Serap Tenaga Kerja, Kontribusi Industri Rokok Elektrik Terus Meningkat
Kamis, 04 Juni 2020 - 12:21 WIB
JAKARTA - Kehadiran industri rokok elektrik di tanah air saat ini tidak bisa dianggap sebelah mata dari sisi kontribusinya terhadap pemasukan negara. Meski terbilang baru, kehadiran industri tersebut paling tidak mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan utamanya dari sisi pengolahan dan penerimaan cukainya.
“Jadi kalau kontribusi dari Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) khususnya lebih banyak didominasi oleh penerimaan dari vape, tahun 2019 itu sudah mencapai Rp427 miliar,” ungkap Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Haryanto.
Ke depan, Nirwala mengaku industri rokok elektrik akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. “Berdasarkan pemesanan pita cukainya itu sendiri, 2019 mencapai Rp542 miliar. Kalau bisa menilai perkembangannya dari banyaknya perusahaan, kemudian dari pemesanan pita cukai, saya kira dari tahun ke tahun juga akan meningkat,” ungkapnya.
Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), industri HPTL, khususnya rokok elektrik, telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 50.000 orang. Angka ini belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko retailer rokok elektrik, yang jumlahnya mencapai 3.500 toko di seluruh Indonesia. Toko retailer tersebut mayoritas terpusat di Jawa dengan jumlah 2.300 toko, sementara sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
“Sebagai industri yang baru berkembang dua tahun terakhir, industri HPTL telah memberikan kontribusi bagi negara melalui penerimaan cukai serta potensi penciptaan lapangan pekerjaan baru,” kata Ketua APVI Aryo Andrianto. (Baca: Asosiasi Petani Tembakau: Rokok Elektrik Bisa Bantu Petani)
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Supriadi mengungkapkan, banyaknya pengguna vape saat ini dapat menjadi potensi cukai yang cukup besar.
“Ini data dari APVI. Dan pengguna vape tahun 2017 saja sudah sekitar 900.000 pengguna. 2018 penggunanya itu sudah sekitar 1,2 juta orang. Dan 2020 ini prediksinya tadinya sekitar 2,2 juta orang penggunanya. Ini potensi cukai yang cukup besar,” terangnya.
Dan dari data pengusaha, lanjut Supriadi, jumlah pengecer itu sekitar 5.000 orang. “Ada asosiasi konsumen juga ada, produsen juga ada, dan produsen liquid itu sudah sekitar 300 dunia usaha dan tersebar itu di Bandung hampir sekitar seperempatnya kalau tidak salah, ada sekitar 50. Sementara produsen alat dan asesoris itu sekitar 100 dunia usaha,” ungkap Supriadi. (Baca juga: Warganet Suarakan Rokok Elektrik Bukan Penjahat)
Anggota Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto mengatakan keberadaan industri rokok elektrik ke depannya cukup potensial. “Dari segi kontribusi terhadap cukai saja peningkatannya juga bagus sekali. Menurut saya ini industri yang ke depannya sangat potensial, dan pelakunya juga kebanyakan anak-anak muda dan tentu ini sangat menggairahkan bagi industri baru yang harus kita jaga bersama,” katanya. (Sudarsono)
“Jadi kalau kontribusi dari Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) khususnya lebih banyak didominasi oleh penerimaan dari vape, tahun 2019 itu sudah mencapai Rp427 miliar,” ungkap Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Haryanto.
Ke depan, Nirwala mengaku industri rokok elektrik akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. “Berdasarkan pemesanan pita cukainya itu sendiri, 2019 mencapai Rp542 miliar. Kalau bisa menilai perkembangannya dari banyaknya perusahaan, kemudian dari pemesanan pita cukai, saya kira dari tahun ke tahun juga akan meningkat,” ungkapnya.
Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), industri HPTL, khususnya rokok elektrik, telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 50.000 orang. Angka ini belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko retailer rokok elektrik, yang jumlahnya mencapai 3.500 toko di seluruh Indonesia. Toko retailer tersebut mayoritas terpusat di Jawa dengan jumlah 2.300 toko, sementara sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
“Sebagai industri yang baru berkembang dua tahun terakhir, industri HPTL telah memberikan kontribusi bagi negara melalui penerimaan cukai serta potensi penciptaan lapangan pekerjaan baru,” kata Ketua APVI Aryo Andrianto. (Baca: Asosiasi Petani Tembakau: Rokok Elektrik Bisa Bantu Petani)
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Supriadi mengungkapkan, banyaknya pengguna vape saat ini dapat menjadi potensi cukai yang cukup besar.
“Ini data dari APVI. Dan pengguna vape tahun 2017 saja sudah sekitar 900.000 pengguna. 2018 penggunanya itu sudah sekitar 1,2 juta orang. Dan 2020 ini prediksinya tadinya sekitar 2,2 juta orang penggunanya. Ini potensi cukai yang cukup besar,” terangnya.
Dan dari data pengusaha, lanjut Supriadi, jumlah pengecer itu sekitar 5.000 orang. “Ada asosiasi konsumen juga ada, produsen juga ada, dan produsen liquid itu sudah sekitar 300 dunia usaha dan tersebar itu di Bandung hampir sekitar seperempatnya kalau tidak salah, ada sekitar 50. Sementara produsen alat dan asesoris itu sekitar 100 dunia usaha,” ungkap Supriadi. (Baca juga: Warganet Suarakan Rokok Elektrik Bukan Penjahat)
Anggota Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto mengatakan keberadaan industri rokok elektrik ke depannya cukup potensial. “Dari segi kontribusi terhadap cukai saja peningkatannya juga bagus sekali. Menurut saya ini industri yang ke depannya sangat potensial, dan pelakunya juga kebanyakan anak-anak muda dan tentu ini sangat menggairahkan bagi industri baru yang harus kita jaga bersama,” katanya. (Sudarsono)
(ysw)
tulis komentar anda