HIPPI DKI Sebut PP Tapera Membebani Pengusaha dan Pekerja
Kamis, 04 Juni 2020 - 19:04 WIB
JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau PP Tapera yang merupakan aturan turunan dari UU No.4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan program ini cukup bagus tapi dalam kondisi saat ini, PP Tapera tidak pas mengingat kondisi ekonomi dan bisnis yang tidak pasti.
"PP ini akan membebani pengusaha dan pekerja karena dalam PP itu disebutkan besaran iuran Tapera sebesar 3% dengan komposisi 2,5% dipotong dari gaji pekerja dan 0,5% ditanggung pengusaha," ujar Sarman dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Menurut Sarman, pengusaha saat ini sedang meradang, cash flownya sudah sangat berat akibat berhentinya berbagai aktivitas usaha yang sudah hampir 3 bulan tidak beroperasi, sudah banyak pekerja terkenan PHK dan dirumahkan.
Di sisi pekerja yang masih aktif sudah kebanyakan hanya menerima gaji pokok tanpa ada tunjangan-tunjangan lain akibat ketidakmampuan pengusaha.
"Dalam kondisi seperti ini, wajarkah pengusaha dan pekerja dibebani dengan Tapera ini? Jangankan memikirkan iuran Tapera, iuran yang selama ini sudah menjadi kewajiban pengusaha seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, kita minta untuk ditunda pembayarannya karena ketidakmampuan pengusaha," kata Sarman.
Sarman mengatakan saat ini kalangan pengusaha sangat berharap agar pemerintah dapat mengevaluasi pemberlakuan dari PP Tapera tersebut sampai dengan kondisi ekonomi kita membaik, cash flow pengusaha memungkinkan dan pendapatan pekerja juga normal.
Sehingga jika nantinya PP ini diberlakukan, lanjut dia, dapat dirasakan efektivitasnya dalam membantu pekerja memiliki rumah, daripada dipaksakan hasilnya tidak maksimal dan kesannya pemerintah tidak peka terhadap yang kondisi yang dihadapi pengusaha saat ini.
Bila perlu PP tersebut sementara dicabut dan diterbitkan kembali pada waktu yang tepat. Dalam masa sulit yang dihadapi pengusaha saat ini yang dibutuhkan adalah kebijakan yang pro bisnis dan pro dunia usaha, stimulus dan relaksasi yang cepat dan tepat dalam rangka menggairahkan kembali ekonomi kita.
"Berikan kami semangat dan kepastian jangan beban supaya dunia usaha dapat berlari kencang di segala sektor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi beban sosial pemerintah," pungkasnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan program ini cukup bagus tapi dalam kondisi saat ini, PP Tapera tidak pas mengingat kondisi ekonomi dan bisnis yang tidak pasti.
"PP ini akan membebani pengusaha dan pekerja karena dalam PP itu disebutkan besaran iuran Tapera sebesar 3% dengan komposisi 2,5% dipotong dari gaji pekerja dan 0,5% ditanggung pengusaha," ujar Sarman dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Menurut Sarman, pengusaha saat ini sedang meradang, cash flownya sudah sangat berat akibat berhentinya berbagai aktivitas usaha yang sudah hampir 3 bulan tidak beroperasi, sudah banyak pekerja terkenan PHK dan dirumahkan.
Di sisi pekerja yang masih aktif sudah kebanyakan hanya menerima gaji pokok tanpa ada tunjangan-tunjangan lain akibat ketidakmampuan pengusaha.
"Dalam kondisi seperti ini, wajarkah pengusaha dan pekerja dibebani dengan Tapera ini? Jangankan memikirkan iuran Tapera, iuran yang selama ini sudah menjadi kewajiban pengusaha seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, kita minta untuk ditunda pembayarannya karena ketidakmampuan pengusaha," kata Sarman.
Sarman mengatakan saat ini kalangan pengusaha sangat berharap agar pemerintah dapat mengevaluasi pemberlakuan dari PP Tapera tersebut sampai dengan kondisi ekonomi kita membaik, cash flow pengusaha memungkinkan dan pendapatan pekerja juga normal.
Sehingga jika nantinya PP ini diberlakukan, lanjut dia, dapat dirasakan efektivitasnya dalam membantu pekerja memiliki rumah, daripada dipaksakan hasilnya tidak maksimal dan kesannya pemerintah tidak peka terhadap yang kondisi yang dihadapi pengusaha saat ini.
Bila perlu PP tersebut sementara dicabut dan diterbitkan kembali pada waktu yang tepat. Dalam masa sulit yang dihadapi pengusaha saat ini yang dibutuhkan adalah kebijakan yang pro bisnis dan pro dunia usaha, stimulus dan relaksasi yang cepat dan tepat dalam rangka menggairahkan kembali ekonomi kita.
"Berikan kami semangat dan kepastian jangan beban supaya dunia usaha dapat berlari kencang di segala sektor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi beban sosial pemerintah," pungkasnya.
(bon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda