Sepanjang 2021, Sri Mulyani Sudah Tarik Utang Rp550,6 Triliun
Kamis, 23 September 2021 - 18:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah tercatat sudah menarik utang Rp550,6 Triliun sepanjang tahun 2021. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penarikan utang ini mencapai 46,8% dari target utang dalam APBN 2021 sebesar Rp1.177,4 Triliun.
Adapun, realisasi penarikan utang hingga bulan Agustus 2021 ini lebih rendah 20,5% dibanding tahun lalu (year on year/yoy). "Dalam UU APBN dituliskan target utang tahun ini (untuk) defisit 5,7 persen dari GDP adalah totalnya Rp 1.177,4 Triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/9/2021).
Kata Menkeu, realisasi penerbitan utang yang lebih kecil dari target terjadi karena adanya penyesuaian issuance. "Jadi kalau sekarang kita meng-issue Rp 550,6 triliun ini hanya 46,8 persen, ini sudah bulan Agustus. Jadi jauh lebih kecil dari yang ditargetkan," paparnya.
Mantan Direktur Bank Dunia itu menargetkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp 1.207,3 triliun sepanjang 2021. Namun sampai akhir Agustus, penerbitan baru mencapai Rp 567,4 triliun atau 47%.
Serta, pemerintah berhasil melaksanakan transaksi Liability Management di pasar global untuk pertama kalinya dengan skema Tender Offer untuk membeli kembali seri-seri global bonds yang dimiliki oleh investor senilai USD1,16 miliar.
"Hal ini sebagai upaya diversifikasi sumber pembiayaan dan mewujudkan efisiensi portofolio utang Pemerintah. Pembiayaan anggaran akan tetap dikelola secara oportunistik, fleksibel serta prudent," tandasnya.
Sri Mulyani lebih memilih untuk memaksimalkan penggunaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun 2020 dan perpanjangan mekanisme tanggung renteng (burden sharing) bersama Bank Indonesia dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III.
"Penggunaan SAL menyesuaikan investasi dan karena ada SKB dengan BI, sekarang menyebabkan urgensi untuk issuance atau kebutuhan penerbitan SUN bisa diturunkan dan turunnya cukup drastis 20,5 persen dibanding tahun lalu," ucap Sri Mulyani.
Melalui SKB III, pemerintah bersama BI bisa menjaga tingkat imbal hasil (yield) di tengah kondisi ekonomi makro tingkat global masih terlingkup ketidakpastian. Sampai 15 September 2021, BI sudah membiayai defisit fiskal mencapai Rp139,8 Triliun melalui pembelian SUN Rp 95,6 Triliun dan SBSN Rp 44,25 Triliun.
Adapun, realisasi penarikan utang hingga bulan Agustus 2021 ini lebih rendah 20,5% dibanding tahun lalu (year on year/yoy). "Dalam UU APBN dituliskan target utang tahun ini (untuk) defisit 5,7 persen dari GDP adalah totalnya Rp 1.177,4 Triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/9/2021).
Baca Juga
Kata Menkeu, realisasi penerbitan utang yang lebih kecil dari target terjadi karena adanya penyesuaian issuance. "Jadi kalau sekarang kita meng-issue Rp 550,6 triliun ini hanya 46,8 persen, ini sudah bulan Agustus. Jadi jauh lebih kecil dari yang ditargetkan," paparnya.
Mantan Direktur Bank Dunia itu menargetkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp 1.207,3 triliun sepanjang 2021. Namun sampai akhir Agustus, penerbitan baru mencapai Rp 567,4 triliun atau 47%.
Serta, pemerintah berhasil melaksanakan transaksi Liability Management di pasar global untuk pertama kalinya dengan skema Tender Offer untuk membeli kembali seri-seri global bonds yang dimiliki oleh investor senilai USD1,16 miliar.
"Hal ini sebagai upaya diversifikasi sumber pembiayaan dan mewujudkan efisiensi portofolio utang Pemerintah. Pembiayaan anggaran akan tetap dikelola secara oportunistik, fleksibel serta prudent," tandasnya.
Sri Mulyani lebih memilih untuk memaksimalkan penggunaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun 2020 dan perpanjangan mekanisme tanggung renteng (burden sharing) bersama Bank Indonesia dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III.
"Penggunaan SAL menyesuaikan investasi dan karena ada SKB dengan BI, sekarang menyebabkan urgensi untuk issuance atau kebutuhan penerbitan SUN bisa diturunkan dan turunnya cukup drastis 20,5 persen dibanding tahun lalu," ucap Sri Mulyani.
Melalui SKB III, pemerintah bersama BI bisa menjaga tingkat imbal hasil (yield) di tengah kondisi ekonomi makro tingkat global masih terlingkup ketidakpastian. Sampai 15 September 2021, BI sudah membiayai defisit fiskal mencapai Rp139,8 Triliun melalui pembelian SUN Rp 95,6 Triliun dan SBSN Rp 44,25 Triliun.
(akr)
tulis komentar anda