Sri Lanka Umumkan Darurat Ekonomi: Harga Pangan Meroket Saat Nilai Mata Uang Jatuh
Kamis, 02 September 2021 - 14:59 WIB
KOTTE - Sri Lanka telah mengumumkan keadaan darurat ekonomi , setelah penurunan tajam nilai mata uang yang menyebabkan lonjakan harga pangan. Pihak berwenang mengatakan, mereka akan mengendalikan pasokan bahan pokok, termasuk beras dan gula serta menetapkan harga dalam upaya untuk mengendalikan kenaikan inflasi.
Dikutip dari BBC, Rupee Sri Lanka telah mengalami pelemahan hingga 7,5% terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sepanjang tahun ini. Langkah-langkah darurat mulai diterapkan dan berlaku pada hari Selasa, kemarin. Seorang mantan jenderal militer telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai komisaris layanan penting, dengan kekuatan untuk merebut saham yang dipegang oleh trader dan investor retail.
"Petugas yang berwenang akan dapat mengambil kebijakan untuk menyediakan bahan pangan pada tingkat konsesi kepada masyarakat dengan membeli stok barang-barang makanan pokok," kata Presiden Sri Lanka , Gotabaya Rajapaksa, dalam sebuah pernyataan.
"Barang-barang ini akan disediakan dengan harga yang dijamin pemerintah atau berdasarkan nilai pabean pada barang impor untuk mencegah penyimpangan pasar," tambah pernyataan itu.
Pengumuman ini disampaikan setelah lonjakan harga terjadi pada beberapa bahan pokok seperti gula, bawang dan kentang. Situasi ini memunculkan antrian panjang di luar toko karena masyarakat kekurangan bahan makak termasuk susu bubuk, minyak tanah dan gas untuk keperluan memasak.
Departemen Sensus dan Statistik Negara itu mengatakan kenaikan nilai tukar mata uang asing adalah salah satu alasan di balik kenaikan harga banyak komoditas penting selama setahun terakhir.
Inflasi secara Month-on-month (Mom) telah meningkat menjadi 6% pada bulan Agustus, terutama karena harga pangan yang tinggi. Sri Lanka yang merupakan importir makanan dan komoditas lainnya, menyaksikan lonjakan kasus virus corona dan kematian menjadi pukulan telak bagi sektor pariwisata, salah satu penghasil utama mata uang asing negara Asia Selatan itu.
Efek akibat dari kemerosotan jumlah wisatawan, telah membuat ekonomi Sri Lanka menyusut 3,6% tahun lalu. Pada Bulan Maret tahun lalu, pemerintah memberlakukan larangan impor kendaraan dan barang-barang lainnya karena mencoba membendung arus keluar mata uang asing.
Awal bulan ini, Sri Lanka menjadi negara pertama di kawasan yang menaikkan suku bunga acuan dalam upaya untuk menopang mata uangnya dan membantu meringankan tekanan inflasi dari tingginya biaya impor.
Dikutip dari BBC, Rupee Sri Lanka telah mengalami pelemahan hingga 7,5% terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sepanjang tahun ini. Langkah-langkah darurat mulai diterapkan dan berlaku pada hari Selasa, kemarin. Seorang mantan jenderal militer telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai komisaris layanan penting, dengan kekuatan untuk merebut saham yang dipegang oleh trader dan investor retail.
"Petugas yang berwenang akan dapat mengambil kebijakan untuk menyediakan bahan pangan pada tingkat konsesi kepada masyarakat dengan membeli stok barang-barang makanan pokok," kata Presiden Sri Lanka , Gotabaya Rajapaksa, dalam sebuah pernyataan.
"Barang-barang ini akan disediakan dengan harga yang dijamin pemerintah atau berdasarkan nilai pabean pada barang impor untuk mencegah penyimpangan pasar," tambah pernyataan itu.
Pengumuman ini disampaikan setelah lonjakan harga terjadi pada beberapa bahan pokok seperti gula, bawang dan kentang. Situasi ini memunculkan antrian panjang di luar toko karena masyarakat kekurangan bahan makak termasuk susu bubuk, minyak tanah dan gas untuk keperluan memasak.
Departemen Sensus dan Statistik Negara itu mengatakan kenaikan nilai tukar mata uang asing adalah salah satu alasan di balik kenaikan harga banyak komoditas penting selama setahun terakhir.
Inflasi secara Month-on-month (Mom) telah meningkat menjadi 6% pada bulan Agustus, terutama karena harga pangan yang tinggi. Sri Lanka yang merupakan importir makanan dan komoditas lainnya, menyaksikan lonjakan kasus virus corona dan kematian menjadi pukulan telak bagi sektor pariwisata, salah satu penghasil utama mata uang asing negara Asia Selatan itu.
Efek akibat dari kemerosotan jumlah wisatawan, telah membuat ekonomi Sri Lanka menyusut 3,6% tahun lalu. Pada Bulan Maret tahun lalu, pemerintah memberlakukan larangan impor kendaraan dan barang-barang lainnya karena mencoba membendung arus keluar mata uang asing.
Awal bulan ini, Sri Lanka menjadi negara pertama di kawasan yang menaikkan suku bunga acuan dalam upaya untuk menopang mata uangnya dan membantu meringankan tekanan inflasi dari tingginya biaya impor.
(akr)
tulis komentar anda