Trauma Tragedi Lumpur Lapindo, Proyek Migas Bakrie di Aceh Ditolak Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Migas Blok North Sumatera B (NSB) atau Blok B di Aceh Utara mendapatkan penolakan dari kalangan masyarakat Aceh. Pasalnya, pengelolaan migas itu melibatkan PT PEMA, yang merupakan milik Bakrie Group. Di mata masyarakat Aceh, Bakrie Group pernah menimbulkan bencana, yaitu lumpur Lapindo . Mereka menganggap Bakrie Group bisa dipastikan hanya mengambil hasil migas saja, namun juga bisa membawa bencana untuk Aceh Utara.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menganggap, langkah masyarakat yang menolak pengelolaan migas oleh Bakrie Group tak bisa disalahkan, karena ada track record buruk yakni soal Lapindo. "Terkait hal ini, saya kira memang tidak bisa mengeneralisir bahwa bisnis migas bakrie itu jelek. Tapi disisi lain saya juga tidak menyalahkan masyarakat akan kekhwatiran akan terjadinya bencana karena track record kejadian Lapindo tidak terlepas dari Group Bakrie ini," kata Mamit, Senin (17/5/2021).
Mamit mengatakan, selain Lapindo, banyak usaha dari Group Bakrie yang memang banyak masalahnya juga. Selain itu, Bakrie Group juga banyak berhutang kepada pihak lain. "Mengingat industri hulu migas adalah industri yang padat modal dan penuh teknologi, maka ada perasaan dari masyarakat Aceh Utara mereka tidak berkomitmen dari sisi pendanaan. Takutnya nantinya pekerjaan di Blok B NSB ini tidak berjalan," jelas dia.
Meskipun, jika Pemerintah Daerah sendiri juga yang akan mengerjakan pengelolaan migas itu, Mamit merasa ragu meski pun mereka mempunyai kapitalisasi yang cukup untuk mengelola Blok B NSB ini. "Jadi memang perlu kehati-hatian dan pertimbangan dalam mencari partner di Blok B ini. Sangat disayangkan jika potensi yang ada di Blok B tidak dimaksimalkan karena permasalahan ini. Nanti Pemda juga yang rugi karena tidak bisa mendapatkan pemasukan," jelas dia.
Terkait dengan Bakrie Group, setahu dirinya beberapa blok migas yang mereka kelola memang masih berjalan dibawah EMP Group. Pemerintah diharapkan, tidak bisa melakukan intervensi selama mereka masih menjalankan kewajiban dalam perjanjian PSC dengan pemerintah tersebut. "Terkait dengan Blok B, BPMA Aceh saya kira bisa berperan lebih besar dengan memberikan masukan kepada Pemda terkait dengan partner yang akan mereka ajak," ungkap dia.
Sedangkan untuk kasus Lapindo, Mamit menilai agak sulit ketika pemerintah menjadikan ini bencana nasional dan pemerintah yang harus membayar ganti rugi. "Bakrie justru punya komitmen terhadap pemerintah yang belum diselesaikan semuanya," kata dia. Sebagai informasi, puluhan warga Aceh Utara yang tergabung dalam Ormas Peduli Migas Aceh Utara belum lama ini menggeruduk PT Pembangunan Aceh (PEMA).
Mereka memprotes karena mengaku Aceh Utara tidak dilibatkan dalam pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Migas Blok North Sumatera B (NSB) atau Blok B di Aceh Utara itu. Puluhan orang yang berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Aceh Utara itu sebelumnya sempat beraudiensi dengan pejabat PT PEMA sekitar pukul 10.00 hingga 12.00 WIB. Namun, audensi itu tak mencapai titik temu, sehingga mereka pun melancarkan aksi demonya di halaman kantor perusahaan milik Aceh tersebut.
“Hasil audiensi di dalam tidak ada gunanya, mereka hanya bisa berdongeng, oleh karena itu aksi kita lancarkan agar semua publik tau kalau masyarakat Aceh Utara sedang dikhianati oleh Pemerintah Aceh,” ucap Koordinator Mukhtaruddin. Sejauh ini, kata dia, pihaknya juga sudah melakukan beberapa kali koordinasi dengan pihak Pemerintah Aceh, namun Pemerintah Aceh seperti tidak membutuhkan masyarakat Aceh Utara dan malah menggandeng Bakrie Group untuk pengelolaan Migas tersebut. “Kita tahu Bakrie Group pernah menimbulkan kegagalan yang luar biasa, yaitu lumpur Lapindo, bisa dipastikan mereka nantinya bukan hanya mengambil hasil migas saja, namun juga bisa membawa bencana untuk Aceh Utara,” katanya.
Keputusan menggandeng perusahaan Bakrie, kata dia, merupakan keputusan sepihak dan menyakitkan bagi Aceh Utara. “Bahkan mereka seakan tidak mau membuka peluang untuk anak Aceh dalam mengelola migas tersebut,” katanya. Mereka pun mengancam akan menuntut gubernur Aceh ke pengadilan jika Aceh Utara tak dilibatkan sebagai operator di WK Blok B. “Kita akan tuntut, apapun ceritanya migas ini kita perjuangkan, ini punya Kabupaten Aceh Utara, bukan punya provinsi," katanya.
Sementara itu selain tidak melibatkan Kabupaten Aceh Utara, Pemerintah Aceh rupanya juga tidak pernah sekalipun menyampaikan kepada DPRA terkait dengan permasalah ini. "Bahkan fungsi DPRA sebagai pengawas seakan dihilangkan, mereka tidak memberitahukan kepada DPRA ada Bakrie Group di dalamnya," kata dia.
Lihat Juga: Banjir Ancam Ratusan Warga Usai Debit Air di Kolam Penampungan Lumpur Lapindo Terus Meningkat
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menganggap, langkah masyarakat yang menolak pengelolaan migas oleh Bakrie Group tak bisa disalahkan, karena ada track record buruk yakni soal Lapindo. "Terkait hal ini, saya kira memang tidak bisa mengeneralisir bahwa bisnis migas bakrie itu jelek. Tapi disisi lain saya juga tidak menyalahkan masyarakat akan kekhwatiran akan terjadinya bencana karena track record kejadian Lapindo tidak terlepas dari Group Bakrie ini," kata Mamit, Senin (17/5/2021).
Mamit mengatakan, selain Lapindo, banyak usaha dari Group Bakrie yang memang banyak masalahnya juga. Selain itu, Bakrie Group juga banyak berhutang kepada pihak lain. "Mengingat industri hulu migas adalah industri yang padat modal dan penuh teknologi, maka ada perasaan dari masyarakat Aceh Utara mereka tidak berkomitmen dari sisi pendanaan. Takutnya nantinya pekerjaan di Blok B NSB ini tidak berjalan," jelas dia.
Meskipun, jika Pemerintah Daerah sendiri juga yang akan mengerjakan pengelolaan migas itu, Mamit merasa ragu meski pun mereka mempunyai kapitalisasi yang cukup untuk mengelola Blok B NSB ini. "Jadi memang perlu kehati-hatian dan pertimbangan dalam mencari partner di Blok B ini. Sangat disayangkan jika potensi yang ada di Blok B tidak dimaksimalkan karena permasalahan ini. Nanti Pemda juga yang rugi karena tidak bisa mendapatkan pemasukan," jelas dia.
Terkait dengan Bakrie Group, setahu dirinya beberapa blok migas yang mereka kelola memang masih berjalan dibawah EMP Group. Pemerintah diharapkan, tidak bisa melakukan intervensi selama mereka masih menjalankan kewajiban dalam perjanjian PSC dengan pemerintah tersebut. "Terkait dengan Blok B, BPMA Aceh saya kira bisa berperan lebih besar dengan memberikan masukan kepada Pemda terkait dengan partner yang akan mereka ajak," ungkap dia.
Sedangkan untuk kasus Lapindo, Mamit menilai agak sulit ketika pemerintah menjadikan ini bencana nasional dan pemerintah yang harus membayar ganti rugi. "Bakrie justru punya komitmen terhadap pemerintah yang belum diselesaikan semuanya," kata dia. Sebagai informasi, puluhan warga Aceh Utara yang tergabung dalam Ormas Peduli Migas Aceh Utara belum lama ini menggeruduk PT Pembangunan Aceh (PEMA).
Mereka memprotes karena mengaku Aceh Utara tidak dilibatkan dalam pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Migas Blok North Sumatera B (NSB) atau Blok B di Aceh Utara itu. Puluhan orang yang berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Aceh Utara itu sebelumnya sempat beraudiensi dengan pejabat PT PEMA sekitar pukul 10.00 hingga 12.00 WIB. Namun, audensi itu tak mencapai titik temu, sehingga mereka pun melancarkan aksi demonya di halaman kantor perusahaan milik Aceh tersebut.
“Hasil audiensi di dalam tidak ada gunanya, mereka hanya bisa berdongeng, oleh karena itu aksi kita lancarkan agar semua publik tau kalau masyarakat Aceh Utara sedang dikhianati oleh Pemerintah Aceh,” ucap Koordinator Mukhtaruddin. Sejauh ini, kata dia, pihaknya juga sudah melakukan beberapa kali koordinasi dengan pihak Pemerintah Aceh, namun Pemerintah Aceh seperti tidak membutuhkan masyarakat Aceh Utara dan malah menggandeng Bakrie Group untuk pengelolaan Migas tersebut. “Kita tahu Bakrie Group pernah menimbulkan kegagalan yang luar biasa, yaitu lumpur Lapindo, bisa dipastikan mereka nantinya bukan hanya mengambil hasil migas saja, namun juga bisa membawa bencana untuk Aceh Utara,” katanya.
Keputusan menggandeng perusahaan Bakrie, kata dia, merupakan keputusan sepihak dan menyakitkan bagi Aceh Utara. “Bahkan mereka seakan tidak mau membuka peluang untuk anak Aceh dalam mengelola migas tersebut,” katanya. Mereka pun mengancam akan menuntut gubernur Aceh ke pengadilan jika Aceh Utara tak dilibatkan sebagai operator di WK Blok B. “Kita akan tuntut, apapun ceritanya migas ini kita perjuangkan, ini punya Kabupaten Aceh Utara, bukan punya provinsi," katanya.
Sementara itu selain tidak melibatkan Kabupaten Aceh Utara, Pemerintah Aceh rupanya juga tidak pernah sekalipun menyampaikan kepada DPRA terkait dengan permasalah ini. "Bahkan fungsi DPRA sebagai pengawas seakan dihilangkan, mereka tidak memberitahukan kepada DPRA ada Bakrie Group di dalamnya," kata dia.
Lihat Juga: Banjir Ancam Ratusan Warga Usai Debit Air di Kolam Penampungan Lumpur Lapindo Terus Meningkat
(nng)