil baru terbukti mendongkrak penjualan pabrikan otomotif sepanjang Maret 2021.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales roda empat pada Maret 2021 mencapai 84.910 unit atau naik 72,6% dibandingkan Februari yang mencapai 49.202 unit. Bahkan sejak relaksasi pajak digulirkan, Gaikindo mencatat wholesales pada Maret 2021 tumbuh 10,5%, sedangkan penjualan ritel naik 28,2% secara tahunan.
"Ini tentu saja ada satu lonjakan yang cukup tinggi karena di bulan-bulan sebelumnya, Januari-Februari rata-rata masih kontraksi dobel digit. Di Februari masih kontraksi -38% untuk penjualan kendaraan roda empat," ungkapnya.
Namun, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai dampak insentif pajak untuk mobil itu terhadap pertumbuhan ekonomi relatif terbatas. Hal ini karena insentif tersebut hanya untuk sektor otomotif dan menyasar masyarakat dari kalangan menengah atas.
"Walaupun dari sisi nilai mungkin tinggi daya dorongnya. Tetapi dari sisi cakupan memang terbatas dan lagi yang lebih perlu menjadi perhatian juga ini kurang sustainable. Karena dari sisi stimulus diberikan ada jangka waktunya," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Selasa (13/4/2021).
Menurut dia, insentif ini hanya akan memberi dampak pada tingginya penjualan di awal namun semakin rendah pada periode berikutnya hingga akhir tahun.
"Jadi tidak sustainable. Kalau kita melihat sebetulnya animo pembelian kendaraan bermotor bukan hanya dampak pandemi. Sebelum pandemi juga sebetulnya penjualannya sudah mengalami tekanan," ungkapnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa penerapan insentif PPnBM mobil baru terbukti mendongkrak penjualan pabrikan otomotif sepanjang Maret 2021.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales roda empat pada Maret 2021 mencapai 84.910 unit atau naik 72,6% dibandingkan Februari yang mencapai 49.202 unit. Bahkan sejak relaksasi pajak digulirkan, Gaikindo mencatat wholesales pada Maret 2021 tumbuh 10,5%, sedangkan penjualan ritel naik 28,2% secara tahunan.
"Ini tentu saja ada satu lonjakan yang cukup tinggi karena di bulan-bulan sebelumnya, Januari-Februari rata-rata masih kontraksi dobel digit. Di Februari masih kontraksi -38% untuk penjualan kendaraan roda empat," ungkapnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda