OJK Beberkan Pelanggaran Berat Pinjol Ilegal, Salah Satunya Pelecehan Seksual
Jum'at, 15 Oktober 2021 - 17:29 WIB
JAKARTA - Aksi pinjaman online (pinjol) ilegal yang kian meresahkan mendapat perhatian langsung Kepala Negara. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Waspada Investasi bersama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus bergerak menindak pinjol ilegal yang melanggar hukum.
Memanfaatkan situasi ekonomi yang tengah sulit akibat pandemi serta ketidaktahuan masyarakat, pinjol ilegal belakangan ini makin marak menjebak masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat terlilit utang lantaran tidak mampu membayar karena biaya bunga yang tinggi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, sejak 2019 hingga 2021 OJK telah mencatat 19.711 pengaduan masyarakat yang mencakup 9.270 pelanggaran berat, dan 10.441 pelanggaran ringan/sedang.
Adapun bentuk pelanggaran berat yang ditemukan dalam pengaduan, antara lain pencairan tanpa persetujuan pemohon, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP dengan teror/intimidasi, dan penagihan dengan kata kasar dan bahkan pelecehan seksual.
"Faktor pendorong maraknya pinjol ilegal adalah kemudahan mengunggah aplikasi/situs/website dan kesulitan pemberantasannya karena lokasi server banyak di luar negeri," ujarnya, Jumat (15/10/2021).
Sementara masyarakat atau korban, imbuh dia, memiliki tingkat literasi terhadap pinjaman online yang masih relatif rendah. "Hal itu dapat terlihat dari sikap korban yang tidak melakukan pengecekan legalitas terlebih dahulu terhadap perusahaan yang bersangkutan, serta kepepet kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan," katanya.
Karena itu, Wimboh terus mengimbau masyarakat untuk memilih fintech yang terdaftar. Dia menambahkan, OJK telah menutup fintech-fintech yang tidak terdaftar melalui kerja sama dengan kepolisian, Kemenkominfo, dan pemangku kepentingan lain.
"OJK juga telah menandatangani nota kesepahaman untuk berkolaborasi dengan penegak hukum untuk memberantas pinjol ilegal sampai ke akarnya," tegas Wimboh.
Memanfaatkan situasi ekonomi yang tengah sulit akibat pandemi serta ketidaktahuan masyarakat, pinjol ilegal belakangan ini makin marak menjebak masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat terlilit utang lantaran tidak mampu membayar karena biaya bunga yang tinggi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, sejak 2019 hingga 2021 OJK telah mencatat 19.711 pengaduan masyarakat yang mencakup 9.270 pelanggaran berat, dan 10.441 pelanggaran ringan/sedang.
Adapun bentuk pelanggaran berat yang ditemukan dalam pengaduan, antara lain pencairan tanpa persetujuan pemohon, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP dengan teror/intimidasi, dan penagihan dengan kata kasar dan bahkan pelecehan seksual.
"Faktor pendorong maraknya pinjol ilegal adalah kemudahan mengunggah aplikasi/situs/website dan kesulitan pemberantasannya karena lokasi server banyak di luar negeri," ujarnya, Jumat (15/10/2021).
Baca Juga
Sementara masyarakat atau korban, imbuh dia, memiliki tingkat literasi terhadap pinjaman online yang masih relatif rendah. "Hal itu dapat terlihat dari sikap korban yang tidak melakukan pengecekan legalitas terlebih dahulu terhadap perusahaan yang bersangkutan, serta kepepet kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan," katanya.
Karena itu, Wimboh terus mengimbau masyarakat untuk memilih fintech yang terdaftar. Dia menambahkan, OJK telah menutup fintech-fintech yang tidak terdaftar melalui kerja sama dengan kepolisian, Kemenkominfo, dan pemangku kepentingan lain.
"OJK juga telah menandatangani nota kesepahaman untuk berkolaborasi dengan penegak hukum untuk memberantas pinjol ilegal sampai ke akarnya," tegas Wimboh.
(fai)
tulis komentar anda