Utang Lapindo Belum Lunas, Pemerintah Diminta Tegas ke Bakrie
Selasa, 18 Mei 2021 - 16:28 WIB
JAKARTA - Penanganan kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur masih menyisakan persoalan hingga saat ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc (LBI) dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Bakrie belum melunasi utang ke pemerintah. Utang tersebut berupa dana talangan penanggulangan lumpur, yang telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019 lalu. Karena itu, negara tak boleh lembek alias perlu tegas agar sisa tagihan bisa dilunasi keluarga Bakrie.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionald Silaban mengisyaratkan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Bakrie belum lunas dan akan terus ditagih oleh pemerintah. "Lapindo masih kita teliti, pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan," jelas Rio, belum lama ini.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionald Silaban mengisyaratkan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Bakrie belum lunas dan akan terus ditagih oleh pemerintah. "Lapindo masih kita teliti, pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan," jelas Rio.
Mantan Direktur Jenderal Kekayaan Kemenkeu Isa Rachmatawarta sebelumnya juga sempat menjelaskan bahwa dalam upaya menagih utang kepada perusahaan Bakrie, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Menanggapi itu, analis dari Universitas Bung Karno (UBK) Cecep Handoko meminta pemerintah tegas dalam upaya menagih utang lapindo yang belum lunas. Meski begitu pihaknya menyatakan bahwa apabila pemerintah serius ingin mengambil aset milik Bakrie Group butuh proses putusan pengadilan.
Ia menandaskan, negara tidak serta merta bisa mengambil aset tersebut seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) milik keluarga Cendana. "Kasus Lapindo ini beda sama kayak TMII. Kalau Lapindo soal utang piutang antara negara dengan Group Bakrie. Nah itu harus sesuai putusan pengadilan," kata dia.
Namun demikian, Cecep justru mempertanyakan mengapa negara kembali memberikan utang ke Group Bakrie. Padahal negara tahu kondisi keuangan Group Bakrie yang dalam kondisi tak sehat. "Yang terbaru sama KFC aja mereka ngutang, kok," beber dia.
Harusnya, kata Cecep, negara saat memberi talangan di kasus Lapindo mempertimbangkan apa LBI dan Minarak dan punya aset untuk menjamin hutangnya bisa dikembalikan ke negara. Ke depan, jangan main asal kasih utang saja terus ketika akan menagih negara terkesan bingung lantaran aset yang ada tidak bisa menutup utang. "Seperti grup Bakrie tidak bisa buat menutup utang," ungkap dia.
Jangan sampai ada kesan, proses negara memberikan dana talangan ke group Bakrie untuk menyelesaikan persoalan mereka dengan masyarakat terdampak lumpur, ada kongkalikong yang mengarah ke pidana korupsi. Seperti diketahui, kasus lumpur Lapindo yang menyembur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 Mei 2006 lalu, mengakibatkan 16 desa di tiga kecamatan tenggelam dan setidaknya 30 pabrik ditutup.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc (LBI) dan PT Minarak Lapindo Jaya, milik keluarga Bakrie, belum melunasi utang ke pemerintah. Utang tersebut berupa dana talangan penanggulangan lumpur, yang telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019 . Secara rinci pemerintah mencatat hingga 31 Desember 2019, total pokok utang Lapindo Brantas dan Minarak sebesar Rp 773,38 miliar, total bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar. Sementara pembayaran dilakukan pada Desember 2018 sebesar Rp 5 miliar, sehingga total utang Lapindo Brantas dan Minarak sebesar Rp 1,91 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionald Silaban mengisyaratkan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Bakrie belum lunas dan akan terus ditagih oleh pemerintah. "Lapindo masih kita teliti, pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan," jelas Rio, belum lama ini.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionald Silaban mengisyaratkan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Bakrie belum lunas dan akan terus ditagih oleh pemerintah. "Lapindo masih kita teliti, pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan," jelas Rio.
Mantan Direktur Jenderal Kekayaan Kemenkeu Isa Rachmatawarta sebelumnya juga sempat menjelaskan bahwa dalam upaya menagih utang kepada perusahaan Bakrie, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Menanggapi itu, analis dari Universitas Bung Karno (UBK) Cecep Handoko meminta pemerintah tegas dalam upaya menagih utang lapindo yang belum lunas. Meski begitu pihaknya menyatakan bahwa apabila pemerintah serius ingin mengambil aset milik Bakrie Group butuh proses putusan pengadilan.
Ia menandaskan, negara tidak serta merta bisa mengambil aset tersebut seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) milik keluarga Cendana. "Kasus Lapindo ini beda sama kayak TMII. Kalau Lapindo soal utang piutang antara negara dengan Group Bakrie. Nah itu harus sesuai putusan pengadilan," kata dia.
Namun demikian, Cecep justru mempertanyakan mengapa negara kembali memberikan utang ke Group Bakrie. Padahal negara tahu kondisi keuangan Group Bakrie yang dalam kondisi tak sehat. "Yang terbaru sama KFC aja mereka ngutang, kok," beber dia.
Harusnya, kata Cecep, negara saat memberi talangan di kasus Lapindo mempertimbangkan apa LBI dan Minarak dan punya aset untuk menjamin hutangnya bisa dikembalikan ke negara. Ke depan, jangan main asal kasih utang saja terus ketika akan menagih negara terkesan bingung lantaran aset yang ada tidak bisa menutup utang. "Seperti grup Bakrie tidak bisa buat menutup utang," ungkap dia.
Jangan sampai ada kesan, proses negara memberikan dana talangan ke group Bakrie untuk menyelesaikan persoalan mereka dengan masyarakat terdampak lumpur, ada kongkalikong yang mengarah ke pidana korupsi. Seperti diketahui, kasus lumpur Lapindo yang menyembur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 Mei 2006 lalu, mengakibatkan 16 desa di tiga kecamatan tenggelam dan setidaknya 30 pabrik ditutup.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc (LBI) dan PT Minarak Lapindo Jaya, milik keluarga Bakrie, belum melunasi utang ke pemerintah. Utang tersebut berupa dana talangan penanggulangan lumpur, yang telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019 . Secara rinci pemerintah mencatat hingga 31 Desember 2019, total pokok utang Lapindo Brantas dan Minarak sebesar Rp 773,38 miliar, total bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar. Sementara pembayaran dilakukan pada Desember 2018 sebesar Rp 5 miliar, sehingga total utang Lapindo Brantas dan Minarak sebesar Rp 1,91 triliun.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda