Digitalisasi UMKM Jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasca Covid-19
Kamis, 29 Juli 2021 - 04:33 WIB
JAKARTA - Kehadiran consumer-focused platforms atau platform yang berfokus pada konsumen di Indonesia, seperti Gojek, Tokopedia, dan Traveloka telah membuka peluang besar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia untuk bertumbuh. Namun terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi sektor UMKM .
Perusahaan dana modal ventura atau venture capital (VC) terkemuka yang berfokus pada investasi start-up di tahap awal, AC Ventures meyakini, teknologi dapat menjadi solusi dalam membantu menciptakan nilai tambah dan dampak yang sangat besar untuk sektor UMKM. Sekaligus menjadi peluang bagi pemain bisnis teknologi maupun investor jika mereka mampu menjembatani tantangan ini.
“Pemanfaatan platform berbasis teknologi dapat menekan biaya operasional menjadi lebih rendah, efisiensi yang lebih besar, hingga volume penjualan yang lebih tinggi,” ujar Co-Founder & Managing Partner AC Ventures, Adrian Li, di Jakarta.
Adrian melihat, peluang yang ada tidak hanya terbatas pada kemampuan pemain bisnis untuk memberikan solusi bagi UMKM, melainkan dapat pula membantu pelaku bisnis untuk memasuki pasar konsumen Indonesia melalui UMKM ini. Karena meskipun pertumbuhan daring sangat besar, namun sebagian besar penjualan masih dilakukan secara luring, terutama di saluran tradisional.
“Sayangnya, rantai pasokan yang menghubungkan jutaan pengecer ini ke prinsipal dan distributor sangat terfragmentasi sehingga menimbulkan banyak masalah bagi pengecer,”jelasnya.
Menurut Adrian, terdapat dua hambatan utama bagi UMKM untuk mendapatkan pembiayaan. Pertama, UMKM umumnya tidak dianggap layak kredit oleh bank karena mereka biasanya tidak memiliki aset yang dapat digunakan untuk agunan.
Kedua, cabang bank sangat terbatas di kota-kota tier-2 dan tier-3 yang mempersulit UMKM bahkan untuk mengajukan pembiayaan.
“Indonesia telah melihat banyak pemain FinTech mencoba mengatasi masalah ini. Namun, bahkan dengan pemberi pinjaman teknologi finansial, ada sedikit informasi untuk memahami kesehatan keuangan calon peminjam. Alhasil, data OJK pada 2020 menunjukkan, perusahaan fintech lending hanya mengucurkan total USD5,0 miliar pada 2020. Jumlah ini masih jauh dari mengatasi gap pembiayaan,” papar Adrian.
Perusahaan dana modal ventura atau venture capital (VC) terkemuka yang berfokus pada investasi start-up di tahap awal, AC Ventures meyakini, teknologi dapat menjadi solusi dalam membantu menciptakan nilai tambah dan dampak yang sangat besar untuk sektor UMKM. Sekaligus menjadi peluang bagi pemain bisnis teknologi maupun investor jika mereka mampu menjembatani tantangan ini.
“Pemanfaatan platform berbasis teknologi dapat menekan biaya operasional menjadi lebih rendah, efisiensi yang lebih besar, hingga volume penjualan yang lebih tinggi,” ujar Co-Founder & Managing Partner AC Ventures, Adrian Li, di Jakarta.
Adrian melihat, peluang yang ada tidak hanya terbatas pada kemampuan pemain bisnis untuk memberikan solusi bagi UMKM, melainkan dapat pula membantu pelaku bisnis untuk memasuki pasar konsumen Indonesia melalui UMKM ini. Karena meskipun pertumbuhan daring sangat besar, namun sebagian besar penjualan masih dilakukan secara luring, terutama di saluran tradisional.
“Sayangnya, rantai pasokan yang menghubungkan jutaan pengecer ini ke prinsipal dan distributor sangat terfragmentasi sehingga menimbulkan banyak masalah bagi pengecer,”jelasnya.
Menurut Adrian, terdapat dua hambatan utama bagi UMKM untuk mendapatkan pembiayaan. Pertama, UMKM umumnya tidak dianggap layak kredit oleh bank karena mereka biasanya tidak memiliki aset yang dapat digunakan untuk agunan.
Kedua, cabang bank sangat terbatas di kota-kota tier-2 dan tier-3 yang mempersulit UMKM bahkan untuk mengajukan pembiayaan.
“Indonesia telah melihat banyak pemain FinTech mencoba mengatasi masalah ini. Namun, bahkan dengan pemberi pinjaman teknologi finansial, ada sedikit informasi untuk memahami kesehatan keuangan calon peminjam. Alhasil, data OJK pada 2020 menunjukkan, perusahaan fintech lending hanya mengucurkan total USD5,0 miliar pada 2020. Jumlah ini masih jauh dari mengatasi gap pembiayaan,” papar Adrian.
Lihat Juga :
tulis komentar anda